*

*

Ads

Senin, 16 April 2012

Ang I Niocu Jilid 010

Adapun Kakek Song yang pulang ke rumah gedungnya, diam-diam menyuruh beberapa orang pelayan untuk mengamat-amati dan menjaga agar jangan sampai ada orang luar bisa masuk ke dalam taman dan agar supaya mengusir setiap orang muda yang mendekati tembok sekitar gedung dan pekarangannya. Dengan penjagaan ini, maka baik Cia Sun maupun Ceng Si sama sekali tidak mempunyai kesempatan untuk saling bertemu atau menyampaikan berita.

Sementara itu, sepekan kemudian, datanglah utusan dari Sian-koan, dan Kakek Song terkejut bercampur girang bukan main, juga ia merasa heran sekali. Utusan yang datang itu adalah seorang setengah tua yang berpakaian mewah, datangnya membawa sebuah kereta penuh dengan barang-barang berharga.

Tadinya Kakek Song mengira bahwa yang datang ini tentulah seorang saudagar kaya, akan tetapi ia menjadi melongo ketika tamu ini memperkenalkan diri sebagai utusan dari keluarga Kiang di Sian-koan!

“Saya datang atas perintah dari Kiang-kongcu untuk membawa sekedar hadiah bagi Song-siocia, dan juga untuk membicarakan tentang hari pernikahan,” kata utusan itu.

Ketika barang-barang hadiah itu dibongkar, semua orang terheran-heran dan kagum bukan main. Lima belas kayu kain sutera yang paling halus dan mahal dan yang jarang sekali dilihat oleh orang-orang seisi rumah, lima buah barang ukiran dari perak yang amat indahnya, untuk hiasan dinding kamar, empat peti besar terisi kain-kain untuk muili, kelambu, dan lain-lain keperluan rumah tangga, sekantung uang emas dan sekantung pula uang perak, kemudian yang terakhir, sebuah hiasan rambut terbuat dari emas dan dihiasi batu kemala yang amat indahnya, berbentuk seekor kupu-kupu yang hinggap di atas setangkai bunga Cilan.

Jangankan para pelayan yang memandang semua itu dengan mata terbelalak dan menahan napas, bahkan Kakek Song sendiri sampai melongo. Hanya orang yang kaya-raya, yang jauh lebih kaya daripada dirinya sendiri, yang akan dapat mengirimkan hadiah kepada calon pengantin seroyal ini.

Ia segera menjamu tamu itu dan dari tamu ini ia mendapat keterangan bahwa Kiang-kongcu adalah ahli waris satu-satunya dari keluarga Kiang yang amat terkenal kekayaannya. Juga ia mendengar bahwa nenek moyang Kiang Liat adalah orang-orang ternama belaka, bangsawan-bangsawan tinggi yang bernama besar.

Maka bukan main girangnya hati Kakek Song mendengar ini. Mereka mengobrol sambil minum arak dan makan hidangan yang mahal, kemudian utusan itu menyampaikan pesan dari Kiang-kongcu tentang hari pernikahan yang akan dilangsungkan dalam bulan itu juga.

Sementara itu, Ceng Si yang cerdik segera mendengar bahwa pemuda she Kiang yang dahulu berpakaian sebagai orang pengemis itu, ternyata seorang pemuda yang kaya-raya, lebih kaya dari pada keluarga Song sendiri! Apalagi setelah ia melihat barang-barang hadiah yang dibawa oleh utusan keluarga Kiang, hatinya berdebar dan matanya yang indah itu berseri-seri.

Diam-diam ia meremas-remas tangan sendiri dan mengatur siasat. Kemudian ia berlari menuju ke kamar Bi Li, diikuti oleh para pelayan yang memanggul barang-barang hadiah itu, karena Kakek Song memberi perintah agar supaya barang-barang itu langsung dibawa ke kamar Bi Li.

“Siocia, khionghi!” Ceng Si berseru sambil memeluk nona majikannya.

“Ceng Si, apakah kau gila? Aku lagi berduka, kau datang-datang memberi selamat.”

“Kionghi, Siocia! Tidak tahunya, pemuda she Kiang yang kelihatan seperti pengemis itu, ternyata adalah seorang pangeran!”

“Apa katamu? Seorang pangeran?” Bu Li menggerakkan alis karena terheran-heran.

“Lihat saja, lihat saja barang-barang hadiahnya!” Pintu terbuka dan mengalirlah barang-barang itu memasuki kamar.

Bi Li juga kagum sekali melihat benda-benda mahal itu, apalagi melihat hiasan rambut yang indah sekali itu, ia benar-benar amat suka, hanya merasa malu untuk menjamahnya. Ia hanya duduk dan melihat satu demi satu semua benda itu yang diambil dari tempatnya oleh Ceng Si. Gadis pelayan ini sambil memamerkan benda-benda itu, tiada hentinya bercakap-cakap.






“Siocia, kau benar-benar berbahagia sekali. Memang orang baik selalu mendapat perlindungan dari Thian. Siapa kira pemuda berpakaian tambalan itu ternyata adalah seorang yang kaya-raya, yang jauh lebih kaya daripada Song-loya sendiri? Lihatlah, begini indah dan mahalnya barang-barang ini.”

“Ceng Si, aku bukan seorang yang haus akan benda-benda indah dan mahal.”

“Akan tetapi orangnya pun amat gagah dan tampan! Siocia, terus terang saja, kalau diingat-ingat, Kiang-kongcu itu malah lebih tampan daripada… pemuda she Cia itu. Dan tentu saja jauh lebih gagah, ingat saja, ia pernah menolong nyawa Song-loya!”

“Ceng Si!” Bi Li membentak dan mukanya menjadi pucat. “Aku bukan seorang yang begitu mudah lupa akan sumpah sendiri!”

“Siocia, dalam hal ini kita harus jangan menurutkan perasaan dan nafsu sendiri. Ingatlah dan pertimbangkan masak-masak. Memang betul Siocia sudah bersumpah, namun semua itu dilakukan dalam keadaan melamun dan tidak sadar. Siocia bersumpah tidak di depan Cia-kongcu dan hubungan kalian juga hanya dengan surat-surat sajak belaka. Sebaliknya, cobalah pikir baik-baik. Pemuda hartawan dan gagah perkasa she Kian itu, pertama-tama dia sudah menolong nyawa kong-kongmu, kedua kalinya dia memang patut menjadi suami Siocia karena ia memang tampan dan gagah sekali, ketiga kalinya, ia seorang hartawan besar, jadi seribu kali lebih cocok dari pada Cia-siucai yang miskin itu.”

“Ceng Si…! Aku… aku kasihan kepadanya, juga karena ia tidak berdaya dan miskin.”

Berseri wajah Ceng Si, memang inilah yang dinanti-nanti.
“Kalau begitu, Siocia, mudah saja untuk menolongnya! Dia miskin, membutuhkan uang. Kalau Siocia selalu memberi sesuatu yang berharga kepadanya, bukankah itu berarti sudah menolongnya?”

“Ceng Si, bagaimana kau bisa bilang begitu? Kalau aku sudah menjadi isteri orang lain, bagaimana aku sudi dan berani mengadakan hubungan dengan laki-laki lain?”

“Mudah saja Siocia. Kalau aku Ceng Si yang bodoh selalu menjadi pelayan pribadi Siocia, selalu berada di samping Siocia, apa sih sukarnya? Kalau Siocia masih selalu menolong pemuda she Cia itu, pendeknya mencukupi kebutuhan hidupnya, bahkan kalau perlu membiayai dia melanjutkan pelajarannya, di kota raja, bukankah itu berarti bahwa Siocia mempunyai pribudi yang tinggi?”

Bi Li berpikir dan ia berkali-kali menarik napas panjang.
“Akan tetapi aku khawatir sekali, Ceng Si. Surat-suratku banyak yang berada di tangannya! Kalau kelak… orang yang menjadi suamiku mengetahui akan hal ini, bukankah ini akan mendatangkan malapetaka hebat!”

Di dalam hatinya, Ceng Si tersenyum seperti iblis. Akan tetapi pada wajahnya yang manis itu, tersungging senyum manis yang penuh hiburan.

“Jangan khawatir, Siocia. Akulah yang akan minta kembali semua tulisan-tulisan itu.”

Akhirnya Bi Li dapat dibujuk dan dihibur. Gadis ini mengeluarkan surat-surat dari Cia Sun yang tadinya disimpannya, menyerahkan semua surat itu kepada Ceng Si dengan perintah agar semua surat ini dibakar.

Ceng Si memang melakukan perintah ini, akan tetapi tidak semua surat dibakarnya, ada beberapa helai yang diam-diam ia sembunyikan dan simpan. Dua helai surat dari Cia Sun ini merupakan senjataku yang paling ampuh terhadap Song-siocia, pikirnya.

Kita tunda dulu dan membiarkan nona Song Bi Li melamun tentang pernikahannya yang dihadapi, dan mari kita mengikuti peristiwa lain yang amat hebat.

**** 010 ****





Tidak ada komentar :