*

*

Ads

Rabu, 18 April 2012

Ang I Niocu Jilid 014

Kini keadaan dua orang itu benar-benar aneh. Keduanya tidak bergerak, seperti patung dalam kuda-kuda yang amat kuat. Tangan kanan yang memegang pedang saling mendorong akan tetapi tangan kiri yang memegang tasbeh saling membetot.

Pertarungan kini beralih kepada pertarungan tenaga lwee-kang, akan tetapi bukan pertandingan lwee-kang yang biasa, karena tenaga di seluruh tubuh disalurkan menjadi dua bagian, atau terpecah menjadi dua. Sebagian disalurkan ke tangan kanan yang mendorong, sebagian pula disalurkan ke tangan kiri yang menarik! Hal ini tak dapat dilakukan oleh sembarang ahli silat yang belum tinggi tenaga lwee-kangnya.

Sampai beberapa puluh detik mereka tidak bergerak, dan nyata sekali bahwa masing-masing mengerahkan seluruh tenaga lwee-kangnya untuk mencapai kemenangan. Sekarang sudah tidak ada jalan untuk mundur lagi, karena siapa yang mundur lebih dulu, banyak bahaya akan menderita luka hebat!

Tidak ada jalan lain lagi kecuali mengerahkan tenaga dan mendesak lawan dengan lwee-kang. Pertandingan ini berubah menjadi perjuangan mati hidup! Dari kepala dua orang jago ini sudah mengepul uap putih, tanda bahwa mereka telah mengerahkan tenaga yang terakhir!

Tiba-tiba Hek Mo-ko tertawa bergelak,
“Sute, mengapa kau sekarang begini lemah?” katanya dan dengan ringan dan cepat sekali ia telah melompat di belakang Pek Mo-ko sambil menepuk-nepuk punggungnya seakan-akan orang yang mencela dan menegur.

Akan tetapi Han Le terkejut bukan main ketika pada saat Hek Mo-ko menepuk punggung sutenya, ia merasa tubuhnya bergetar dan kuda-kudanya tergempur!

“Hek Mo-ko, tidak malukah engkau?” tiba-tiba Bu Pun Su menegur.

Pendekar sakti ini berdiri di belakang Han Le sejauh satu tombak lebih. Dia tidak menghampiri sutenya untuk membantu, menggerakkan kedua tangan ke arah sutenya itu seperti orang mendorong, dan dari kedua tangannya keluar uap putih. Inilah ilmu Pek-in-hoat-sut yang tiada taranya di dunia!

Hek Mo-ko yang masih menempelkan tangan di punggung sutenya tiba-tiba terdorong oleh tenaga yang hebat, yang keluar dari sepasang tangan Han Le, sebaliknya Han Le merasa betapa punggungnya kemasukan hawa hangat yang menyegarkan semangat dan tubuh sehingga ia mengerahkan tenaganya lagi.

Pek Mo-ko dan Hek Mo-ko hendak mempertahankan diri, namun tenaga bantuan dari Bu Pun Su benar-benar hebat sehingga mereka berteriak keras dan tubuh mereka terlempar ke belakang berjungkir-balik dan jatuh tumpang tindih sampai dua tombak lebih! Pedang dan tasbeh di tangan Pek Mo-ko tadi terlepas dari tangan dan jatuh di tanah, menimpa batu menimbulkan suara berkerontangan!

Baiknya Bu Pun Su tidak berniat mencelakai dua orang iblis ini sehingga mereka tidak terluka hebat, hanya Hek Mo-ko yang terkena langsung pembalikan tenaga Pek Mo-ko sehingga wajahnya pucat dan mulutnya menyemburkan darah. Akan tetapi, setelah mengatur napas ia pulih kembali. Sambil memandang dengan terheran-heran, Hek Mo-ko menghadapi Bu Pun Su dengan melompat berdiri.

“Bu Pun Su, benar-benar kau lihai. Aku dan suteku terima kalah,” katanya sambil menjura.

Akan tetapi Bu Pun Su tidak mempedulikannya, hanya berpaling kepada Han Le.
“Sute, kita tidak mempunyai urusan lagi disini, mari kita pergi.”

Pada saat kedua orang sakti itu hendak pergi, tiba-tiba dari atas genteng kelenteng melayang turun bayangan tubuh yang ramping dan tercium bau yang harum. Tahu-tahu seorang wanita berdiri menghadang Bu Pun Su dan Han Le.

Dua orang sakti ini berdiri bengong, tertegun dan takjub, bukan karena kecantikan luar biasa dari gadis itu, melainkan melihat cara gadis itu melompat turun dari genteng seakan-akan melayang atau terbang! Inilah menandakan bahwa gin-kang dari gadis ini telah mencapai puncak kesempurnaan. Bahkan Bu Pun Su yang menjadi ahli waris dari Im-yang-bu-tek-cin-keng dan memiliki gin-kang yang jauh melebihi kebanyakan ahli silat tinggi, menjadi terheran-heran.

Orang yang melayang turun itu adalah seorang gadis cantik sekali, pakaiannya mewah dan indah, rambutnya yang panjang dan hitam disanggul dalam cara yang amat menarik, kulit mukanya putih kemerahan, nampak halus dan segar, sepasang matanya bagaikan bintang di langit cerah, bibirnya tersenyum-senyum manis sekali.






Pendeknya, selama hidupnya, baik Han Le maupun Bu Pun Su sendiri, belum pernah melihat seorang gadis secantik ini. Melihat muka dan potongan badannya, orang akan menaksir bahwa gadis ini paling banyak berusia dua puluh tahun, akan tetapi orang itu akan terkejut dan tidak mau percaya kalau diberi tahu bahwa gadis ini adalah seorang wanita yang usianya sudah tiga puluh tahun lebih! Inilah dia murid terpandai dan terkasih dari Thian-te Sam kauwcu, yang disebut Bi Sian-li (Bidadari Cantik) Pek Hoa Pouwsat!

Tadinya Han Le dan Bu Pun Su sendiri tidak dapat menduga siapa adanya gadis ini, akan tetapi ketika Bu Pun Su melihat setangkai bunga yang bentuknya indah dan aneh, berwarna putih seperti salju menghias rambut yang digelung indah itu, tiba-tiba ia teringat. Akan tetapi ia masih ragu-ragu dan kemudian bertanya,

“Apakah kami berhadapan dengan Pek Hoa Pouwsat?”

Gadis itu tersenyum lebar. Bibirnya merah bergerak-gerak dan terlihatlah deretan gigi yang bersih dan berkilau seperti mutiara.

“Bu Pun Su benar-benar bermata tajam sekali, sayang kau terlalu ganas dan gatal tangan sehingga kau berani merusak tiga patung dari guru-guruku. Untuk kedosaan ini kau harus menerima hukuman! Hek Pek Sute, mari kita gempur dia ini yang telah merusak patung Sam-wi Suhu!”

Sambil berkata demikian, kedua tangannya bergerak dan tahu-tahu ia telah memegang sepasang siang-kiam (sepasang pedang), kemudian tanpa banyak cakap lagi ia lalu menggerakkan kedua pedang itu yang meluncur dan menyerang leher dan dada Bu Pun Su!

Hek Pek Mo-ko sudah gentar menghadapi Bu Pun Su dan mereka telah maklum pula akan kelihaian pendekar sakti ini, akan tetapi ketika mereka mendengar bahwa Bu Pun Su telah merusak patung tiga orang suhu dan pemimpin mereka, Hek Pek Mo-ko menjadi marah sekali. Apalagi sekarang mereka dibantu oleh Pek Hoa Pouwsat, hati mereka menjadi tabah dan semangat besar. Sambil mengeluarkan suara mengancam, sepasang iblis hitam putih ini lalu menyerbu dan mengeroyok Bu Pun Su.

Melihat suhengnya dikeroyok, Han Le tentu saja tidak mau tinggal diam. Ia mencabut pedangnya, namun tiba-tiba Bu Pun Su berkata,

“Simpan kembali pedangmu, Sute. Perempuan ini lihai sekali, kau takkan menang. Biarkan aku menghadapi mereka bertiga, hitung-hitung mengukur kepandaian Thian-te Sam-kauwcu!”

Han Le percaya akan kata-kata suhengnya, karena ia memang melihat betapa sepasang pedang dari Pek Hoa Pouwsat itu amat lihai, sepasang pedang ini bergerak terus susul-menyusul dalam serangannya, merupakan serangan berantai yang tiada habisnya. Akan tetapi ia lebih percaya akan kesaktian Bu Pun Su maka ia melompat ke pinggir dan berdiri menonton pertempuran itu dengan hati tenang.

Pertempuran itu berjalan seru sekali, jauh lebih ramai daripada pertempuran antara Pek Mo-ko dan Han Le tadi. Akan tetapi pertandingan ini sebetulnya berat sebelah. Tidak saja Bu Pun Su dikeroyok tiga, juga ketiga orang lawannya mempergunakan senjata pasangan sehingga bertiga mempergunakan enam buah senjata, sedangkan Bu Pun Su sendiri bertangan kosong!

Akan tetapi di sinilah terlihat kelihaian Pendekar sakti ini! Tiga orang pengeroyoknya adalah tokoh-tokoh dari tingkat tinggi, boleh dibilang duduk dalam tingkatan ke satu dalam deretan tokoh-tokoh persilatan di masa itu, akan tetapi ia masih mampu menghadapi mereka dengan mengandalkan sepasang tangan berikut ujung lengan baju saja!

Di sini pula terlihat kehebatan dari pelajaran Im-yang-bu-tek-cin-keng, dan terbukti bahwa ilmu silat Pek-in-hoat-sut yang diciptakan oleh Bu Pun Su benar-benar luar biasa.

Menghadapi keroyokan tiga orang lawannya, tidak hanya sepasang lengannya yang mengeluarkan uap putih bahkan seluruh tubuhnya diliputi uap putih yang mengandung tenaga mujijat. Patut sekali ilmu silat ini disebut Pek-in-hoat-sut (Ilmu Sihir Awan Putih), karena pengaruhnya seperti ilmu sihir saja.

Setiap serangan senjata yang digerakkan oleh lawan dengan pengerahan tenaga lwee-kang tinggi, begitu terbentur oleh sambaran uap putih itu, terpental membalik kepada penyerangnya sendiri. Ini masih belum hebat, yang membuat Pe Hoa Pouwsat kadang-kadang berseru kaget adalah ketika Bu Pun Su membalasnya dengan serangan yang sama seperti gerakannya sendiri!

Bagaimana Bu Pun Su bisa meniru limu silatnya? Ilmu silat pedang dari Pe Hoa Pouwsat adalah asli dari barat, bukan ilmu silat Tiongkok. Sungguhpun sumbernya memang ada hubungan, bahkan boleh dibilang sama, namun perkembangannya sudah demikian berbeda sehingga jauh bedanya kalau dipandang begitu saja.

Semenjak kecilnya Pek Hoa Pouwsat hidup di Nepal, bahkan belajar ilmu silat di sana pula, dari Thian-te Sam-kauwcu, akan tetapi bagaimanakah sekarang Bu Pun Su dapat menyerangnya dengan ilmu silat yang gerakannya serupa? Ia tidak tahu bahwa inilah kehebatan ilmu silat dari Im-yang-bu-tek-cin-keng.

Di dalam ilmu silat yang dipelajarkan oleh kitab rahasia ini, terdapat pelajaran dari pokok gerakan semua ilmu silat dan semua gerakan kaki tangan, sehingga belum tiba serangan lawan, dari gerakan pundak dan pangkal paha saja Bu Pun Su sudah tahu apa yang akan dilakukan oleh lawan dalam penyerangannya. Ini ditambah oleh ketajaman mata dan kecerdikan ingatannya sehingga sekali lihat saja ia sudah dapat pula menangkap inti sari setiap serangan dan dapat melakukan serangan semacam itu pula dengan sama hebatnya, kalau tidak boleh dibilang lebih sempurna lagi!

Di lain pihak Bu Pun Su memuji ilmu pedang yang dimainkan oleh Pek Hoa Pouwsat. Ilmu pedang ini dalam kelihaiannya tidak kalah oleh Hun-khai-kiam-hoat ciptaan Ang-bin Sin-kai, dan dia tadi tidak membohong ketika menyatakan bahwa Han Le takkan dapat menang dari gadis ini.

Juga yang membikin gadis itu sukar dilawan adalah gin-kangnya yang luar biasa seakan-akan gadis ini benar-benar seorang bidadari yang dapat terbang. Setelah bertempur beberapa puluh jurus dan memperhatikan gerakan Pek Hoa Pouwsat, barulah Bu Pun Su tahu mengapa gadis itu dapat bergerak sedemikian ringan dan cepatnya, setiap gerakan yang cepat didahului oleh terbukanya pangkal lengan dan matanya yang tajam dapat melihat bahwa di punggung gadis ini, tersembunyi di balik pakaian, terdapat semacam alat yang terisi angin.

Agaknya semacam alat penggerak yang mengandung tenaga yang kerjanya seperti sepasang sayap. Memang harus diakui bahwa gin-kang dari gadis itu lebih tinggi daripada Han Le, akan tetapi tanpa bantuan alat tidak mungkin gadis itu dapat bergerak seperti terbang!

Dalam menghadapi tiga orang pengeroyoknya, Bu Pun Su memang hanya bermaksud menguji kepandaian mereka saja, sama sekali tidak bermaksud melukai atau membunuh mereka. Biarpun tidak mudah baginya akan tetapi kalau dia mau ia mampu merobohkan tiga orang lawannya ini.

Biarpun demikian, tangkisan-tangkisan dari tenaga Pek-in-hoat-sut telah membuat Hek Pek Mo-ko menjadi pucat mukanya. Ini adalah akibat dari benturan tenaga Pek-in-hoat-sut yang membuat setiap serangan tenaga lwee-kang mental kembali dan menghantam penyerangnya sendiri.

Tidak demikian dengan Pek Hoa Pouwsat. Gadis ini maklum bahwa dalam hal lwee-kang ia tidak mampu menandingi Bu Pun Su, maka serangannya ia andalkan kepada kegesitan tubuhnya dan tiap tusukan atau sabetan pedangnya hanya dilakukan tenaga lemas sehingga ia tidak terserang oleh tenaganya sendiri yang membalik.

Dipandang dari sudut ini saja sudah dapat diketahui bahwa gadis ini jauh lebih cerdik daripada Hek Pek Mo-ko, dan juga Bu Pun Su mendapat kenyataan bahwa biarpun dalam hal tenaga lwee-kang, kedua iblis itu lebih kuat daripada Pek Hoa Pouwsat, namun kepandaian gadis ini masih lebih tinggi.

Setelah menyerang sampai enam puluh jurus lebih, tahulah Pek Hoa Pouwsat bahwa ia dan dua orang kawannya takkan mungkin menangkan Bu Pun Su. Ia telah berkali-kali mengeluarkan hoat-sutnya, berkemak-kemik dan berkali-kali menyebar hawa beracun yang berbau harum sekali. Lain orang apabila terkena serangan ini pasti akan menjadi lemas dan jatuh pingsan, namun berkat hawa Pek-in-hoat-sut, semua serangan ilmu hitam ini buyar tidak ada pengaruhnya terhadap Bu Pun Su!

“Ombak pasang! Buka layar dan mendarat!” tiba-tiba Pek Hoa Pouwsat berseru.

Inilah bahasa rahasia dari perkumpulan mereka dan tiba-tiba gadis ini membanting sesuatu antara dia dan Bu Pun Su. Pendekar sakti ini sudah dapat menduga, maka cepat-cepat ia melompat mundur.

Terdengar ledakan keras asap hitam memenuhi tempat itu, membuat pandangan mata menjadi gelap. Setelah asap hitam membuyar, tidak kelihatan lagi bayangan Pek Hoa Pouwsat dan Hek Pek Mo-ko! Sebagai gantinya, di sekeliling tempat itu, penduduk dusun itu telah mengurung Bu Pun Su dan Han Le. Mereka ini membawa senjata dan memandang dengan sikap mengancam!

“Sute, kau pergilah ke Siauw-lim-pai dan Kun-lun-pai, beritahukan agar mereka dan semua partai persilatan golongan Beng-kauw berhati-hati terhadap Thian-te Sam-kauwcu. Kurasa mereka mengandung maksud kurang baik. Biar aku mencari kitab dan pedang yang hilang!”

Sehabis berkata demikian, sekali berkelebat Bu Pun Su lenyap dari situ. Semua petani yang sudah dipengaruhi oleh agama baru itu, menjadi terheran-heran, akan tetapi kini mereka mengurung dan mendekati Han Le dengan sikap mengancam, seakan-akan hendak mengeroyoknya.

Han Le tertawa pahit, kemudian sekali melompat, ia pun lenyap melalui atas kepala para pengurungnya sehingga kembali para penduduk dusun itu melongo dan saling pandang!

Bu Pun Su menyelinap ke dalam kelenteng hendak mencari Pek Hoa Pouwsat dan Hek Pek Mo-ko untuk dipaksa mengaku dimana adanya kitab dan pedang, atau dimana adanya Thian-te Sam-kauwcu, akan tetapi setelah tiba di dalam kelenteng, ia tidak melihat lagi bayangan mereka, bahkan dua orang isteri Hek Pek Mo-ko sudah tenyap pula.

**** 014 ****





Tidak ada komentar :