*

*

Ads

Selasa, 18 Desember 2018

Pendekar Sakti Jilid 032

Namun, Pek-cilan tidak gentar sedikit pun juga.
“Perampok busuk, siapa takut dengan senjata-senjatamu?” bentaknya dan cepat ia merendahkan tubuh untuk menghindarkan kepala dari sambaran ruyung, dan golok yang menyambar ke arah kakinya itu dapat di tendangnya secara luar biasa sekali!

Memang Loan Eng memiliki ilmu tendang yang hebat sehingga nyonya muda ini berani menghadapi senjata musuh yang tajam atau runcing dengan kedua kakinya! Adapun tombak yang menusuk ke arah perutnya dapat di babat putus dengan pedangnya.

“Gerombolan perampok, hari ini aku harus dapat membasmi kamu semua!”

Loan Eng berseru dan hendak menerjang pintu yang berada di kamar itu? Akan tetapi, tiba-tiba saja dari langit-langit kamar menyambar turun semacam jala yang lebarnya memenuhi kamar itu, Loan Eng terkejut sekali dan hendak melompat keluar dari kamar itu, namun tidak keburu. Sebelum ia tiba di pintu tadi, jala itu sudah menerkamnya dan ternyata bahwa itu bukanlah jala biasa melainkan jala yang terbuat daripada kawat-kawat baja yang lemas namun kuat sekali!

Untuk beberapa lamanya, Loan Eng menjadi bingung dan gelagapan. Ia meronta-ronta ke sana ke mari di dalam jala, seperti seekor ikan emas dalam jala seorang nelayan. Makin keras Loan Eng meronta, makin erat pula jala baja itu menekan tubuhnya!

Pendekar wanita ini lalu diam tak bergerak. Otaknya yang cerdik bekerja keras. Ia tidak boleh gugup menghadapi bahaya ini, kemudian ia menggunakan pedangnya, digosokkan pada kawat jala seperti orang orang menggergaji. Dengan pengerahan tenaga lweekangnya, ia berhasil dan kawat itu putus!

Loan Eng girang sekali dan bekerja terus. Tak lama kemudian, ia telah dapat membikin putus beberapa helai kawat jala dan kini ia akan mudah saja dapat menerobos keluar dari jala yang sudah bocor itu.

Akan tetapi ia tidak mau keluar, bahkan memegangi bagian jala yang yang sudah rantas, karena ia mendengar suara orang mendatangi.

Muncullah dari pintu depan dengan seorang anggauta gerombolan yang tertawa-tawa.
“Ha, ha, ha, aku dapat menangkap seekor ikan duyung!” serunya girang. “Aduh cantiknya! Manis, kalau kau berjanji mau menjadi biniku, aku akan melepaskan kau dari jala itu. Ha, ha, ha!”

Akan tetapi tiba-tiba dia menjadi pucat dan selanjutnya dia takkan dapat tertawa atau menangis lagi karena pada saat dia tertawa tadi, Loan Eng sudah menerobos keluar dan sekali pedangnya berkelebat, tubuh anggauta gerombolan ini sudah putus menjadi dua bagian pinggangnya!

Dengan marah sekali Loan Eng lalu menendang pintu dalam kamar itu yang menjadi pecah dan terbuka. Di situ ia melihat pemandangan yang bikin alisnya terangkat naik dan giginya digigitkan.

Ternyata di balik pintu itu adalah sebuah ruangan yang luas dan di seberang sana ia melihat seorang wanita yang pakaiannya cobak-cabik sedang di seret-seret oleh Sin Houw, kepala perampok ke dua. Wanita itu masih muda sekali, mukanya pucat dan air matanya mengalir membasahi pipinya. Rambutnya yang hitam panjang itu terurai dan kini dijambak oleh Sin Houw yang menyeretnya ke arah lain.

“Jahanam keparat!”

Loan Eng memaki dan cepat ia berlari mengejar. Akan tetapi, celaka sekali baginya! Tidak tahunya bahwa Sin Houw sengaja berlaku kejam kepada wanita itu, yakni seorang di antara banyak wanita yang diculik oleh gerombolan, hanya dengan maksud agar Loan Eng menjadi marah, kurang hati-hati dan mengejarnya.

Ketika pendekar wanita ini berlari mengejar sampai di tengah-tengah ruangan itu, tiba-tiba permadani yang diinjaknya menyeplos kebawah! Di situ tidak ada lantainya sama sekali dan merupakan lobang yang besarnya ada sepuluh kaki segi empat dan dalam sekali, hanya ditutupi luarnya dengan permadani tebal. Tentu saja kalau diinjak lalu nyeplos ke bawah berikut permadaninya!

Bukan main kagetnya hati Loan Eng, bukan karena kejatuhan itu, melainkan karena yang menerima tubuhnya di bawah adalah air yang dingin! Ia masih berusaha berpegang pada permadani yang tebal dan lebar itu, akan tetapi permadani itu berat sekali dan setelah terkena air, terus saja tenggelam!

Loan Eng terpaksa cepat-cepat melepaskan pegangannya dan merasa betapa tubuhnya akan tenggelam terus. Bukan main dalamnya sumur yang lebar sekali ini dan ia tidak pandai berenang!






Pada saat itu, air bergolak dan permadani tadi sudah tenggelam, kini tersembul kembali dengan cepatnya. Air muncrat tinggi dan pucatlah muka Loan Eng ketika melihat ujung ekor ikan yang besar!

Ternyata bahwa di dalam sumur lebar itu hidup seekor ikan yang besar dan tadi menjadi marah karena permadani itu tenggelam. Sekarang ikan itu mengamuk dan menyerang permadani tadi. Terdengar suara kain robek dan sebentar saja permadani itu cobak-cabik.

Ketika Loan Eng merasa tubuhnya hampir tenggelam, pendekar wanita ini menendang-nendangkan kedua kakinya ke bawah dan mumbul kembalilah dia. Cepat ia mengerahkan tenaganya menusuk dinding sumur dengan pedangnya yang tak pernah lepas dari tangannya. Biarpun dinding sumur itu berbatu dan keras, namun pedang Loan Eng dengan mudah menancap sampai setengahnya.

Kini nyonya muda itu mempunyai pegangan, yakni gagang pedangnya dan karena tubuh di dalam air menjadi ringan sekali, maka ia dapat mengambang sambil berpegang pada pedangnya.

Akan tetapi, setelah bahaya tenggelam tertolong, kini datang bahaya yang lebih hebat lagi, yaitu ikan itu! Beberapa kali kepala ikan tersembul dan ngeri sekali hati Loan Eng melihatnya. Ikan itu di depan mulutnya mempunyai sebatang senjata runcing seperti tombak dan tahulah Loan Eng bahwa itu ikan cucut yang jahat dan suka makan orang!

“Celaka,” pikirnya dengan hati berdebar.

Kalau ia berada di darat, biarpun ada sepuluh ekor binatang macam ini, ia takkan merasa jerih. Akan tetapi, karena ia tidak berdaya dan di dalam air kepandaiannya tiada gunanya lagi, tentu saja bahaya yang kini ia hadapi adalah bahaya maut yang sukar dielakkan lagi.

“Betapapun juga, aku harus dapat melawannya,” pikir Loan Eng dengan gemas.

Cepat nyonya muda ini mengerahkan tenaga lweekangnya dan dengan tangan kiri berpegang pada gagang pedang, jari-jari tangan kanannya ditusukkan kepada dinding sumur.

Hebat juga tenaga lweekang nyonya ini karena biarpun ia merasa ujung jari-jari tangannya sakit, namun ia berhasil mencengkeram dinding itu dan membuat lobang di mana ia bisa memegang atau menjadikan sebagai tempat tangannya berpegang pada lekukan lobang. Lalu ia cepat mencabut pedang dengan tangan kanan karena ia melihat air berombak dan ikan itu muncul lagi!

Bukan main dahsyatnya ikan itu. Panjangnya ada empat kaki dan kini ia menjadi marah sekali. Ketika ia melihat seorang manusia terapung, ia lalu menyerang dengan tombak di depan mulutnya dengan kecepatan luar biasa!

Loan Eng sudah bersiap sedia dan cepat ia menggerakkan pedangnya menangkis tombak itu. Ia merasa seluruh lengannya kaku tergetar saking kuatnya ikan itu menyerang. Akan tetapi ia tidak mengira bahwa ikan itu benar-benar cerdik, karena berbareng dengan memutarnya tubuhnya karena tangkisan tadi, ekornya menyabet ke depan!

Sebetulnya, serangan ini bagi Loan Eng tidak hebat sekali, yang celaka adalah air yang muncrat ke arah mukanya sehingga dia sukar membuka mata! Akan tetapi, nyonya ini masih sempat menggerakkan pedang, diputar depannya dan ketika ekor itu menyabet, terlukalah tubuh ikan itu oleh ujung pedang yang runcing tajam.

Namun, berbareng dengan tubuh ikan yang meronta kesakitan, terdengar suara kain yang memberebet dan pecahlah ujung lengan baju Loan Eng terkena sambaran ekor. Hebat sekali karena ujung lengan baju itu membelit pada ekor sehingga ketika ikan itu meluncur pergi, terdengar suara kain terobek dan robek semuanya pakaian Loan Eng bagian atas!

Pendekar wanita ini bingung sekali. Bajunya terlepas dan terobek dari tubuhnya, terbawa oleh ikan itu sehingga tubuhnya bagian atas hanya tertutup oleh pakaian dalam yang sempit dan tipis sehingga ia dalam keadaan setengah telanjang.

“Bedebah! Kau harus mampus!” seru Loan Eng dengan marah sekali, akan tetapi berbareng ia pun menjadi merah mukanya saking malu dan jengah.

Seandainya ia tertolong dan dapat keluar dari sumur ini, bagaimana ia berani bertemu dengan orang?

Ikan itu kini tidak berani menyerang, tubuhnya berputar-putar karena ekornya terasa sakit sekali. Air sumur itu mulai menjadi kemerahan karena darahnya dan Loan Eng hampir menjadi pingsan oleh bau amis yang memuakkan perutnya. Ia mengincar dan bersiap-siap.

Ketika ikan itu berenang berputaran dan dekat dengan dia, cepat sekali pedangnya ia gerakkan ke arah perut, menusuk kuat-kuat lalu menggerakkan pedang ke belakang tubuh ikan sehingga perut itu terbelah!

Ikan itu meronta-ronta hebat sekali, air muncrat dan tubuh Loan Eng bergerak-gerak karena gelombang air. Akan tetapi hanya sebentar karena perut ikan itu telah terbuka dan isi perutnya berhamburan keluar. Matilah binantang itu.

Akan tetapi, air menjadi makin merah dan bau amis tak tertahankan lagi. Ia mengeluh dan pegangannya pada lobang di dinding sumur makin mengendur. Ia masih ingat untuk menancapkan pedang pada dinding sekuatnya dan kini ia dapat berpegang pada gagang pedang lagi.

Demikianlah, pendekar wanita ini bergantung pada gagang pedang dalam keadaan setengah pingsan. Ia mulai putus asa karena tidak melihat jalan keluar sama sekali. Tubuhnya kedinginan, karena dalam keadaan setengah telanjang itu, air yang dingin bagaikan menyusup ke dalam tulang-tulangnya.

Pada saat yang amat berbahaya ini, tiba-tiba dari atas sumur terayun sehelai tambang dan terdengar suara orang.

“He, kawan yang berada di bawah. Lekas berpegang pada tambang!”

Pikiran Loan Eng sudah nanar dan pening. Ia tidak teringat akan apa-apa lagi tidak ingat akan keadaan tubuhnya yang setengah telanjang. Melihat tambang terayun di dekatnya, ia cepat menyambar, mencabut pedangnya dan bergantung pada tambang itu.

Bau amis membuat dia muak dan lemah sehingga ia tidak kuasa lagi untuk merayap melalui tambang. Perlahan-lahan, tambang itu ditarik orang ke atas dan setibanya di lantai dalam ruang di mana ia tadi terjeblos, Loan Eng yang sudah pening sekali melihat wajah seorang pemuda yang tampan. Ia mempertahankan rasa muaknya, akan tetapi tak tertahankan lagi dan ia muntah-muntah lalu tak sadarkan diri.

Akan tetapi tidak lama ia jatuh pingsan. Ketika ia membuka mata kembali, cepat ia melompat dan pada saat ia melompat itu, terbukalah sehelai baju panjang yang tadi menutupi tubuhnya bagian atas dan dengan kaget Loan Eng melihat betapa tubuhnya bagian atas itu setengah telanjang!

Bukan main kagetnya dan cepat-cepat ia menyambar baju panjang itu dan dikerobongkan pada tubuhnya kembali. Ia menengok dan melihat seorang lelaki berdiri tak jauh dari situ sambil memandangnya dengan senyum!

“Loan Eng, baiknya kau lekas sadar kembali. Aku sudah khawatir karena mereka itu masih mengancam keselamatan kita.”

“Ohhh……..” Loan Eng terkejut sekali dan mukanya menjadi merah seperti kepiting di rebus.

“Kau…… Ong Kiat…..? Bagaimana kau bisa berada di sini…..?”

Orang muda itu tersenyum lagi, wajahnya tampan dan bagi Loan Eng, tidak ada perubahan pada wajah yang dikenalnya baik-baik semenjak masa kanak-kanak itu.

“Tiada waktu bicara sekarang, Loan Eng. Lekas kau pakai pakaian kering ini dan kita bersiap menghadapi mereka!”

Sambil berkata demikian, Ong Kiat lalu melemparkan segulung pakaian wanita kepada Loan Eng, kemudian dia membalikkan tubuhnya, membelakangi Loan Eng.

Makin merah muka Loan Eng. Kalau bukan Ong Kiat yang sudah dipercaya penuh, ia tidak sudi berganti pakaian di dekat orang laki-laki, sungguhpun laki-laki itu telah berdiri membelakanginya.

Namun, ia harus berganti pakaian, karena kalau nanti bertempur melawan gerombolan, bagaimana ia dapat bergerak dengan baju panjang yang mengerobongi tubuhnya yang setengah telanjang itu? Cepat-cepat ia membuka semua pakaiannya dan kalau ada perlombaan berganti pakaian pada waktu itu, pasti Loan Eng akan menjadi juaranya. Demikian cepatnya ia berganti pakaian!






Tidak ada komentar :