*

*

Ads

Senin, 28 Januari 2019

Pendekar Sakti Jilid 113

Cang Kwan dan Liong Tek Kauw dua orang panglima pembantu An Lui Kui dengan marah maju menyerang dengan golok besar mereka yang menyambar-nyambar menyilaukan mata ketika terkena cahaya lampu yang terang.

“Rebahlah kalian!” bentak Kwan Cu dan tahu-tahu ketika dua batang golok itu sudah dekat dengan tubuhnya dari kanan kiri, dia melompat ke belakang dan sebelum dua orang panglima itu dapat menarik kembali golok mereka, dua kali berturut-turut Kwan Cu menotok dengan telunjuknya dan aneh sekali!

Dua orang panglima itu roboh dan terus bergulingan sambil mengaduh-aduh, kemudian mereka tak bergerak lagi, rebah dengan tubuh lemas tak berdaya di dekat dinding.

Kwan Cu tidak mau membuang banyak waktu. Ketika dia melihat An Lu Kui tercengang, dia menggerakkan kakinya, melompat sambil menendang dua kali ke arah tangan panglima itu.

Terdengar suara keras ketika sepasang tombak itu terlepas dari pegangan An Lu Kui dan terlempar jauh ke atas lantai mengeluarkan suara nyaring. An Lu Kui masih mencoba untuk mengelak ketika tangan Kwan Cu menyambar, namun terlambat, pundaknya kena di tepuk dan panglima ini jatuh duduk dengan tubuh lemas dan setengah tubuhnya sebelah kanan terasa lumpuh!

Pada saat itu, angin pukulan menyambar dari depan dan belakang. Kiranya dua orang hwesio itu sudah turun tangan. Tadi mereka hanya menonton saja karena memang sebetulnya di dalam hati mereka, dua orang hwesio ini tidak suka kepada An Lu Kui dan mencurigainya.

Akan tetapi, setelah melihat An Lu Kui dan dua orang pembantunya telah roboh, mereka tidak mau tinggal diam dan segera menyerang. Mo Beng Hosiang Si Tangan Kilat menyerang dengan kedua tangannya yang dibuka jari-jarinya, melakukan pukulan hebat sekali, sesuai dengan julukannya.

Adapun Mo Keng Hosiang Si Ruyung Pemecah Gunung telah menyerang dengan ruyungnya yang aneh. Joan-pian (ruyung lemas) itu merupakan rantai pendek yang ujungnya di pasangi bola baja sebesar kepalan tangan dan digerakkan dengan ayunan keras menghantam punggung Kwan Cu.

Pemuda ini terkejut sekali melihat datangnya serangan yang memang hebat sekali ini. Dengan tangan kirinya dia menangkis pukulan Mo Beng Hosiang sehingga hwesio itu terhuyung ke belakang. Hampir saja bola baja di ujung joan-pian yang dipakai menyerang oleh Mo Keng Hosiang mengenai sasarannya, yakni punggung Kwan Cu. Pemuda ini yang maklum menghadapi lawan-lawan tangguh, cepat mencabut sulingnya sambil mengelak dengan gerakan Kong-ciak-kai-peng (Merak Membuka Sayap) sehingga serangan senjata Mo Keng Hosiang lewat di atas punggung dan kepalanya.

Sekaligus Kwan Cu menyerang Mo Beng Hosiang yang sudah maju lagi itu dengan sulingnya. Mo Beng Hosiang bukan seorang lemah, dia memiliki ilmu pukulan yang disebut Pek-lek-sin-jiu (Tangan Geledek Sakti). Menghadapi pukulan suling yang biarpun dilakukan perlahan namun telah dapat dia duga kehebatannya itu, dia cepat menampar dengan tangan kanannya. Jari-jari tangan kanan ini menegang dan kaku seperti baja. Tamparannya dilakukan keras sekali dengan maksud membuat suling itu remuk atau terlepas dari pegangan Kwan Cu.

Namun pemuda ini telah memiliki kepandaian yang tak dapat di ukur tingginya. Baru melihat sekali saja dia sudah tahu kemana tamparan itu di arahkan, maka sebelum tamparan datang, sulingnya sudah di tarik ke bawah dan tangan kirinya yang tadi di pentang, memukul ke depan sambil tubuhnya diputar sedemikian rupa dan cepat sekali sebelah kakinya menendang ke arah Mo Keng Hosiang!

Bukan main hebatnya serangan ini dan amat indah pula gerakannya sehingga terdengar pujian,

“Bagus sekali!”

Yang memuji ini adalah Kiam Ki Sianjin yang berdiri menonton saja. Seperti sikap Bu-eng Sian-hiap ketika menonton pertempuran antara Kwan Cu dengan An Lu Kui bersama dua orang pembantunya, kini Kiam Ki Sianjin juga menonton saja, enggan membantu dua orang hwesio itu yang memang tidak disukainya.

Namun diam-diam dia amat memperhatikan gerakan pemuda aneh itu dan makin lama kedua mata tosu ini makin terbelalak lebar karena selama hidupnya belum pernah dia menyaksikan ilmu silat demikian anehnya seperti yang dimainkan oleh pemuda pemegang suling itu!

Kiam Ki Sianjin adalah seorang kang-ouw yang ulung dan banyak pengalaman. Telah banyak dia melihat ilmu silat tinggi-tinggi dan aneh-aneh. Bahkan dia dapat mengenal ilmu silat dari lima tokoh besar dunia persilatan, yakni ilmu-ilmu silat dari Ang-bin Sin-kai, Pak-lo-sian Siangkoan Hai, Jeng-kin-jiu Kak Thong Taisu, Hek-i Hui-mo Thian Seng Hwesio, dan Kiu-bwe Coa-li.






Akan tetapi belum pernah dia melihat ilmu silat yang di mainkan oleh pemuda ini. Tadi dia mendengar seruan An Lu Kui bahwa pemuda ini adalah murid dari Ang-bin Sin-kai dan memang betul, gerakan Ilmu Silat Sam-hoan-ciang dari Ang-bin Sin-kai. Akan tetapi setelah dia perhatikan, ternyata banyak sekali perbedaannya.

Pemuda ini bergerak seenaknya saja seperti bukan orang main silat, lebih patut disebut main-main saja, seperti seorang pemuda tidak becus main silat yang pura-pura mau bermain silat. Akan tetapi, semua gerakannya tepat sekali menghindarkan diri dari serangan kedua lawannya dan biarpun gerakannya ketolol-tololan, namun bukan main hebatnya.

Apalagi setelah dia memperhatikan dan melihat betapa pemuda itu kini bersilat tepat seperti ilmu silat yang dimainkan oleh kedua lawannya, Kiam Ki Sianjin menjadi bengong! Tiap kali diserang oleh Mo Beng Hosiang, pemuda ini melayani hwesio tangan kilat itu dengan ilmu silat yang mirip sekali dengan Pek-lek-sin-jiu! Adapun apabila Mo Keng Hosiang yang menyerang, juga pemuda ini menghadapinya dengan ilmu silat seperti yang dimainkan oleh Ruyung Pemecah Gunung itu.

“Iblis muda dari manakah dia? Ilmu silat apa yang telah dia pelajari?”

Demikian Kiam Ki Sianjin bertanya-tanya di dalam hatinya sendiri. Tosu yang cerdik itu sengaja tidak mau turun tangan lebih dulu, bukan saja karena dia memang tidak suka membantu dua orang hwesio kepercyaan putera mahkota yang diam-diam dimusuhi pula oleh muridnya, Si Su Beng, akan tetapi juga dia hendak mempelajari lebih dulu gerakan pemuda itu untuk mengukur sampai di mana tingkat kepandaiannya agar nanti kalau dia harus menghadapi pemuda itu, dia sudah dapat mengetahui cara bagaimana harus melawannya.

Adapun Kwan Cu, setelah beberapa puluh jurus menghadapi keroyokan dua orang hwesio itu, diam-diam terkejut. Baru kali ini dia menjumpai lawan-lawan yang benar-benar tangguh. Biarpun dengan mudah dia dapat menghadapi semua serangan mereka dan dapat menyelamatkan diri tanpa banyak kesukaran, namun untuk membalas menyerang, juga bukan hal yang mudah.

Setiap pukulan sulingnya dapat ditangkis oleh tangan yang keras dan kuat dari Mo Beng Hosiang, adapun senjata yang aneh dari Mo Keng Hosiang juga cukup tangguh untuk menangkis setiap serangan sulingnya.

Ketika dia mempelajari ilmu silat dari Im-yang Bu-tek Cin-keng di pulau berdaun putih, Kwan Cu telah mempelajari pula semua ilmu-ilmu silat tinggi yang terukir di dinding-dinding goa. Ilmu silat itu hampir meliputi seluruh pokok dasar ilmu silat tinggi yang ada di dunia persilatan.

Dari latihan-latihan ini, dimatangkan oleh kepandaian pokok dasar persilatan yang dipelajarinya dari kitab rahasia itu, Kwan Cu telah dapat menggabung semua ilmu silat itu dan dengan sendirinya menciptakan berbagai ilmu silat yang aneh-aneh.

Diantaranya, dia telah dapat mengatur ilmu silat tangan kosong berdasarkan lweekang dan khikang, disertai hawa di dalam tubuh menurut latihan siulian dari kitab itu. Ilmu silat ini dia beri nama Pek-in-hoat-sut (Ilmu Sihir Awan Putih). Ia memberi nama ilmu sihir, karena di dalam gerakan ilmu silat ini bangkit tenaga batin yang amat kuat sehingga kedua lengannya dapat mengebulkan uap putih seperti mega putih.

Uap putih inilah yang mempunyai pengaruh menolak segala serangan yang dilakukan berdasarkan tenaga dari ilmu hitam atau segala macam hoat-sut (ilmu sihir). Selain ini, masih banyak sekali ilmu-ilmu silat yang aneh dan tinggi yang diciptakan oleh Kwan Cu.

Akan tetapi maklumlah, dia masih muda sekali dan belum banyak pengalaman bertempur sehingga ketika menghadapi dua orang hwesio yang tangguh itu, dia masih belum mendapat jalan bagaimana harus mengalahkan mereka.

Menghadapi ketangguhan mereka, timbullah niat dalam hati Kwan Cu untuk mencoba ilmu-ilmu silat yang diciptakannya sendiri. Maka ketika dia mengelak dari serangan lawan-lawannya, dia lalu menyelipkan sulingnya kembali di ikat pingganya, lalu dia mengeluarkan seruan tinggi dan nyaring.

Maka berubahlah ilmu silatnya. Kini dia tidak mau meniru ilmu silat dari kedua lawannya untuk menjaga diri, melainkan langsung mengerahkan tenaga dalam dan mainkan Pek-in-hoat-sut.

Bukan main hebatnya akibat dari permainan ilmu silatnya ini. Dengan dua kali sampokan lengannya yang mengebulkan uap putih, Mo Beng Hosiang tertangkis tangannya dan memekik kesakitan, sedangkan Mo Keng Hosiang berseru terkejut karena senjatanya terpental dan terputus tengah-tengahnya!

Kemudian, dua kali lagi pukulan Kwan Cu diikuti oleh jerit kesakitan dan terpentallah tubuh kedua orang hwesio itu sampai ke dinding ruangan dan mereka rebah tak bergerak lagi karena pingsan!

Akan tetapi, Kwan Cu sendiri setelah mengeluarkan empat kali gerakan itu, terhuyung-huyung dan cepat dia mengatur pernapasannya sehingga keadaannya sebentar saja sudah pulih kembali.

Tahulah dia bahwa dalam penggunaan tenaga luar biasa ini, karena kurang pengalaman, dia telah mengerahkan terlalu keras sehingga menguras hawa di dalam tubuhnya sendiri! Oleh karena itu, dia sekarang maklum bahwa ilmu silatnya Pek-in-hoat-sut tidak boleh di buat main-main dan harus dilakukan dengan sewajarnya dan tidak dipaksa. Akan tetapi dia girang sekali melihat hasilnya sungguhpun dia agak menyesal karena khawatir kalau-kalau dua orang hwesio itu tewas.

“Hebat………. Hebat………! Entah ilmu silat iblis apakah yang telah kau pergunakan tadi. Anak muda, kau benar-benar lihai sekali. Amat aneh kalau Ang-bin Sin-kai mempunyai murid seperti engkau.”

“Kiam Ki Sianjin, aku memang murid dari mendiang suhu Ang-bin Sin-kai.” kata Kwan Cu sederhana.

Setelah dapat mengalahkan dua orang lawannya yang tangguh tadi, besarlah hati Kwan Cu. Dia sedang mencari musuh-musuh besar suhunya yang amat tangguh, yakni di antaranya Jeng-kin-jiu dan Hek-i Hui-mo, orang tokoh besar yang sama sekali tak boleh dipandang rendah. Maka sekarang, selain untuk membei hajaran kepada orang-orang yang bermaksud mencelakakan kong-kongnya ini, juga dia hendak menguji kepandaiannya sendiri.

“Hm, biarlah, aku tidak peduli kau murid dari siapa. Akan tetapi coba kau menghadapi pedangku, kita main-main sebentar, anak muda.”

Baru saja ucapan ini habis dikeluarkan dan tangannya bergerak sedikit kebelakang, tahu-tahu tosu ini telah memegang sebatang pedang yang bukan sembarang pedang, karena pedang itu hitam seluruhnya!

“Hm, orang tua. Siapa percaya omonganmu? Kau bilang main-main akan tetapi mengeluarkan pedang. Dan kau pun bermaksud mencelakakan kong-kong, maka dengan demikian berarti bahwa kau juga musuh. Tak perlu kau mempergunakan kata-kata hendak main-main, marilah kita mengadu kepandaian, hendak kucoba lihainya Dewa Utara!”

“Bagus, terimalah ini!” seru Kiam Ki Sianjin sambil melompat maju dan menusukkan pedang hitamnya ke arah ulu hati Kwan Cu.

Akan tetapi, melihat gerakan ini dan mengerling sekilas ke arah pundak tosu itu, Kwan Cu sudah dapat menduga bahwa serangan ini tidak akan dilanjutkan dan hanya merupakan pancingan belaka, maka dia sengaja berdiri tegak, tidak mengelak maupun menangkis sama sekali!

Sikap pemuda ini mengherankan hati Kiam Ki Sianjin, akan tetapi karena sudah kepalang, dia melanjutkan serangannya. Memang benar dugaan Kwan Cu, serangannya yang dia namakan gerak tipu Menggertak Bintang Menghancurkan Bulan ini, serangan pedang ke ulu hati lawan tadi hanya gertakan belaka, akan tetapi sebetulnya pada saat pedangnya sudah mendekati, dia menariknya kembali dan berbareng tangan kirinya menghantam ke arah kepala lawan sambil mengajukan kaki kirinya ke depan!

Kalau lawan dapat terpikat, tentu akan mengelak atau menangkis serangan pedang sehingga tidak menduga akan datangnya pukulan tangan kiri yang tiba-tiba dan amat berbahaya itu. Pukulan tangan kiri ini memang hebat sekali, baru hawa pukulannya saja sudah cukup untuk menggulingkan seorang lawan yang kurang kuat. Di dalam pukulan ini, Kiam Ki Sianjin menggunakan tenaga yang disebut Soan-hong-kang (Tenaga Angin Puyuh).

Namun Kwan Cu sudah bersiap sedia menghadapi ini. Ia sudah dapat menduga bahwa serangan susulanlah yang berbahaya. Menghadapi pukulan yang mendatangkan hawa pukulan dingin ini, dia hendak mencoba tenaga pukulan Pek-in-hoat-sut, maka dia tidak mau mengelak, sebaliknya lalu mengangkat lengan kanan yang telah mengeluarkan uap putih untuk menangkis.






Tidak ada komentar :