*

*

Ads

Kamis, 16 Mei 2019

Pendekar Bodoh Jilid 078

Kedua iblis ini memang suka sekali bertempur, dan asal mereka bisa bertempur dan membunuh banyak orang, tidak peduli lagi apa alasannya, mereka sudah cukup merasa senang dan puas! Inilah sifat aneh yang membuat kedua orang ini disebut Iblis Putih dan Iblis Hitam!

Sedangkan Kwee An yang juga tidak mengerti sebab-sebab pertempuran, hanya bertindak untuk menolong kedua orang kawannya itu. Kini melihat kedua orang itu lari ke laut, ia menjadi menyesal akan tetapi tidak berdaya untuk mencegah kedua iblis itu mengamuk dan melakukan pembunuhan besar-besaran.

Tak lama kemudian, habislah ketiga puluh enam orang pendeta Sakia Buddha ini berikut Pangeran Vayami terbunuh mati semua oleh Hek Mo-ko dan Pek Mo-ko! Sambil tertawa bergelak-gelak kedua iblis ini lalu menendangi mayat-mayat itu ke dalam laut.

Pangeran Vayami yang bernasib malang itu sampai tidak mengetahui bagaimana hasil dari perintahnya kepada anak buahnya untuk mencari emas itu! Kalau ia tahu bahwa anak buahnya tidak mendapatkan emas sepotong pun, jika ia masih hidup pun tentu ia akan jatuh binasa karena kecewa dan menyesal!

Anak buahnya ternyata tak berhasil mendapatkan sedikitpun emas di pulau itu, biarpun sudah berhari-hari mereka mencari-cari, karena di pulau itu tidak terdapat emas sepotong kecil pun! Akan tetapi, mereka mentaati perintah Pangeran Vayami dan ketika melihat peperangan hebat yang terjadi antara barisan Turki melawan barisan dari kaisar, mereka lalu membakar minyak yang memenuhi danau kecil di atas bukit itu! Danau itu mulai terbakar dan bernyala-nyala hebat, akan tetapi hal ini masih belum diketahui oleh kedua fihak yang mabok perang!

Cin Hai mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya untuk berenang secepat mungkin, akan tetapi di dalam air ia tidak seleluasa seperti di darat dimana ia boleh mempergunakan ginkangnya untuk bergerak cepat.

Tidak saja kepandaian renangnya memang kurang sempurna, akan tetapi air laut itu berombak dan ia tidak kuat melawan ombak air hingga tubuhnya hanya maju perlahan saja dan sebentar juga perahu yang dinaiki Ang I Niocu telah jauh meninggalkannya. Keadaan di atas permukaan laut itu lebih gelap lagi dan penunjuk jalan satu-satunya bagi Cin Hai ialah cahaya terang yang memancar keluar dari Bukit Kim-san-to itu.

Ia masih bergulat dengan ombak laut ketika Ang I Niocu sudah lama mendarat dan gadis ini tanpa mempedulikan mereka yang berperang mati-matian, lalu berlari naik ke atas bukit untuk mencari Lin Lin. Ketika ia naik makin tinggi, sungguh luar biasa, karena cahaya terang itu makin menghilang dan keadaan di atas bukit sunyi sekali! Bahkan di atas bukit itu tidak terlihat pohon sama sekali Ang i Niocu berseru keras memanggil,

“Lin Lin…”

Suaranya yang dikerahkan dengan tenaga khikang ini terdengar bergema keras sekali, bahkan terdengar lapat-lapat oleh Cin Hai yang masih berenang di laut!

“Niocu…!”

Cin Hai berseru memanggil karena ia mengenal suara Ang I Niocu. Hatinya bingung dan cemas sekali. Akan tetapi, biarpun ia mengerahkan khikangnya, di dalam air itu suaranya tak terdengar jelas dan menjadi kacau oleh bunyi riak ombak yang menggelora.

“Lin Lin…!” terdengar lagi teriakan Ang I Niocu dan suara ini membangunkan semangat Cin Hai yang lalu mengerahkan tenaganya sehingga ia dapat maju lebih cepat.

Ang I Niocu berlari terus ke atas sambil memanggil nama Lin Lin. Ia sudah berjanji kepada Cin Hai untuk menemukan gadis kekasih pemuda itu, maka ia bertekad takkan kembali sebelum mendapatkan Lin Lin.

Ketika Ang I Niocu tiba di sebuah puncak yang tinggi, tiba-tiba ia memandang ke bawah dan kedua matanya terbelalak dan ia menggunakan kedua tangan untuk menutupi matanya oleh karena tiba-tiba matanya menjadi silau. Di bawah, tak jauh dari situ ia melihat pemandangan yang dahsyat dan menggetarkan sanubarinya.

Di bawah puncak itu ia melihat api besar sekali berkobar-kobar dan bernyala-nyala seakan-akan neraka sendiri terbuka di hadapan kakinya! Inilah danau penuh minyak tanah yang dibakar oleh kaki tangan Pangeran Vayami!

Dengan hati penuh kengerian dan cemas, Ang I Niocu berteriak lagi,
“Lin Lin…! Lin Lin…! Di mana kau…??”






Akan tetapi suara teriakannya yang keras ini seakan-akan hanya menambah besar berkobarnya api yang membakar seluruh danau itu! Ang I Niocu dengan mata terbelalak memandang ke arah api dan tiba-tiba ia melihat seakan-akan bayangan Pangeran Vayami berdiri di tengah-tengah api sambil tersenyum-senyum dan melambai-lambaikan tangan kepadanya!

Ang I Niocu menggigil dengan penuh kengerian dan mukanya penuh keringat. Ia menggosok-gosok kedua matanya akan tetapi bayangan Pangeran Vayami makin jelas saja. Sambil berseru ngeri dan takut, Ang I Niocu berlari ke sana ke mari sambil memekik-mekik memanggil nama Lin Lin,

“Lin Lin…! Lin Lin…! Keluarlah, Lin Lin. Hai-ji menunggu kau…!”

Akan tetapi, sampai serak suaranya memanggil-manggil dengan kerasnya sambil berlari-lari menubruk sana menubruk sini, namun yang dipanggilnya tidak juga menjawab atau muncul.

Nyala api di danau yang membesar dan membubung tinggi itu nampak juga oleh Hai Kong Hosiang dan Kiam Ki Sianjin. Maka Hai Kong Hosiang segera menyerang makin keras kepada Balutin sambil berteriak minta supeknya membantu.

Kiam Ki Sianjin lalu melompat maju dan menyerang Balutin dengan kebutan ujung lengan bajunya yang lebar. Balutin terkejut sekali oleh karena merasa betapa angin sambaran ujung baju itu keras dan luar biasa! Ia mencoba berkelit, akan tetapi serangan susulan dari Kiam Ki Sianjin membuatnya terhuyung-huyung ke belakang dan pada saat itu tongkat ular Hai Kong Hosiang tepat menusuk jalan darah lehernya. Sambil mengeluarkan teriakan keras, Balutin roboh dan tewas!

Kiam Ki Sianjin lalu mengempit tubuh Hai Kong Hosiang dan dengan lari cepat bagaikan terbang, kakek gagu ini meninggalkan tempat pertempuran menuju ke pantai dan keduanya lalu melarikan diri di atas sebuah perahu!

Cin Hai juga melihat membubungnya api yang menjilat-jilat langit dan seakan-akan membakar awan-awan di atas itu. Ia makin bingung dan gelisah, lalu berteriak-teriak sambil berenang cepat-cepat.

“Niocu…! Lin Lin…!” Akan tetapi lagi-lagi suaranya tenggelam ditelan suara ombak menderu.

Pada saat itu, terdengar ledakan yang kerasnya sampai menggetarkan tubuh Cin Hai yang berenang di air! Pemuda ini melihat betapa api yang berkobar di atas bukit itu tiba-tiba saja pecah dan pulau itu dalam sekejap mata menjadi terang oleh karena telah terbakar menjadi lautan api!

Tepat sebagaimana ramalan Pangeran Vayami, pulau itu berubah menjadi neraka! Cin Hai membelalakkan matanya dan pada saat setelah suara menggelegar itu lenyap, ia masih mendengar suara Ang I Niocu lapat-lapat.,

“Lin Lin… Lin Lin… Hai-ji…!”

Cin Hai merasa seakan-akan jantungnya berhenti berdetik dan tenggorokannya seakan-akan tercekik sesuatu! Tiba-tiba, sebagai akibat daripada letusan dahsyat itu, ombak besar datang menggulung dirinya dan tubuhnya terlempar ke atas, lalu diterima lagi oleh ombak dan dibawa hanyut jauh kembali ke tempat semula!

Cin Hai mencoba berseru lagi.
“Niocu… Lin Lin…!” akan tetapi suaranya tak dapat keluar dari kerongkongannya dan ia merasa betapa tubuhnya menjadi lemas dan tidak kuat berenang pula! Perlahan-lahan tubuhnya tenggelam, akan tetapi tiba-tiba ia mendengar suara bisikan.

“Hai-ji… kuatkanlah hatimu… Lin Lin menanti-nantimu…”

Cin Hai terkejut. Inilah suara Ang I Niocu! Cepat ia mengerahkan tenaga dan dapat timbul lagi ke permukaan air. Ia memandang ke sana ke mari mencari-cari, akan tetapi yang nampak hanya ombak dengan kepala ombak keputih-putihan menyambar lagi dan ia terombang-ambing menjadi permainan ombak. Kembali tubuhnya menjadi lemas dan ketika ia telah merasa putus asa tiba-tiba ia melihat bayangan wajah Ang I Niocu di dalam air dan bibir bayangan gadis itu bergerak-gerak dalam bisikan,

“Hai-ji… kuatkanlah hatimu… kuatkanlah, aku mencari Lin Lin untukmu…”

Dengan tenaga terakhir Cin Hai berenang lagi dan tiba-tiba tangannya menyentuh benda keras yang ternyata adalah sebuah perahu kecil yang terbalik. Ia segera mengangkat perahu itu dan membalikkannya, dan itu adalah perahunya yang siang tadi ia naiki bersama Ang I Niocu dan yang telah dilarikan oleh Si Hwesio dan Si Tosu, Ceng Tek Hwesio dan Ceng To Tosu!

Agaknya perahu itu terpukul ombak dan terguling, dan entah bagaimana nasib kedua pendeta itu! Dengan sekuat tenaga Cin Hai mengangkat tubuhnya ke dalam perahu dan akhirnya jatuh pingsan di dalam perahu kecil yang masih terombang-ambing oleh ombak besar itu.

Ternyata bahwa oleh karena pulau itu mengandung minyak yang terbakar dan meletus, maka minyak yang telah menjadi api itu membakar seluruh pulau, bahkan kini minyak yang bernyala-nyala terbawa oleh air sampai di mana-mana hingga seakan-akan laut itu telah terbakar! Daya tekan letusan hebat itu telah menimbulkan gelombang hebat yang susul menyusul dengan dahsyatnya.

Seluruh benda berjiwa maupun tidak, yang berada di atas pulau itu binasa dan terbakar habis. Jangankan mahluk tak bersayap yang tak dapat melarikan diri, sedangkan burung-burung yang berada di pohon pun tak dapat menghindarkan diri dari bencana dan sebelum mereka terbang cukup tinggi, telah terpukul oleh letusan itu dan runtuh ke atas tanah untuk menjadi korban api yang mengamuk hebat.

Perahu kecil yang ditumpangi Cin Hai terdampar ombak dan kembali ke pantai daratan Tiongkok. Ketika Cin Hai siuman dari pingsannya, ia merasa kepalanya masih pening. Pemuda itu bangkit perlahan dan ternyata ia telah berada di dalam perahu kecil itu semalam penuh oleh karena waktu itu telah menjelang pagi! Karena melihat bahwa dekat dengan pantai, maka Cin Hai lalu melompat turun ke air yang dangkal dan berlari cepat ke pantai.

Tiba-tiba ia mendengar suara luar biasa, teriakan yang dibarengi suara senjata beradu! Ia cepat berlari menuju ke arah suara itu dan menjadi kaget berbareng girang melihat bahwa di sebelah kiri, dekat pantai di mana air laut masih bergelombang memukul batu-batu karang, di situ terdapat dua orang yang sedang bertempur hebat!

Ketika ia telah datang dekat, maka yang bertempur itu adalah Hek Mo-ko melawan Pek Mo-ko. Inilah yang membuat ia kaget dan heran, sedangkan yang membuat hatinya memukul girang adalah ketika ia melihat bahwa di dekat tempat pertempuran itu, empat orang sedang berdiri sebagai penonton, yaitu bukan lain Kwee An, Biauw Suthai, Pek I Toanio dan Si Nelayan Cengeng!

Melihat hadirnya Si Nelayan Cengeng di situlah yang membuat hati Cin Hai berdebar girang sekali, karena bukankah Lin Lin bersama-sama dengan nelayan tua itu? Akan tetapi hatinya kecut dan cemas kembali, karena ia tidak melihat Lin Lin dan Ma Hoa berada di situ!

Cin Hai lalu berlari keras menghampiri mereka dan tanpa mempedulikan orang lain maupun yang sedang bertempur, ia lalu menghampiri Kong Hwat Tojin Si Nelayan Cengeng dan terus menjatuhkan diri berlutut sambil bertanya dengan suara tak sabar,

“Locianpwe, di mana adanya Lin Lin?”

Kedatangan pemuda ini sama sekali di luar dugaan Nelayan Cengeng dan yang lain-lain, maka mereka berempat lalu mengurung pemuda ini, hanya Pek Mo-ko dan Hek Mo-ko yang tidak ambil peduli dan terus bertempur dengan hebat dan mati-matian!

“Locianpwe, bagaimana dengan Lin Lin?” tanya pula Cin Hai dengan muka pucat dan tubuh menggigil karena terdorong oleh gelora hatinya yang penuh kecemasan.

“Ah, Cin Hai… engkau selamatkah…?” tanya Si Nelayan Cengeng dengan terharu sekali, kemudian melihat keadaan pemuda itu yang amat mengkhawatirkan ia segera menyambung. “Lin Lin dan Ma Moa selamat, mereka berdua pergi dengan Yousuf!”

Mendengar betapa Lin Lin selamat, Cin Hai tiba-tiba menangis tersedu-sedu, menggunakan kedua tangan menutupi mukanya dan setelah menjerit perlahan,

“Lin Lin… ah, Niocu…!” lalu pemuda itu jatuh pingsan lagi!

Semua orang sibuk sekali, terutama Kwee An yang terus memeluk tubuh kawannya itu dan memijat-mijat belakang kepala Cin Hai hingga tak lama kemudian pemuda ini sadar kembali dalam pelukan Kwee An. Melihat Kwee An, Cin Hai lalu membalas memeluk dan pemuda ini menangis lagi.

Seribu satu macam hal yang telah berada di ujung lidah mereka hendak diceritakan dan ditanyakan kepada Cin Hai, akan tetapi kini mereka terganggu oleh pertempuran hebat di dekat mereka.






Tidak ada komentar :