*

*

Ads

Kamis, 27 Desember 2018

Pendekar Sakti Jilid 051

Baiklah kita tinggalkan dulu Siang Pok yang digembleng oleh suhunya yakni Hek-i Hui-mo di Pegunungan Tibet, juga kita biarkan dulu Sui Ceng yang tekun menerima latihan-latihan dari gurunya, Kiu-bwe Coa-li di Pegunungan Wu-yi-san di daerah selatan.

Sekarang lebih baik kita menengok keadaan Lu Kwan Cu yang melakukan perantauan bersama gurunya, Ang-bin Sin-kai.

Kekalahannya yang berturut-turut menghadapi The Kun Beng dan Gouw Swi Kiat murid-murid Pak-lo-sian Siangkoan Hai, kemudian kekalahannya pula dari Lu Tong murid Jeng-kin-jiu Kak Thong Taisu, tidak mengecewakan hati Kwan Cu, bahkan merupakan dorongan kepadanya untuk berlatih makin giat dan tekun.

Juga dia melanjutkan perjalanan menuju ke Bukit Liang-san untuk mencari gua tempat mendiang Gui Tin menyimpan buku-bukunya. Ang-bin Sin-kai menuruti saja kehendak muridnya yang hendak mencari gunung itu.

“Kitab-kitab macam apakah yang dapat ditinggalkan oleh seorang sastrawan kepadamu?” hanya demikian kata-katanya mencemoohkan. “Paling hebat hanya kitab-kitab Susi Ngokeng dan kitab-kitab kuno penuh oleh tulisan kosong tentang adat-istiadat, tentang prikebajikan dan prikemanusiaan yang kosong melompong!”

Mendengar omongan gurunya ini, Kwan Cu menyatakan tidak setujunya.
“Suhu, mengapa soal-soal tentang prikebajikan dan prikemanusiaan Suhu anggap pelajaran yang kosong melompong? Bukankah manusia di dunia ini perlu sekali akan pelajaran serupa itu agar hidupnya tidak terlalu tersesat dan jahat?”

Ang-bin Sin-kai tertawa bergelak mendengar ucapan muridnya ini.
“Kwan Cu, pelajaran tentang prikebajikan memang kosong melompong dan hanya pekerjaan orang-orang malas yang mengaku diri suci dan berjasa terhadap manusia. Siapakah orangnya yang tidak tahu bahwa mencuri dianggap jahat? Namun tetap saja mereka mengambil barang lain orang. Siapa yang tidak tahu bahwa membunuh dianggap jahat? Namun tetap saja mereka membunuh sesama hidup dengan hati enak saja. Apakah dengan munculnya pelajaran-pelajaran tentang prikebajikan itu dunia menjadi makin bersih? Lihat saja, makin kotorlah batin manusia. Kalau kitab-kitab itu tidak memberi pelajaran tentang jahatnya mencuri, manusia takkan mengenal kata-kata mencuri dan tidak akan ada pencuri di muka bumi ini. Kalau orang tidak membaca dan mendengar tentang pelajaran prikebajikan yang menyatakan bahwa membunuh itu tidak baik, orang tidak akan mengenal kata-kata membunuh dan tidak akan ada pembunuh. Kalau orang tidak mendengar sebutan kejahatan dari dalam kitab, orang takkan mengenal pula kata-kata kejahatan dan tidak akan ada kejahatan di dalam dunia ini!”

Kepala Kwan Cu yang gundul itu menjadi makin kelimis karena dia mempergunakan otaknya untuk membuka arti ucapan gurunya yang sukar dimengerti itu.

“Kalau begitu, dunia akan kacau, Suhu. Tanpa ada pengertian tentang kejahatan, orang tidak akan takut berbuat sekehendak hatinya!”

“Bodoh, berbuat sekehendak hati adalah perbuatan yang tidak jahat! Kau kira dengan pelajaran yang memenuhi otak-otak tentang kejahatan dan segala macam omong kosong itu, akan membuat dunia menjadi baik dan aman? Tengok saja, dimana terjadinya kejahatan-kejahatan besar? Bukan di dusun-dusun yang ditempati oleh orang-orang yang masih sederhana pikiran dan hatinya, yang belum banyak mengenal tentang pelajaran prikebajikan yang dalam pandangan orang-orang kota masih dianggap bodoh! Di dalam ketidak mengertian mereka tentang kejahatan itu, mereka bersih!”

“Suhu terpengaruh oleh filsafat Lo Cu!” tiba-tiba Kwan Cu berseru karena anak yang cerdik ini memang sudah hafal akan semua isi kitab kuno dan pelajaran tentang filsafat dan kebatinan.

“Bukan terpengaruh, hanya aku setuju dengan pendirian Lo Cu tentang itu. Orang-orang besar yang membuat kitab-kitab itu telah berlaku terlalu sombong, hendak mendahului kehendak alam, hendak menggantikan kedudukan alam mengadakan perubahan besar dalam watak manusia. Padahal watak manusia itu memang baik seperti watak seluruh isi alam yang suci. Watak manusia seperti air telaga yang tenang, sekali dikacau, akan bergelombanglah air itu dan menjadi kacau dan tidak aman lagi. Pengertian tentang apa yang disebut baik dan jahat, menimbulkan nafsu dalam diri manusia dan pada sekarang ini, dunia kemanusiaan dirajai oleh maha raja nafsu, manusianya sendiri hanya menjadi hamba sahaya dan hulubalang yang taat dan setia kepadanya! Nafsulah yang menggerakkan manusia mencuri, membunuh, menipu, dan melakukan kejahatan-kejahatan lain, dan nafsu ini dipupuk dan diperkuat oleh pengertian tentang baik dan buruknya yang diajarkan oleh kitab-kitabmu itu! Anggap emas seperti batu karang, siapa yang sudi mencuri emas? Dengan pengertian tentang baik buruk, tentang dosa dan suci, manusia telah dibentuk menjadi makhluk yang paling kotor dan jahat di dunia ini.”

Kwan Cu mengerutkan keningnya.
“Akan tetapi, Suhu, bukankah itu sebaliknya? Manusia adalah makhluk yang paling pandai dan baik. Bukan hanya di antara manusia terjadi saling bunuh, bukankah binatang juga sering kali membunuh sesamanya?”






Ang-bin Sin-kai memandang kepada muridnya dengan mata terbelalak lebar.
“Anak bodoh, kau tahu apa? Binatang-binatang membunuh bukan seperti manusia membunuh! Manusia membunuh sesama manusia hanya terdorong oleh iblis, terdorong oleh dendam, benci, marah, dan sakit hati karena dirugikan, baik nama maupun hartanya. Pernahkah kau mendengar binatang membunuh karena perasaan-perasaan jahat ini? Harimau boleh jadi setiap hari membunuh binatang lain, akan tetapi itu adalah kehendak alam yang telah memastikan bahwa harimau tidak bisa makan rumput, melainkan harus makan daging atau darah.”

“Akan tetapi, Suhu. Kalau semua manusia menurutkan ajaran Lo Cu semenjak dahulu, teecu kira dunia akan menjadi sunyi, dan tidak akan terdapat kemajuan seperti sekarang ini. Manusia mungkin masih akan menjadi makhluk-makhluk telanjang yang hidup di gua-gua, tiada lain kerjanya hanya makan dan tidur!”

“Kau sombong!” Ang-bin Sin-kai berteriak dengan muka yang merah itu menjadi makin merah. “Berani kau mendahului pertumbuhan alam? Memang mungkin sekali tidak akan ada kemajuan duniawi seperti sekarang, akan tetapi juga tidak akan ada kejahatan seperti sekarang! Tentang kemajuan, hanya setelah kata-kata itu diciptakan orang maka mengenalnya. Coba kau tengok pohon siong itu. Ribuan tahun yang lalu keadaannya masih sama saja seperti sekarang, akan tetapi, katakan, hai bocah gundul sombong, siapakah yang dapat menyatakan bahwa pohon itu tidak mempunyai kemajuan? Lihat burung yang terbang itu. Seribu tahun yang lalu bangsanya pun berbuat seperti itu. Apakah sekarang dia kelihatan sudah terlalu kuno dan tidak menarik lagi? Kwan Cu, kau hanya memandang kulit saja, tidak melihat isi. Kemajuan lahir saja tiada artinya tanpa dibarengi kemajuan batin, karena lahir itu tidak kekal adanya.”

Sekarang Kwan Cu benar-benar kelihatan pusing dan teringatlah Ang-bin Sin-kai bahwa Kwan Cu hanyalah seorang kanak-kanak yang masih belum dapat menerima semua filsafat hidup ini. Ang-bin Sin-kai menarik napas panjang dan dia seakan-akan baru kembali ke atas bumi dari perantauannya di awang-awang yang membuatnya lupa akan segala itu.

“Sudahlah, Kwan Cu. Mari kita melanjutkan perjalanan. Kalau dipikir-pikir, aku sendiri pun ingin sekali tahu buku-bulu apa yang disimpan oleh mendiang Gui Tin di atas Bukit Liang-san itu.”

“Buku-buku yang lainnya, teecu pun tidak menghendakinya, Suhu. Hanya sebuah buku yang perlu sekali bagi teecu karena sudah dipesankan oleh Gui-sianseng kepada teecu. Yakni buku sejarah kuno di mana teecu akan membaca tentang kitab Im-yang Bu-tek Cin-keng yang asli! Dari buku itulah teecu akan mendapat petunjuk dimana teecu dapat mencari kitab rahasia itu.”

Ang-bin Sin-kai tertegun dan mukanya berubah.
“Kitab Im-yang Bu-tek Cin-keng?” Ia mengulang setengah tidak percaya.

Kwan Cu mengangguk.
“Memang kitab yang dahulu itu kitab tiruan yang sengaja di palsukan, Suhu. Aslinya masih disimpan baik-baik, kata Gui-sianseng, kitab itu berada di atas sebuah pulau kosong yang sukar dicari. Hanya bisa didapatkan dengan pertolongan kitab sejarah yang disimpan oleh Gui-sianseng.”

“Kwan Cu, kalau begitu kau benar-benar berjodoh dengan kitab Im-yang Bu-tek Cin-keng! Hayo kita percepat jalan agar segera dapat menemukan kitab itu, muridku!”

Ketika Ang-bin Sin-kai memandang kepada muridnya dan bertemu pandang, mukanya yang merah berubah pucat karena dia marah.

“Kwan Cu! Kau kira aku mempunyai pikiran buruk? Aku sudah bersumpah takkan mempelajari Im-yang Bu-tek Cin-keng dan aku Lu Sin selamanya akan memegang teguh sumpahku!”

Kwan Cu terkejut sekali dan buru-buru dia berlutut minta maaf. Pandangan mata suhunya benar-benar tajam sekali, karena memang tadi dia memandang dengan curiga kepada suhunya yang disangkanya menginginkan kitab itu.

“Sudahlah, tiada salahnya kau mencurigaiku, karena kalau tidak ingat akan sumpahku, memang aku ingin sekali melihat dan mempelajari Im-yang Bu-tek Cin-keng. Siapa orangnya yang tidak ingin? Sudah berpuluh tahun aku merindukan kitab itu, seperti juga tokoh-tokoh persilatan yang lain. Akan tetapi, aku sudah tua dan tiada gunanya aku mempelajari ilmu silat lain lagi. Kaulah yang perlu mempelajarinya, maka kerinduanku sekarang bukan untuk aku sendiri, melainkan melihat kau dapat mempelajari kitab aneh itu.”

“Terima kasih atas budi kebaikanmu, Suhu.”

“Phuah, budi kebaikan macam manakah? Hayo kita lekas pergi. Aku tahu dimana kau akan dapat melatih gwakang dan memperdalam Sam-hoan-ciang dan Pai-bun-tui-pek-to yang sedang kau pelajari.”

Guru dan murid ini lalu berangkat dan berlari cepat menuju ke Liang-san. Tiga hari kemudian tibalah mereka di sebuah hutan besar dan Ang-bin Sin-kai menghentikan larinya dan berkata,

“Nah, di sini kita dapat beristirahat sambil mencari lawan untuk melatih ilmu silatmu.”

Hutan itu besar dan sunyi sekali. Dimana ada lawan untuk melatih ilmu silat? Kwan Cu memandang ke sana ke mari, akan tetapi keadaan sunyi saja, hanya bergeraknya daun pohon tertiup angin menimbulkan suara gemerisik. Pohon-pohon besar menimbulkan bayangan yang amat teduh dan silir angin membuat mata mengantuk.

Lapat-lapat terdengar suara binatang hutan, dan Kwan Cu merasa heran mengapa suara binatang hutan, kecuali burung dan ayam, yang terdengar hanya geraman harimau belaka.

“Heran sekali, kemanakah perginya keluarga raja hutan?” Ang-bin Sin-kai berkata perlahan. “Biasanya setiap kali aku datang, mereka itu telah beramai-ramai menyambut dengan gigi dan kuku yang runcing!”

Tiba-tiba, seakan-akan menjadi jawaban dari kata-katanya, terdengar bunyi lengkingan suling bambu yang aneh sekali suaranya. Lengking ini amat tinggi dan panjang, kemudian mendadak berubah menjadi irama rendah dengan irama terputus-putus seperti geraman harimau marah.

Berubah wajah Ang-bin Sin-kai mendengar ini.
“Ah, kiranya dia berada di sini. Pantas saja harimau-harimau itu tidak nampak disini.”

“Suhu, siapakah peniup suling yang aneh bunyinya itu?”

“Orang aneh……. orang aneh, dan sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan kita. Dia itulah Hang-houw-siauw Yok-ong (Raja Obat dengan Suling Penakluk Harimau)!”

Akan tetapi Kwan Cu belum pernah mendengar julukan orang yang terdengar aneh ini. Julukan Yok-ong (Raja Obat) saja sudah hebat, apalagi mengerti julukan kedua ini. Bagaimana bisa orang menaklukan harimau dengan suling? Atau, bagaimana suling bisa dipergunakan menjadi penakluk harimau?

Jawabannya segera terlihat olehnya. Dari jurusan barat, kelihatan seorang laki-laki tua berpakaian jubah panjang menutupi kedua kakinya dan sebagian jubah itu terseret di belakangnya, sedang berjalan dengan tindakan perlahan. Ia memegang sebatang suling bambu yang ditiupnya sambil berjalan, matanya memandang lurus ke depan tidak mempedulikan kanan kiri. Juga sama sekali tidak dia mempedulikan apa yang terjadi dibelakangnya, kejadian yang membuat Kwan Cu membuka mata selebar-lebarnya!

Ternyata olehnya bahwa di belakang kakek itu, berbaris belasan ekor harimau besar dan buas. Mereka berjalan merupakan barisan di belakang kakek ini dan sebentar-sebentar mengeluarkan geraman. Melihat keadaan ini, tahulah Kwan Cu bahwa binatang-binatang buas itu ternyata telah tertarik dan berada di bawah pengaruh suara suling yang aneh itu. Pantas saja disebut Hang-houw-siauw (Suling Penakluk Harimau). Kwan Cu benar-benar merasa aneh sekali. Dia sudah sering kali mendengar tentang suling yang suaranya dapat mempengaruhi ular, akan tetapi harimau?

“Ha, ha, ha, Hang-houw-siauw Yok-ong benar-benar tabah sekali!” Ang-bin Sin-kai memuji. “Hanya dengan suara suling dapat menundukkan belasan raja hutan, benar-benar aku Ang-bin Sin-kai tidak mampu melakukannya!”

Melihat munculnya seorang anak laki-laki gundul bersama Ang-bin Sin-kai, untuk sesaat kakek berjubah panjang itu lupa meniup sulingnya dan dia memandang kepada kakek pengemis itu.

“Aha, kiranya Ang-bin Sin-kai si manusia sadar!” Memang Yok-ong ini amat mengagumi Ang-bin Sin-kai dan selalu menyebutnya manusia sadar. “Selagi jalan halus sempat dan dapat dipergunakan, mengapa memakai jalan kasar?”






Tidak ada komentar :