*

*

Ads

Selasa, 25 Desember 2018

Pendekar Sakti Jilid 050

Sementara itu, Hek-i Hui-mo dengan cepat membawa lari Lai Siang Pok yang menjadi ketakutan dan kaget setengah mati itu. Anak ini menangis dan minta dengan suara menyedihkan agar supaya dia dilepaskan kembali, namun Hek-i Hui-mo menjawab,

“Kau ingat baik-baik semua isi kitab yang di baca oleh Tu-siucai tadi, baru kau ada harapan untuk hidup terus!”

Mendengar ini Siang Pok mengerti bahwa kakek yang menyeramkan ini benar-benar membutuhkan bantuan untuk mengingat bunyi isi kitab tadi, maka karena maklum bahwa hal itulah satu-satunya jalan baginya untuk dapat menolong diri sendiri dari bahaya, dia lalu mengumpulkan seluruh ingatan dan perhatiannya kepada bunyi isi kitab yang aneh itu.

Lai Siang Pok adalah seorang anak yang amat cerdik luar biasa dan semenjak kecil dia telah digembleng oleh ayah bundanya dalam ilmu kesusastraan. Oleh karena itu, dia sudah biasa menghafal, dan biarpun tadi dia mendengarkan isi kitab yang dibaca oleh Tu Fu dengan setengah hati saja, namun dia telah hampir dapat mengingat semuanya!

Setelah jauh dari kota Kai-feng, Hek-i Hui-mo menurunkan Lai Siang Pok dan berkata,
“Coba kau sekarang mengulang kembali isi kitab itu, hendak kudengar apakah kau ada gunanya bagiku atau tidak!”

Siang Pok mengumpulkan ingatannya lalu mengulang apa yang tadi didengarnya. Mendengar ini, Hek-i Hui-mo menjadi girang sekali karena apa yang diingat olehnya sendiri dari isi kitab itu, ternyata tidak ada seperempatnya dari apa yang dapat diingat oleh Siang Pok!

“Anak baik….! Kau patut menjadi muridku!” katanya girang sambil menepuk-nepuk pundak anak itu.

Tepukan ini bukanlah tepukan biasa, melainkan tepukan hendak memeriksa keadaan tubuh dan tulang dari anak laki-laki ini, akan tetapi dia mempunyai watak yang tabah dan keras hati, maka digigitnya bibir untuk menahan rasa sakit.

“Bagus, tidak jelek!” kata Hek-i Hui-mo yang kemudian tertawa bergelak. “Hendak kulihat kelak, siapa yang paling pandai memilih dan mengajar muridnya. Ha, ha, ha, Siang Pok, kau menjadi muridku dan kelak kaulah yang akan menjagoi di antara semua murid orang-orang gila itu. Ha, ha, ha!”

Siang Pok tidak mengerti apa yang dimaksud oleh kakek hitam ini, akan tetapi diam-diam dia menjadi girang juga. Sering kali anak ini membaca cerita-cerita kuno tentang pendekar dan pahlawan dan diam-diam dia mengagumi sepak terjang dan kegagahan para pendekar itu. Kini mendengar bahwa dia hendak diambil murid oleh kakek yang dia sudah saksikan sendiri kelihaiannya, tentu saja dia menjadi girang. Cepat dia menjatuhkan diri berlutut di depan Hek-i Hui-mo sambil berkata,

“Segala petunjuk dari Suhu akan teecu pelajari dengan rajin.”

“Bagus, mari kita cepat pulang agar kau bisa segera berlatih. Kau sudah tertinggal jauh oleh murid-murid mereka itu.”

“Pulang? Kemana, Suhu?”

“Ha, ha, ha, tentu saja ke Tibet, ke barat! Hayo!”

Sambil berkata demikian, Hek-i Hui-mo menyambar tubuh muridnya dan sekejap kemudian terpaksa Siang Pok meramkan kedua matanya karena angin bertiup kencang sekali membuat kedua matanya pedas ketika suhunya membawanya lari luar biasa cepatnya seakan-akan terbang!

Biarpun Hek-i Hui-mo melakukan perjalanan cepat sekali dan jarang berhenti di jalan, namun dia harus menggunakan waktu sebulan lebih baru tiba di Tibet, daerah barat yang jauh itu.






Siang Pok diterima dengan penuh penghormatan dan juga iri hati oleh orang-orang di barat, karena menjadi murid Hek-i Hui-mo, selain dianggap mendapat kehormatan tinggi, juga dianggap sebagai yang menerima kurnia besar.

Namun Siang Pok tidak mempedulikan semua itu dan mulai saat gurunya menurunkan pelajaran ilmu silat kepadanya, dia belajar dengan amat rajin dan tekun sehingga boleh dibilang lupa makan lupa tidur!

Melihat ini, Hek-i Hui-mo makin sayang kepadanya, karena makin besar harapan hatinya, murid ini kelak akan menjunjung tinggi namanya dan akan mengalahkan semua murid tokoh-tokoh besar yang berlatih lebih dulu.

Seperti juga Kiu-bwe Coa-li, Hek-i Hui-mo yang bernama Thian Seng Hwesio ini, jarang sekali keluar dan bersembunyi saja di kelentengnya, memberi latihan-latihan kepada Lai Siang Pok, karena seperti juga Kiu-bwe Coa-li, dia ingin mempelajari isi kitab Im-yang Bu-tek Cin-keng yang didengarnya dari Tu Fu, kemudian kalau sudah mempelajarinya dengan sempurna, bersama muridnya dia hendak mencari tokoh-tokoh lain untuk ditantang pibu!

Seperti telah kita ketahui, kitab Im-yang Bu-tek Cin-keng yang terjatuh ke dalam tangan Hek-i Hui-mo dan yang kemudian isinya dibaca oleh pujangga besar Tu Fu dan didengarkan oleh Kiu-bwe Coa-li dan Hek-i Hui-mo bersama murid-murid mereka, adalah kitab palsu.

Akan tetapi biarpun palsu, kitab ini ditulis di jaman dahulu oleh orang yang pandai dan hafal akan isi kitab aslinya, maka biarpun palsu, isi kitab ini merupakan pelajaran yang aneh dan luar biasa sekali.

Bagi orang yang tidak memiliki ilmu silat tinggi, tentu saja kitab ini tidak ada artinya sama sekali dan kalau orang biasa melatih diri meniru pelajaran isi kitab ini, bukannya mendapat kemajuan dan kepandaian tinggi, bahkan tubuh orang itu akan rusak.

Akan tetapi sebaliknya kalau yang mendengarnya adalah orang-orang berilmu tinggi seperti Hek-i Hui-mo dan Kiu-bwe Coa-li, mereka dapat menangkap dan menerima isi kitab untuk disaring kembali dan untuk dijadikan bahan menyempurnakan kepandaian silat mereka.

Oleh karena inilah, maka hasil daripada mendengarkan isi kitab itu bagi Hek-i Hui-mo dan Kiu-bwe Coa-li amat jauh berlainan. Pelajaran yang mereka dengar itu, lalu diolah dan disaring sesuai dengan ilmu kepandaian yang sudah ada pada mereka, maka tentu saja tidak sama.

Bagi Kiu-bwe Coa-li, pelajaran dari Im-yang Bu-tek Cin-keng yang didengarnya dari pujangga Tu Fu itu, mendatangkan kemajuan yang hebat sekali dalam hal ilmu lweekang, yakni penggunaan tenaga dalam. Biarpun pelajaran lweekang di dalam kitab itu tidak karuan dan sengaja dibolak-balikkan oleh penulis kitab palsu, namun kebetulan sekali perhatian Kiu-bwe Coa-li dan muridnya, Sui Ceng, justeru dikerahkan ke jurusan ini.

Dengan kecerdikannya yang luar biasa, Kiu-bwe Coa-li bertekun mengupas pelajaran ini dan akhirnya ia dapat menemukan ilmu aslinya dengan jalan meraba-raba dan menduga-duga. Ia lalu memperbaiki dalam caranya sendiri, sesuai dengan kepandaian yang telah dimilikinya, dan akhirnya ia mendapatkan ilmu silat berdasarkan pelajaran Im-yang Bu-tek Cin-keng yang seluruhnya dipergunakan tenaga lweekang yang luar biasa hebatnya!

Sebaliknya, setelah mendengar dan mempelajari isi kitab itu, Hek-i Hui-mo mendapatkan gerakan-gerakan istimewa yang sesuai benar untuk menyempurnakan ilmu tongkatnya. Ilmu tongkat dari Hek-i Hui-mo, yakni permainan tongkat Liong-thouw-tung (Tongkat Kepala Naga), memang telah terkenal dan lihai sekali.

Kini, setelah dia mempelajari isi kitab itu, dia mendapatkan sesuatu yang cocok sekali dan yang dapat dia olah sedemikian rupa sehingga ilmu tongkatnya menjadi maju dengan pesat dan kini merupakan ilmu tongkat yang aneh dan luar biasa!

Kalau biasanya dia mainkan dua senjata, yakni tongkat Ling-thouw-tung di tangan kanan dan tasbih di tangan kiri, dimana tongkat menjadi alat penyerang dan tasbih alat penangkis, kini dengan mainkan tongkatnya saja kelihaiannya sudah berlipat kali melebihi sepasang senjatanya itu. Maka dia lalu tekun memperdalam kepandaiannya bermain tongkat yang kelak akan diturunkan kepada murid tunggalnya, yakni Lai Siang Pok.

Sebetulnya kalau orang mengetahui isi daripada kitab Im-yang Bu-tek Cin-keng yang asli, orang takkan merasa heran mengapa isi kitab yang dibaca Tu Fu itu mendatangkan dua macam ilmu jauh berlainan bagi Hek-i Hui-mo dan Kiu-bwe Coa-li.

Kitab asli Im-yang Bu-tek Cin-keng memang merupakan raja kitab ilmu silat di dunia ini! Di situ terdapat pelajaran pokok dan dasar daripada segala macam gerakan ilmu silat di atas dunia. Ilmu silat dengan tangan kosong maupun dengan senjata yang bagaimanapun juga, kesemuanya berpokok dan berdasar sama, yakni berdasarkan menyerang dan bertahan. Adapun inti sari daripada dua gerakan ini memang menjadi isi daripada Im-yang Bu-tek Cin-keng yang asli!

**** 050 ****





Tidak ada komentar :