*

*

Ads

Kamis, 24 Januari 2019

Pendekar Sakti Jilid 103

Sebaliknya, Kwan Cu yang kini sudah berusia dua puluhan itu sama sekali tidak tahu bahwa selama dia pergi, yakni kurang lebih empat tahun dari daratan Tiongkok, di Tiongkok telah terjadi perubahan besar sekali. Telah terjadi hal-hal yang amat hebat!

Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, pada masa itu, Kaisar Kerajaan Tang adalah Kaisar Hian Tiong yang terkenal sebagai seorang yang amat doyan pelesir, mencari kesenangan dan hiburan bagi diri sendiri belaka, sama sekali tidak mempedulikan pemerintahannya, apalagi keadaan rakyatnya.

Oleh karena itu, secara sembrono sekali kaisar ini mengangkat An Lu Shan sebagai panglima besar di utara, dan sama sekali dia tidak menaruh dugaan atau kecurigaan terhadap An Lu Shan. Bahkan sampai pada saat An Lu Shan telah membentuk pasukan yang besar dan mempunyai niat memberontak, kaisar ini masih enak-enak saja berpelesiran di istananya yang indah, dikelilingi oleh selir-selirnya yang banyak jumlahnya dan yang rata-rata amat cantik jelita dan muda-muda!

Bukan sampai di situ saja kelalaian Kaisar Hian Tiong. Bahkan ketika An Lu Shan mulai menggerakkan tentaranya ke selatan, kaisar ini masih tinggal enak-enakan saja di dalam istananya.

“Bentuk pasukan, hancurkan pemberontakan bodoh itu, apa sih sukarnya?” katanya acuh tak acuh, seakan-akan yang dihadapinya hanya persoalan kecil belaka.

Para menteri yang jujur dan setia tergopoh-gopoh menghadap kaisar untuk memperingatkan junjungan ini daripada mabuk dan mimpinya, akan tetapi kaisar tetap tinggal enak-enak, bahkan mencaci para menteri itu sebagai pengecut-pengecut besar!

Menteri Lu Pin yang dianggap menteri tertua yang paling setia dan disegani oleh kaisar, lalu didatangi oleh para menteri dengan desakan agar Menteri Lu Pin suka memberi peringatan kepada kaisar.

Menteri Lu Pin lalu menghadap kaisar dan diterima oleh Kaisar Hian Tiong dengan ucapan menyindir.

“Apakah kau yang terkenal sebagai menteri jujur, setia dan keturunan panglima gagah perkasa, juga berhati pengecut seperti mereka itu dan hendak menakut-nakuti aku?”

Merahlah wajah Lu Pin mendengar sabda kaisar ini. Ia memberi hormat dengan berlutut sambil berkata,

“Harap Sri Baginda sadar dari keadaan Sri Baginda yang tidak sewajarnya ini. Sesungguhnya para perdana menteri dan panglima itu memberi nasihat amat baik kepada Paduka. Demikianpun hamba datang menghadap ini bukan karena hamba berhati pengecut, melainkan karena hamba melihat datangnya bahaya besar yang mengancam keselamatan negara kita. Sadarlah Paduka dari mimpi, keadaan kita benar-benar terancam bahaya besar dan tentara An Lu Shan si pemberontak jahat itu telah menyerang makin jauh ke selatan.”

Marah sekali Kaisar Hian Tiong mendengar ini. Ia menggebrak meja dan menudingkan jari tangannya ke arah pintu,

“Pergi! Pergilah! Hendak kulihat sampai di mana kebisaan An Lu Shan! Mustahil kalau para barisan penjaga kita dapat dia bobolkan!”

Dengan hati terpukul, Menteri Lu Pin keluar dari ruangan itu dan menuturkan kepada para menteri lainnya atas kegagalannya dengan suara penuh kekecewaan dan kedukaan.

Tidak senanglah hati para menteri itu ketika mendengar bahwa kaisar tetap saja tenggelam dalam mimpi buruk. Keadaan sudah amat berbahaya dan kalau para pemberontak sampai berhasil memasuki kota raja, tentu mereka sekeluarga sekarang takkan selamat pula.

Hal ini yang melemahkan semangat mereka. Ketika para mata-mata An Lu Shan datang menghubungi mereka, sebagian besar para menteri ini lalu menerima uluran tangan para pemberontak. Demi keselamatan seluruh keluarga dan harta benda serta kedudukan mereka, para menteri ini tidak segan-segan untuk berkhianat dan memihak pemberontak.

Diam-diam mereka memberi kesanggupan kepada An Lu Shan bahwa apabila tentara pemberontak itu memasuki kota raja, mereka diam-diam akan mengadakan bantuan dari dalam agar pembobolan benteng kota raja dipermudah!

Menteri Lu Pin dapat membuka rahasia mereka ini. Dengan hati amat berang, menteri yang setia ini lalu menghadap kaisar dan membeberkan semua rahasia para menteri yang berkhianat.






Marahlah kaisar dan baru kaisar sadar akan keadaan yang memang amat berbahaya. Segera dia memeritahkan pasukan pengawal untuk menangkap-nangkapi para menteri dorna itu dan menghukum penggal kepala sekeluarga mereka! Setelah melakukan hal ini, kaisar lalu menggerakkan barisan untuk mempertahankan kerajaan.

Akan tetapi, hal ini benar-benar merupakan pengobatan yang amat terlambat bagi penyakit yang berat. Dengan di hukumnya para menteri, keadaan menjadi makin kalut dan lemah. Kalau saja Kaisar Hian Tiong dari dahulu sadar pada waktu para menteri itu belum memiliki hati khianat, agaknya keadaan masih dapat diharapkan akan tertolong. Terlambatlah semua usaha kaisar ini. Barisan pemberontak An Lu Shan telah menerobos dan memasuki kota raja! Pertahanan kaisar hancur luluh!

Dalam kekacuan yang menghebat ini, Menteri Lu Pin menjadi tujuan pertama dari An Lu Shan. Tentu saja An Lu Shan telah mendengar bahwa Menteri Lu Pin yang menggagalkan rencananya menghubungi para menteri, dan bahwa Menteri Lu Pin yang membuka rahasia para menteri pengikutnya sehingga para menteri dorna itu sekeluarga di jatuhi hukuman mati oleh kaisar.

Maka begitu memasuki kota raja, An Lu Shan memerintahkan semua anak buahnya untuk pertama-tama mencari Menteri Lu Pin dan membunuh serta membasmi seluruh keluarganya!

Akan tetapi, atas desakan keluarganya, Manteri Lu Pin siang-siang telah melarikan diri, mengungsi dikawal oleh pasukan panglima yang setia. Diam-diam Menteri Lu Pin mengumpulkan harta benda yang sangat besar dari istana, bukan dengan niat hendak mempergunakan harta benda itu untuk dirinya sendiri, melainkan dia bercita-cita besar hendak melarikan harta benda itu agar jangan terjatuh ke dalam tangan pemberontak serta kelak dapat dia pergunakan untuk membiayai pasukan yang akan dipimpinnya untuk memukul mundur para pemberontak itu!

Kota raja diduduki, dan sungguh malang nasib keluarga Menteri Lu pin. Semua keluarga, dari yang tua sampai anak bayi, dikumpulkan dan dibakar hidup-hidup oleh An Lu Shan! Bahkan Lu Seng Hok, puteri Lu Pin atau ayah dari Lu Thong sekeluarganya juga dibasmi dalam pembersihan ini, tidak terkecuali para bujang pelayan! Hanya Lu Thong seorang yang dibawa pergi Jeng-kin-jiu Kak Thong Taisu, yakni gurunya, yang tidak ikut jadi korban.

Lu Pin mendengar tentang berita ini dan di sepanjang jalan, kakek ini menangis keras, bukan semata menyedihi kebinasaan seluruh keluarganya. Kakek ini memang berjiwa patriot dan amat setia kepada pemerintah, maka sambil menangis dan dia bersembahyang dan bersumpah bahwa dia akan menuntut balas kepada pemberontak An Lu Shan! Melihat kesetiaan ini, tiga orang panglima besar yang mengawalnya bersama pasukan kecil, ikut pula menangis.

Akan tetapi, An Lu Shan ternyata bukan orang bodoh dan sebentar saja dia telah mendengar kemana larinya Menteri Lu Pin yang dibencinya itu. Segera dia mengirim pasukan besar untuk melakukan pengejaran kepada Lu Pin dan rombongannya! Tiga hari kemudian, benar saja pasukan gerak cepat ini berhasil menyusul rombongan Menteri Lu Pin.

Pertempuran hebat terjadilah. Pasukan pengawal Menteri Lu Pin melakukan perlawanan mati-matian, namun jumlah pasukan pengejar jauh lebih besar sehingga banyak di antara mereka roboh.

Akhirnya hanya tiga orang panglima besar itu saja yang masih sempat menggendong Menteri Lu Pin dan membawa peti harta dan melarikan diri. Namun tentu saja para pengejar yang sudah mendengar bahwa menteri tua itu membawa sepeti harta benda yang tak ternilai harganya, melakukan pengejaran cepat sekali.

Tiga orang panglima ini memiliki kepandaian tinggi, maka mereka berhasil membawa pergi Menteri Lu Pin. Namun, kalau mereka sampai tersusul, menghadapi pengeroyokan yang demikian banyaknya, mana mereka mampu mempertahankan diri?

Sehari semalam mereka telah melarikan diri, terus dikejar oleh barisan pemberontak. Akhirnya, pada esok paginya, ketika mereka tiba di daerah pegunungan yang amat liar, kuda-kuda yang ditunggangi oleh tiga orang panglima yang membawa lari Menteri Lu Pin, roboh dan tewas saking lelahnya. Padahal para pengejar sudah dekat dan suara teriakan mereka telah terdengar riuh rendah.

“Kita terpaksa melawan mati-matian!” berkata tiga orang panglima yang gagah berani itu.

Menteri Lu Pin mengalirkan air mata.
“Sudah terlalu banyak orang menjadi korban karena aku seorang, padahal bukan maksudku untuk menyelamatkan badan yang sudah tua dan tidak berharga ini. Sam-wi Ciangkun (Tiga Panglima), harap Sam-wi membawa pergi harta ini dan usahakanlah agar supaya dapat dibentuk pasukan baru guna menumpas penjahat An Lu Shan dan membalaskan sakit hati kerajaan kita. Biarkan aku mereka tangkap, aku tidak takut mati.”

Namun tiga orang panglima itu menolak.
“Harta benda ini tiada artinya bagi kami bertiga. Tanpa adanya Taijin yang bijaksana untuk mengatur, bagaimana dapat dibentuk pasukan besar? Tidak, Taijin, kalau sudah semestinya kita mati, biarlah kita mati bersama di tempat ini! Namun kami berjanji bahwa penjahat-penjahat itu takkan mudah begitu saja untuk merenggut nyawa kita!”

Sambil berkata demikian, tiga orang panglima itu mencabut golok besar mereka dan menanti dengan penuh semangat.

Maka datanglah para pengejar itu dan mereka menyerbu bagaikan taufan mengamuk! Tiga orang panglima perang itu menjaga Menteri Lu Pin yang berdiri di tengah-tengah. Mereka merupakan benteng segitiga yang amat kuat dan para pemberontak yang terdekat, segera terjungkal mandi darah terlanggar golok mereka yang tajam dan kuat.

Hebat sekali perang tanding yang tidak seimbang ini. Datangnya pemberontak seperti semut dan tak lama kemudian, tiga orang panglima itu sudah lelah sekali. Mereka mulai menerima bacokan yang mendatangkan luka, namun mereka tetap mengamuk bagaikan banteng-banteng terluka!

Pada saat yang amat berbahaya bagi Menteri Lu Pin dan tiga orang pengawalnya, tiba-tiba terdengar teriakan-teriakan kaget dan kacau-balaulah kepungan para pemberontak. Tak lama kemudian, nampaklah tubuh para pemberontak terpental dan terlempar ke sana ke mari, seakan-akan ada seorang raksasa kuat yang menangkap-nangkapi dan melempar-lemparkan tubuh mereka.

Ketika Menteri Lu Pin memandang, dia menjadi amat terharu melihat bahwa yang mengamuk dan memaki-maki para pemberontak itu bukan lain adalah Lu Sin atau Ang-bin Sin-kai kakaknya sendiri!

“Anjing-anjing pemberontak yang busuk! Kalian berani menganggu adikku yang tercinta?” berkali-kali Ang-bin Sin-kai memaki dan setiap kali tangannya diulur, tentu dua tiga orang pemberontak ditangkapnya dan dilemparkannya sampai jauh.

Adapula yang ditendang bagaikan seorang menendang bal karet saja. Tubuh para pemberontak terapung dan jatuh dengan kepala pecah atau tulang patah. Keadaan amat kacau-balau dan para pemberontak menjadi gentar dan ngeri melihat sepak terjang Ang-bin Sin-kai yang saat itu kelihatan amat menyeramkan.

Kakek pengemis itu yang biasanya bermuka merah, kini menjadi makin merah mukanya, kedua matanya bersinar-sinar, rambutnya terurai dan jenggotnya melambai-lambai dalam gerakannya yang kuat dan cepat, pakaiannya robek sana-sini.

Dua orang perwira pemberontak ketika melihat kakek pengemis ini, menjadi amat penasaran. Kakek pengemis itu kurus dan tua, bertangan kosong pula, masa tidak dapat merobohkannya? Mereka melompat turun dari atas kuda dan dengan pedang di tangan, kedua orang perwira itu menyerang Ang-bin Sin-kai yang masih saja mengamuk dan melempar-lemparkan para pemberontak yang berada di hadapannya.

Ketika dua pedang dari kanan kiri itu menyambar dekat, tiba-tiba dia membuat gerakan seperti seekor burung garuda hendak terbang kedua lengannya di pentang ke kanan kiri dan sungguh hebat, tahu-tahu dia telah dapat mencekik batang leher kedua perwira pemberontak itu, dan pedang mereka terpental ketika beradu dengan jari-jari tangan kakek ini.

Ang-bin Sin-kai maklum bahwa untuk mengundurkan para pemberontak, dia harus menjatuhkan pimpinan mereka, maka ketika dia melihat bahwa yang terpegang oleh kedua tangannya adalah perwira-perwira pemberontak, tanpa ragu-ragu lagi dia lalu membenturkan kepala mereka satu kepada yang lain!

Terdengar suara keras dan Ang-bin Sin-kai melemparkan kedua tubuh perwira pemberontak yang kepalanya sudah pecah itu ke atas sampai tinggi.

“Lihat pemimpin-pemimpinmu ini, hai anjing-anjing pemberontak! Siapa berani mati hendak mengukur tenaga dengan Ang-bin Sin-kai, boleh lekas maju!”

Suara ini dikeluarkan dengan keras dan menyeramkan. Tentu saja para pemberontak menjadi makin ketakutan ketika melihat bahwa dua orang pimpinan mereka sudah tewas. Apalagi ketika mereka mendengar nama Ang-bin Sin-kai yang sudah amat terkenal, tanpa pikir panjang lagi mereka lalu melarikan diri. Suara derap kaki kuda menjauh dan tak lama kemudian tempat itu menjadi sunyi, kecuali suara keluhan para anggauta pemberontak yang tergeletak di sana-sini.






Tidak ada komentar :