*

*

Ads

Minggu, 22 April 2012

Ang I Niocu Jilid 031

“Bu Pun Su adalah seorang tokoh besar, kiranya takkan menjilat ludah sendiri yang sudah dikeluarkan. Bu Pun Su, aku disebut orang Cheng-hai-ong (Raja Laut Hijau), maka sedikit kepandaian yang kumiliki tentu saja ada hubungannya dengan air, atau lebih tepat lagi, aku lebih leluasa bergerak di dalam air daripada di atas bumi. Oleh karena itu, Bu Pun Su, aku menantangmu untuk mengadu nyawa di dalam air sungai ini!”

Ia menudingkan telunjuknya ke arah air Sungai Yalu Cangpo yang airnya mengalir tenang dan lambat, menandakan bahwa air itu amat datam.

Biarpun di dalam hatinya Bu Pun Su merasa kaget sekali karena tidak menyangka bahwa lawannya demikian licik dan menjalankan siasat yang amat curang, namun pada wajahnya tidak sedikit pun nampak rasa gelisah atau takut. Ia bahkan tersenyum dan berkata,

“Cheng-hai-ong, aku sama sekali tidak ingin mencelakai siapapun juga. Sekarang kedua suhengmu telah tewas karena kesalahan mereka sendiri. Kalau kau mengembalikan kitab dan pedang secara sukarela kemudian kau kembali ke tempat asalmu dan jangan mengganggu kami, juga melepaskan Mo-kauw dari pimpinanmu, siapakah yang sudi mencampuri urusan dunia yang menyulitkan? Akan tetapi kau bahkan menantangku, tidak tahu kau menantang untuk memperlihatkan kepandaian di air ataukah untuk bertempur?”

Cheng-hai-ong sebenamya memang gentar menghadapi Bu Pun Su yang lihai. Biarpun ia yakin bahwa di dalam air, ia akan lebih unggul akan tetapi orang semacam Bu Pun Su ini, biarpun di dalam air atau di lautan api sekalipun, tetap merupakan lawan yang berbahaya dan tangguh. Maka ia ingin berlaku hati-hati dan menjawab,

“Bu Pun Su, pertama-tama aku menantang kau mengadakan pertunjukan di permukaan air, kita sama lihat siapa diantara kita yang lebih pandai.”

Setelah berkata demikian, tanpa menanti jawab agar tidak memberi kesempatan membantah kepada Bu Pun Su, orang ke tiga dari Thian-te Sam-kauwcu ini melompat dan tubuhnya sudah melayang turun ke dalam Sungai Yalu Cangpo.

Semua orang berlari-lari mendekati tebing sungai untuk melihat. Mereka menjadi kagum sekali dan di sana-sini terdengar seruan memuji. Memang kepandaian Cheng-hai-ong hebat. Lain orang kalau ingin terapung di air, tentu jalan satu-satunya hanya berenang. Ini pun hanya membuat sebagian tubuh saja yang terapung.

Akan tetapi, tidak demikian dengan Cheng-hai-ong. Entah bagaimana, dengan kedua kaki digerakkan cepat-cepat dan aneh, ia dapat membuat tubuhnya terapung dalam keadaan berdiri tegak dan yang tenggelam ke dalam air hanya kaki sebatas lutut saja!

Lutut itu bergerak-gerak terus dan dapat diduga bahwa kedua kaki itulah yang bergerak secara istimewa sehingga tubuhnya dapat tegak di permukaan air, dan tangan kanan Cheng-hai-ong sudah memegang senjatanya yang luar biasa, yakni rantai dengan ujungnya tengkorak manusia! Orang ini tertawa mengejek sambil memandang ke arah Bu Pun Su!

“Bu Pun Su, beranikah kau turun ke sini?” tantangnya dengan nada suara mengejek.

“Kwan Cu, jangan kena terjebak oleh tipu muslihatnya!” Bun Sui Ceng mencegah Bu Pun Su, kemudian dengan suara keras dan mengamang-amangkan cambuknya ke arah Cheng-hai-ong, ia membentak keras, “Cheng-hai-ong, manusia busuk! Kau hendak mempergunakan kecurangan, memancing lawan ke dalam air. Kami bukan sebangsa katak yang biasa main di darat dan di air, mana kami sudi melayanimu di air, kau katak bukan tikus pun bukan? Hayo naik ke darat dan kau boleh mencoba rasanya cambukku ini sebelum bangkaimu kulemparkan ke dalam air.”

Bu Pun Su tersenyum.
“Air Sungai Yalu Cangpo boleh lebar dan dalam mengerikan, akan tetapi selama masih ada nelayan, kita takut apakah?” Tiba-tiba tubuhnya melayang ke bawah, ke air sungai yang demikian lebar dan dalam!

Semua orang melongok ke bawah, kawan-kawan Bu Pun Su amat khawatir karena mereka belum pernah mendengar bahwa pendekar sakti ini pandai pula bermain di air. Akan tetapi apa yang mereka lihat di permukaan air Sungai Yalu Cangpo benar-benar membuat mereka melongo, bahkan pihak Mo-kauw yang menyaksikan pemandangan ini menjadi pucat dan tak berani bernapas.

Apakah yang mereka lihat? Bu Pun Su telah melompat dan tiba di permukaan air seperti di atas tanah keras saja! Pendekar sakti ini berdiri di permukaan air, tidak bergeming, tidak sukar sama sekali, tersenyum-senyum dan enak saja menghadapi Cheng-hai-ong yang menjadi pucat.






Ini tak mungkin, pikir Cheng-hai-ong. Ia adalah seorang ahli dalam permainan di air dan ia tahu bahwa berdiri tanpa bergerak di permukaan air seperti sehelai daun kering, adalah hal yang tak mungkin dilakukan oleh manusia hidup. Kalau sekiranya ia melihat Bu Pun Su berlari-lari cepat di permukaan air, ia masih percaya karena seorang yang gin-kangnya sudah mencapai tingkat tinggi seperti Bu Pun Su, kiranya dapat melakukan hal itu. Akan tetapi berdiri tegak di permukaan air tanpa bergerak?

Kemudian, tiba-tiba Cheng-hai-ong teringat akan peristiwa sebelum Bu Pun Su muncul di tempat itu. Ketika ia dan suheng-suhengnya menanti datangnya Bu Pun Su, ada suara ketawa aneh di permukaan air, dan ia telah menyerang dengan jarum ke arah permukaan air, akan tetapi tidak kelihatan siapapun juga. Apakah tak mungkin ada orang pandai yang bersembunyi di dalam air? Dan sekarang orang itu telah membantu Bu Pun Su dan menyangga kedua kakinya?

“Jahanam, jangan main sembunyi, keluarlah kalau laki-laki!” seru Cheng-hai-ong dan tiba-tiba tangan kirinya bergerak dan beberapa batang jarum hijau menyambar ke arah air tepat di bawah kaki Bu Pun Su!

Bu Pun Su menggerakkan kakinya menendang ke arah sinar hijau itu dan jarum-jarum itu menyeleweng ke kiri.

“Kong Hwat, kau lawanlah dia ini, sama-sama setan air!” kata Bu Pun Su dan sekali ia menggerakkan kakinya, tubuhnya melesat naik ke tebing sungai lagi.

Terdengar suara ketawa bergelak di permukaan air, dimana tadi Bu Pun Su “berdiri” di atas air, muncul kepala seorang laki-laki yang begitu muncul begitu ketawa terkekeh-kekeh, nampaknya seperti orang kegirangan sekali.

Akan tetapi sepasang matanya tidak ikut tertawa bahkan seperti orang menangis. Kalau saja dari rambutnya tidak menetes-netes turun air sungai, tentu orang akan melihat air matanya bercucuran!

“Dia Nelayan Cengeng!” seru Sui Ceng dan ia memandang heran kepada Bu Pun Su karena kini tahulah ia bahwa Bu Pun Su tadi sebelum melompat ke dalam sungai sudah tahu bahwa Nelayan Cengeng berada di bawah permukaan air itu. Bagaimana Bu Pun Su bisa mengetahui hal ini?

Adapun Cheng-hai-ong ketika melihat bahwa benar saja dugaannya di bawah air terdapat kawan Bu Pun Su, menjadi marah sekali. Ia menggerakkan rantainya dan tengkorak di ujung rantai menyambar ke arah kepala Kong Hwat atau Si Nelayan Cengeng.

Akan tetapi, tengkorak itu hanya menyambar air, karena kepala yang diserang telah lenyap lagi ke bawah permukaan air. Tiba-tiba nampak Cheng-hai-ong meronta-ronta dan memaki-maki. Senjatanya bergerak memukul ke bawah, akan tetapi tetap saja tubuhnya diseret turun ke dalam air oleh Nelayan Cengeng!

Sebentar kemudian, dua orang “setan air” itu telah tenggelam dan orang-orang yang berada di tebing tidak melihat apa-apa lagi. Hanya air sungai yang tadinya mengalir tenang itu kini nampak bergelombang, tanda bahwa di dasar sungai terjadi pergumulan hebat.

Bu Pun Su memang datang bersama Kong Hwat yang ia jumpai di tengah perjalanannya menuju ke Yalu Cangpo. Dua orang kenalan lama itu bercakap-cakap dan ketika mendengar bahwa Bu Pun Su hendak menghadapi orang-orang Mo-kauw yang dipimpin oleh Thian-te Sam-kauwcu, Kong Hwat menjadi gembira sekali dan dengan sukarela ikut ke tempat itu.

Akan tetapi ia tidak langsung menuju ke tempat itu, melainkan mengambil jalan dari sungai, mendayung perahu kecilnya, kemudian ia bahkan telah mendahului Bu Pun Su dan telah mengeluarkan suara ketawa ketika para anggauta Mo-kauw mentertawakan Bu Pun Su yang belum datang.

Sementara itu, orang-orang Mo-kauw yang melihat dua orang pemimpin mereka telah tewas, menjadi marah sekali. Terutama Hek Pek Mo-ko dan Pek Hoa Pouwsat. Mereka bertiga ini berseru keras memberi aba-aba kepada kawan-kawannya dan menyerbulah mereka sehingga kembali terjadi perang tanding hebat antara orang-orang Mo-kauw melawan orang-orang Siauw-lim dan Kun-lun.

Adapun Hek Pek Mo-ko, Pek Hoa Pouwsat, Kiam Ki Sianjin, dan beberapa orang tokoh Mo-kauw yang berkepandaian tinggi, tentu saja segera disambut oleh Bun Sui Ceng, Swi Kiat Siansu, The Kun Beng, Han Le, Pok Pok Sianjin, dibantu oleh Kiang Liat dan tokoh-tokoh Siauw-lim dan Kun-lun.

Pertandingan ini tidak seimbang. Setelah Thian-te Sam-kauwcu tidak berada disitu, kekuatan pihak Mo-kauw kalah jauh, apalagi kalau Bu Pun Su ikut membantu kawan-kawannya. Pendekar Sakti ini yang melihat bahwa pihaknya unggul, hanya berdiri menonton, kadang-kadang menengok ke arah sungai.

Pergumulan di dalam sungai antara Nelayan Cengeng dan Cheng-hai-ong benar-benar hebat. Sayangnya mereka yang berada di darat tidak dapat menyaksikan pertandingan istimewa ini antara dua orang manusia yang memiliki kepandaian seperti ikan.

Sebetulnya, kalau bertanding di darat, kepandaian Cheng-hai-ong masih lebih unggul dan kiranya Kong Hwat takkan dapat bertahan sampai lima puluh jurus. Akan tetapi, Nelayan Cengeng ini memang cerdik. Ia tahu bahwa ia menghadapi lawan-lawan tangguh, oleh karena itu ia sengaja tidak mau ikut Bu Pun Su menghadapi mereka di darat, melainkan menanti di air, dimana ia boleh membanggakan kepandaiannya dan tak usah takut terhadap siapapun juga.

Biarpun kini ia menghadapi Cheng-hai-ong yang lihai, namun ternyata setelah mereka bertanding di dalam air, Cheng-hai-ong harus mengakui keunggulan lawannya yang istimewa itu.

Pertempuran di dalam air berbeda dengan pertempuran di darat. Tenaga lwee-kang tidak begitu ampuh lagi setelah orang berada di dalam air, apalagi segala macam senjata rahasia seperti yang menjadi keunggulan Cheng-hai-ong, sama sekali jarum-jarumnya tak dapat dipergunakan. Di dalam air, yang diandalkan adalah kegesitan, ketajaman mata dan telinga, dan terutama sekali keuletan dan kekuatan bertahan napas.

Dalam hal ini pun Cheng-hai-ong kena diakali oleh Nelayan Cengeng. Kalau mereka berdua bertanding kekuatan menahan napas di dalam air kiranya Kong Hwat hanya menang sedikit saja. Akan tetapi, setelah mereka bergumul beberapa lama dan keduanya hampir kehabisan napas diam-diam Kong Hwat mengeluarkan sebatang tangkai rumput alang-alang yang dalamnya berlubang.

Tangkai alang-alang yang seperti pipa kecil ini ujungnya ia masukkan mulut dan pipa alang-alang yang panjang itu timbul di permukaan air ketika Kong Hwat meniup ujung yang dimasukkan mulutnya. Kemudian, dengan leluasa ia dapat berganti hawa dan bernapas melalui pipa kecil itu!

Dengan akal ini, tidak heran apabila tak lama kemudian, ia dapat menggempur dada Cheng-hai-ong dengan senjatanya, yakni sebatang dayung besi yang berat! Cheng-hai-ong yang napasnya memang sudah hampir putus itu, mana kuat menerima pukulan ini? Tubuhnya menjadi lemas dan ia tersembul ke atas dengan tubuh tak bernyawa lagi, lalu hanyut oleh air sungai yang mengalir tenang.

Kong Hwat sendiri cepat naik dan menyembulkan kepala di atas permukaan air. Ia melihat pertempuran berjalan ramai akan tetapi Bu Pun Su hanya berdiri saja menonton, maka tahulah ia bahwa ia tidak perlu turun tangan membantu. Ia lalu berenang dengan cepat sekali mengikuti aliran air, pergi dari tempat itu.

Para anggauta Mo-kauw melihat pula tubuh Cheng-hai-ong yang sudah menjadi mayat dan hanyut di permukaan air sungai, maka hati mereka makin gelisah sehingga perlawanan mereka makin kalut. Banyak sudah orang pihak mereka roboh dan binasa.

Tiba-tiba terdengar pekik nyaring,
“Lu Kwan Cu, aku perintahkan kau menghentikan perlawanan pihakmu!”

Seorang wanita melompat dan memegang sebatang tusuk konde perak ke atas sambil menghampiri Bu Pun Su. Pendekar ini menjadi pucat dan kaget sekali. Ia hendak melarikan diri, namun sudah tidak keburu. Terpaksa ia melompat ke tengah pertempuran dan membentak,

“Semua kawan tahan senjata!”

Bun Sui Ceng yang lain-lain heran sekali dan melompat mundur. Beberapa orang Siauw-lim dan Kun-lun yang masih mendesak lawan, tentu saja tidak mau mundur karena selagi mereka menang dan mendesak lawan, mengapa disuruh berhenti? Tiba-tiba mereka melihat bayangan orang berkelebat cepat di depan mereka dan tahu-tahu senjata di tangan mereka telah lenyap dirampas orang!

Terpaksa mereka melompat mundur dengan kaget, dan makin heranlah mereka ketika mendapat kenyataan bahwa yang merampas senjata mereka tadi bukan lain adalah Bu Pun Su sendiri!

“Wi Wi, kau dan kawan-kawanmu pergilah!” kata Bu Pun Su dengan suara kaku dan muka pucat.






Tidak ada komentar :