*

*

Ads

Kamis, 24 Januari 2019

Pendekar Sakti Jilid 101

Ia membawa peti besi itu ke guanya. Memang selama tiga bulan berada di situ, Kwan Cu telah memilih sebuah gua yang paling besar, gua yang tidak merupakan terowongan dan sinar matahari dapat masuk ke dalamnya, sebagai tempat tinggalnya, dimana dia mengaso dan tidur.

Setelah makan buah-buahan yang dia simpan di dalam gua itu, Kwan Cu mulai mendekati peti besi dan setelah diperiksanya keadaan di luarnya sambil membersihkan tanah yang melengket di situ, dia tidak mendapatkan sesuatu tulisan. Lalu dia membuka tutup peti besi itu dengan amat hati-hati.

Hampir saja dia bersorak girang ketika melihat betapa isi peti itu memang sebuah kitab yang sudah kuning. Jelas kelihatan bahwa ktiab itu terbuat daripada sutera putih yang sudah menguning saking tuanya dan seakan-akan apabila dipegang, kitab itu akan hancur menjadi debu!

Dengan kedua tangan gemetar, Kwan Cu mengulurkan tangan hendak mengambil kitab itu, akan tetapi tiba-tiba mukanya menjadi pucat dan dia menarik kembali tangannya. Keringat dingin membasahi jidatnya, karena dia teringat akan kehebatan kitab Im-yang Bu-tek Cin-keng yang palsu.

Baru kitab palsu itu saja oleh Panglima An Lu Shan telah dipasangi racun yang amat berbahaya sehingga menewaskan seorang tokoh yang berilmu tinggi seperti Hek-mo-ong! Apalagi kitab ini kalau benar-benar kitab Im-yang Bu-tek Cin-keng, tentulah yang aslinya! Siapa tahu kalau-kalau penyimpannya, yakni Liu Pang, juga mempergunakan akal seperti yang telah di lakukan oleh An Lu Shan?

Kwan Cu mengeluarkan sulingnya dan beberapa kali dia menggosok-gosokkan sulingnya itu di atas kitab tua itu. Akan tetapi tidak terjadi sesuatu pada suling itu dan legalah hati Kwan Cu. Ia sudah yakin bahwa kitab itu tidak dipasangi racun jahat, namun ketika dia menjamah dan mengeluarkan kitab itu dari peti, tetap saja kedua tangannya gemetar dan wajahnya tegang sekali. Siapa orangnya yang takkan merasa seperti itu apabila mendapatkan kitab yang diinginkan oleh seluruh tokoh besar di daratan Tiongkok?

Kwan Cu harus berlaku hati-hati. Kitab itu sudah tua sekali dan lembaran-lembarannya yang terbuat daripada sutera itu sudah lapuk. Maka dia meletakkan kitab itu di dalam peti lagi dan hanya berusaha membuka halaman pertama, karena pada kulit muka tidak terdapat tulisan apa-apa.

Setelah halaman pertama dibuka, dia melihat huruf-huruf kuno yang sudah amat dikenalnya, yakni huruf-huruf yang dipergunakan pula untuk menuliskan Im-yang Bu-tek Cin-keng yang palsu dan yang Gui-siucai telah mengerjakannya sampai hafal betul. Dan huruf-huruf ini juga berbunyi: IM-YANG BU-TEK CIN-KENG! Tak terasa lagi dua titik air mata meloncat keluar dan membasahi pipi Kwan Cu. Inilah kitab rahasia Im-yang Bu-tek Cin-keng yang asli!!

Dapat kita bayangkan betapa girang dan terharunya hati Kwan Cu setelah dia mendapat kenyataan bahwa kitab kuno yang dia dapatkan di atas pulau ini betul-betul adalah kitab Im-yang Bu-tek Cin-keng yang asli. Kitab itu diperebutkan oleh tokoh-tokoh besar di dunia kang-ouw, bahkan dicari-cari oleh pembesar. Dia sendiri semenjak dahulu telah merindukan kitab ini, telah ditempuhnya jalan yang amat jauh dan berbahaya. Sekarang, secara kebetulan sekali kitab itu telah berada di tangannya!

Sampai lama sekali Kwan Cu menjatuhkan diri berlutut, bibirnya bergerak-gerak. Ia menghaturkan terima kasihnya kepada Thian Yang Maha Kasih, kepada arwah Gui-siucai yang telah membuka rahasia kitab itu kepadanya. Kemudian dengan amat hati-hati dia mulai mempelajari isi kitab.

Ia harus berlaku hati-hati sekali karena sutera yang tertulis dengan huruf kuno itu sudah amat tua. Baru di buka lembar pertama saja, bagian pinggir yang tersentuh tangannya menjadi hancur!

Bukan itu saja, bahkan bagian tengah lembaran itu yang bergerak ketika dia buka telah menjadi robek-robek. Maka dia mengambil keputusan untuk mempelajari selembar demi selembar, sama sekali tidak berani membuka lembar berikutnya kalau lembar yang dibuka itu belum dihafalnya benar-benar.

Juga dia berlaku amat sopan dan menghormat isi kitab itu yang dianggapnya sebagai kitab suci, untuk menghormat manusia sakti yang menciptanya. Tiap kali hendak membaca kitab itu, dia terlebih dulu berlutut sebagai pernghormatan, dan menjelang malam hari, dia berlutut lagi menghaturkan terima kasih atas segala pelajaran yang telah diterimanya pada hari itu. Hal ini dia lakukan setiap hari!

Pelajaran yang dia dapatkan dari lembaran-lembaran pertama adalah uraian tentang tenaga yang menggerakkan seluruh dunia, yakni tenaga Im dan Yang (Positive dan Negative).

Tentang dua tenaga yang bertentangan namun yang apabila bersatu mendatangkan kekuatan dan daya penggerak di seluruh permukaan bumi ini. Ia mendapat uraian yang amat jelas dan terperinci, disertai contoh-contoh. Kemudian, pada lembar-lembar berikutnya, diterangkan dengan seluasnya tentang unsur tenaga alam yang terdiri dari ngo-heng (lima zat).






Kitab itu bukanlah kitab biasa dan untuk mempelajari isinya dibutuhkan kecerdikan yang luar biasa dan bakat yang amat besar. Kwan Cu mengerahkan seluruh tenaga otaknya dan mencurahkan seluruh perhatiannya. Tidak satu pun dilewatkannya, tidak sebaris pun kalimat dialpakannya. Semua dia telan bulat-bulat dan diolah di dalam otaknya yang memang cerdik.

Baiknya dia berlaku hati-hati, karena ternyata kemudian olehnya betapa setiap kali dia membalikkan lembar berikutnya, lembar yang terdahulu tergencet dan menjadi hancur! Jelasnya, setiap lembar yang sudah dipelajarinya takkan mungkin dibacanya kembali karena sudah rusak. Orang lain takkan dapat membaca kitab itu setelah dia membaca habis, karena kitab itu akan merupakan kitab rusak yang hampir menjadi debu.

Pelajaran-pelajaran berikutnya merupakan uraian-uraian tentang cara mempergunakan tenaga-tenaga Im dan Yang di dalam tubuh sehingga hawa di dalam tubuh yang merupakan tenaga tersembunyi dapat dikuasai dengan baik. Terdapat pula pelajaran tentang samadhi dan mengatur pernapasan, tentang cara mengugah panca indera di dalam batin sehingga panca indera di tubuh menjadi kuat dan tajam.

Semua pelajaran ini di sertai penjelasan-penjelasan terperinci tentang sebab-sebab dan akibatnya, sehingga amat jelas bagi Kwan Cu. Pernah dia menerima latihan samadhi dan pengerahan tenaga lweekang dari Ang-bin Sin-kai, akan tetapi pelajaran itu hanya merupakan pelajaran yang sudah mati, yang dilakukannya sebagai tiruan atau jiplakan belaka. Sekarang baru dia mengerti mengapa segala macam tenaga yang tersembunyi di dalam tubuh itu dapat timbul.

Sampai setahun lebih Kwan Cu jarang sekali keluar dari dalam guanya kalau tidak sangat lapar perutnya. Jarang pula dia tidur kalau tidak sudah amat mengantuk tak tertahankan lagi matanya. Tubuhnya menjadi kurus kering dan matanya cekung. Setelah makan waktu setahun lebih, barulah selesai bagian melatih samadhi dan pernapasan yang selain dipelajari teorinya, juga dipraktekkan setiap saat.

Kemudian mulailah kitab itu mengurai tentang ilmu silat! Bukan main hebatnya. Di situ dibentangkan tentang ilmu-silat-ilmu silat yang sudah ada dan dimiliki manusia, ilmu silat-ilmu silat tinggi yang dibuat partai-partai persilatan menjadi termasyhur, seperti ilmu silat dari Go-bi-pai, Kun-lun-pai, Hoa-san-pai, Bu-tong-pai dan lain-lain.

Akan tetapi, yang diajarkan di situ hanya rahasia pokok dan dasar dari semua ilmu silat itu. Ternyata pula bahwa lukisan-lukisan di dinding gua-gua dan terowongan itu adalah ilmu-ilmu silat dari berbagai cabang persilatan ini, memperlihatkan perbedaan-perbedaan yang ternyata hanya pada variasi dan kembangan belaka. Adapun pada dasarnya semua gerakan ilmu silat adalah serupa dan berasal dari satu sumber!

Untuk memperdalam pengertiannya, Kwan Cu meneliti semua lukisan di dinding gua-gua dan terowongan-terowongan itu, mempelajarinya dengan penuh perhatian. Setelah dia mulai dapat menangkap apa yang disebut pokok dasar gerakan ilmu silat tinggi, matanya terbuka dan amat mudahlah baginya untuk mempelajari ilmu-ilmu silat itu.

Ia mempraktekkannya dengan melatih diri, meniru semua gerakan ilmu silat dari berbagai cabang itu dan alangkah girangnya ketika dia dapat mainkan ilmu silat-ilmu silat itu dengan amat mudahnya! Tanpa disadarinya, dia telah maju sekali dalam gerakan yang terdorong oleh tingginya tenaga lweekang dan khikang, serta tanpa terasa latihan napas telah membuat ginkangnya istimewa sekali.

Pada suatu hari, selagi dia melatih seorang diri di dekat pantai laut pulau kosong yang berpohon putih itu, tiba-tiba dia mendengar suara gaduh seperti dahulu pernah didengarnya ketika dia mula-mula naik perahu melintasi lautan ganjil itu.

Ia tidak mempedulikan suara ini dan terus saja berlatih silat berganti-ganti gerakan dan dia mainkan pelbagai ilmu silat tinggi dari Kun-lun-pai dan Bu-tong-pai. Tiba-tiba datang angin bertiup keras sekali, dibarengi suara mendesis hebat dan air laut di tepi pantai bergelombang seakan-akan Hai-liong-ong (Raja Naga Laut) sendiri hendak keluar dari dasar laut!

Namun, Kwan Cu seperti tidak mendengar semua ini dan tidak merasai sambaran angin pohon yang demikian hebatnya, yang membuat pohon-pohon besar di pulau itu menjadi doyong. Orang biasa saja apabila kebetulan berada di situ, pasti akan melayang terbawa angin badai yang luar biasa kuatnya.

Akan tetapi, Kwan Cu tetap bersilat dengan penuh semangat, sama sekali tidak merasa betapa pakaiannya sedikit demi sedikit mulai meninggalkan tubuhnya karena terbawa oleh angin dan saking kerasnya angin, pakaiannya itu mulai robek-robek dan melayang entah kemana perginya.

Tanpa di ketahui oleh Kwan Cu, air laut mulai naik ke gelombang besar membuat air makin mendekati tempat dia bermain silat! Akhirnya setelah air menyentuh kakinya, barulah pemuda ini terkejut, seakan-akan air itu menyerangnya. Otomatis dia melompat untuk mengelak dan otomatis pula dia menendang ke arah air. Air itu muncrat dan terpental saking kerasnya tenaga tendangannya.

Pemuda itu kini melihat ombak besar mendarat di pantai. Makin gembiralah hati Kwan Cu. Seperti Ang-bin Sin-kai gurunya yang suka bercanda dengan laut, dia kini menghadapi ombak, bahkan dia menerjang maju melawan ombak! Hebat sekali pemuda ini. Setiap kali ombak besar menyerangnya, bukan dia terdorong roboh, bahkan air yang terdampar kepadanya dan yang dipukul atau ditendangnya, menjadi buyar!

Akan tetapi, makin lama makin hebatlah air menaik sehingga terpaksa Kwan Cu main mundur, terdesak oleh air yang makin lama makin dalam, siap untuk menelan tubuhnya. Pula, baru sekarang dia merasa betapa tubuhnya sudah setengah telanjang, karena pakaiannya telah robek sana sini dan ujungnya sudah hilang semua entah terbang kemana!

Angin bertiup makin keras dan ketika dia memandang ke arah laut, Kwan Cu membelalakkan matamya. Laut menjadi demikian buas, dan airnya berombak-ombak tinggi disertai uap yang hitam menggelapkan langit di atas laut.

Mulai takutlah hati Kwan Cu menghadapi kekuasaan alam yang luar biasa ini. Air kini naik makin tinggi seakan-akan hendak menelan pulau itu. Kwan Cu melompat-lompat mundur dan tiba-tiba dia terkejut setengah mati ketika tanah yang diinjaknya bergoyang-goyang, miring ke sana ke mari seakan-akan pulau itu berubah menjadi sebuah perahu yang mengambang!

“Aduh, akan kiamatkah dunia?” serunya kaget dan dia lalu berlari-lari ke guanya.

Dalam berlari ini, beberapa kali dia terhuyung-huyung dan tentu dia sudah jatuh kalau saja ginkangnya tidak luar biasa baiknya. Sambil melompat ke kanan kiri mengimbangi goyangan tanah yang makin menghebat, akhirnya bisa juga dia sampai di dalam guanya.

Ia melihat betapa semua pohon bergoyang-goyang dan daun-daun putih rontok, namun tidak sebatang pun tumbang. Ia tahu bahwa akar-akar pohon berdaun putih itu banyak dan amat dalam, maka tidak mengherankan apabila pohon-pohon itu demikian kuat menghadapi serangan angin yang demikian dahsyatnya.

Sampai sehari semalam Kwan Cu berdiam di dalam guanya, serasa mabuk dan beberapa kali dia mau muntah-muntah, baiknya dia cepat mengerahkan hawa di dalam tubuhnya untuk menekan perut sehingga isi perutnya tidak terlalu tergoyang oleh “gempa bumi” yang tiada habisnya itu seakan-akan pulau akan meletus setiap saat!

Gua itu sendiri dindingnya sampai retak-retak, sehingga pemuda itu khawatir kalau-kalau gambar-gambar di dinding itu akan rusak dan pelajarannya terhalang karenanya. Demikian besar perhatian Kwan Cu terhadap pelajarannya sehingga dalam keadaan sehebat itu, dia sama sekali tidak mengkhawatirkan keselamatan dirinya, sebaliknya mengkhawatirkan kalau-kalau pelajarannya akan terhalang atau tertunda.

Akhirnya gempa bumi itu reda dan suara ombak yang bergemuruh juga melenyap. Air tadinya telah sampai di kaki gua di mana Kwan Cu berlindung, hal ini amat mengejutkan hati Kwan Cu karena kejadian ini berarti bahwa air laut telah naik tinggi sekali.

Matahari bersinar kembali, tanah dimana dia berada tidak goyang lagi. Kwan Cu segera keluar setelah menaruh peti kitab dan buntalan pakaiannya yang semenjak kemarin dia peluk saja, terutama peti kitab itu. Ia melihat bekas-bekas air laut di mana-mana basah belaka.

Akan tetapi, tak sebatang pun pohon tumbang, hal ini membanggakan hati pemuda ini. Alangkah kuatnya pohon berdaun putih. Aku harus menjadi seorang manusia sekuat dia! Tidak tumbang oleh gelombang hidup yang betapa berat sekalipun.

Akan tetapi, ketika dia tiba di pantai, dia melihat perahunya telah lenyap. Bukan itu saja, bahkan pulau-pulau kecil yang tadinya dia lihat banyak sekali berada di kanan kiri pulaunya, kini telah berubah arahnya.






Tidak ada komentar :