*

*

Ads

Kamis, 31 Januari 2019

Pendekar Sakti Jilid 116

Kita tinggalkan dulu Lu Kwan Cu yang menolong Kui Lan dan membawa lari gadis itu dari dalam istana. Marilah kita menengok keadaan Menteri Lu Pin, menteri yang amat setia dan berjiwa patriot.

Di sepanjang lembah Sungai Fen-ho, di sebelah selatan kira-kira lima puluh lie dari kota Tai-goan, diantara kedua pegunungan besar yakni Pegunungan Tai-hang dan Pegunungan Lu-liang, terdapat daerah pegunungan yang liar. Banyak bukit-bukit kecil di daerah ini dan di antaranya terdapat sebuah bukit yang penuh batu karang, akan tetapi anehnya di atas batu-batu karang ini tumbuh pula pohon-pohon besar.

Di atas bukit ini, di tempat yang amat tersembunyi dan tertutup oleh batu-batu karang raksasa yang menjulang tinggi, tempat yang amat sunyi dan sepi seperti mati, terdapat sebuah goa batu karang. Goa ini luar biasa besarnya dan amat gelap sehingga orang akan merasa ragu-ragu untuk memasukinya, karena goa semacam ini biasanya menjadi tempat persembunyian binatang-binatang buas. Bahkan di dalam dongeng, goa-goa besar seperti ini biasanya ditempati oleh naga-naga atau siluman-siluman buas!

Apalagi kalau orang memberanikan diri memasuki goa ini, mungkin dia akan jatuh pingsan saking kaget dan takutnya. Agak ke sebelah dalam dari goa ini yang diterangi oleh cahaya matahari dari lobang-lobang di atas goa, terdapat pintu raksasa yang amat tebal dan berat. Sepuluh orang biasa saja belum tentu dapat mendorong pintu itu sampai terbuka.

Di belakang pintu raksasa ini terdapat ruang yang luas dan tinggi dan hebatnya di sepanjang dinding ruangan luas ini kelihatan barisan tengkorak-tengkorak yang tinggi besar, berdiri berderet-deret dengan mulut terbuka yang dahsyat itu menyeringai memperlihatkan gigi yang besar-besar. Tengkorak-tengkorak ini dahsyat dan menyeramkan sekali karena amat besar dan tinggi. Tinggi tengkorak-tengkorak itu sedikitnya ada tiga kali tinggi manusia biasa.

Bukan main seramnya keadaan di situ. Tengkorak-tengkorak raksasa itu seakan-akan hidup. Mata mereka yang bolong itu seperti melirik-lirik dan gigi yang besar-besar itu seperti berbunyi menggerut-gerut. Bahkan kedua lengan besar-besar itu seperti bergerak-gerak hendak menerkam siapa saja yang berani memasuki ruangan itu.

Inilah Gua Tengkorak yang dijadikan tempat sembunyi oleh Menteri Lu Pin. Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, Menteri Lu Pin ditolong oleh Ang-bin Sin-kai dari kepungan para pasukan An Lu Shan, kemudian Ang-bin Sin-kai menunjukkan tempat sembunyi yang baik bagi adiknya itu, yakni di goa ini.

Tadinya goa ini menjadi tempat bertapa dari Ang-bin Sin-kai selama bertahun-tahun dan di situ memang banyak terdapat tulang-tulang rangka bekas tulang binatang-binatang purbakala. Setelah Menteri Lu Pin bersembunyi di situ, menteri yang juga seorang ahli seni ukir yang amat pandai, dalam waktu senggangnya lalu membuat tengkorak-tengkorak dari tulang-tulang binatang purba dan didirikan disitu sebagai penjaga goa!

Tengkorak-tengkorak raksasa inilah yang menolongnya dari bencana, karena siapa saja yang berhasil membuka pintu raksasa, akan terkejut dan ketakutan, lalu mundur kembali. Siapa orangnya yang takkan gentar menghadapi tengkorak-tengkorak raksasa yang demikian dahsyat dan mengerikan?

Di dalam persembunyian itu, Menteri Lu Pin tidak tinggal diam dan enak-enak saja. Ia mengadakan hubungan dengan para pemimpin pemberontak atau pejuang rakyat yang menentang pemerintahan An Lu Shan dan kawan-kawannya. Tiga orang panglimanya yang setia kerap kali datang ke goa itu untuk menerima petunjuk-petunjuk, mendatangi patriot-patriot yang dikenal baik oleh Lu Pin, menerima harta pusaka yang diambil sedikit demi sedikit untuk membiayai pasukan-pasukan pejuang!

Akhirnya, harta pusaka itu habis di pergunakan oleh para pejuang dan yang tinggal hanyalah sebatang pedang pusaka Kerajaan Tang yang disebut Liong-coan-kiam. Lu Pin merasa puas dan senang sekali betapapun juga, dia masih sempat melakukan bakti terhadap negara. Kalau tadinya para pemimpin pejuang masih suka datang untuk merawat dan mencarikan makan baginya, kini kakek ini tidak memperbolehkan mereka datang.

“Kalian berjuanglah. Usirlah penjajah dari tanah air dan tolonglah rakyat jelata daripada penindasan. Itulah kewajiban orang-orang gagah di dunia ini. Tentang aku……. jangan kalian pedulikan. Aku sudah tua dan kalau untuk mencari makan saja, di bukit ini masih banyak buah-buah dan sayur-sayur yang dapat kumakan. Tinggalkan aku seorang diri,” katanya.

Dan semenjak itu, benar saja kakek ini hidup sebagai seorang pertapa, seorang diri di tempat sunyi itu. Kalau dia merasa lapar, dia keluar dari goanya untuk mencari buah-buah yang dapat mengenyangkan perut. Pintu raksasa itu dapat dibuka dari dalam dengan mudah, karena ada alat pembukanya.

Pada suatu hari, karena makanan yang disediakan di dalam goa telah habis, kakek Lu Pin hendak keluar dari goa untuk mencari buah-buah baru. Seperti biasa, sebelum membuka pintu raksasa, lebih dulu dia mengintai dari lubang kecil yang sengaja dibuatnya untuk mencari tahu keadaan di luar goa.






Alangkah kagetnya ketika dia melihat betapa di luar goa itu telah penuh orang-orang yang berpakaian sebagai tentara dan mendengar pula ringkik kuda di luar goa. Ia dapat mengerti bahwa mereka ini adalah pasukan dari pemberontak An Lu Shan, maka segera dia menutup itu dan kembali ke dalam goa, duduk dekat hio-louw besar sekali sambil bersamadhi untuk menenteramkan hatinya.

Ia maklum bahwa fihak pemberontak telah menemukan tempat persembunyiannya, akan tetapi diam-diam kakek ini tertawa memikirkan bahwa kedatangan mereka itu tentu bukan semata-mata untuk menangkapnya, melainkan lebih banyak tertarik untuk merebut kembali harta pusaka Kerajaan Tang. Dan harta pusaka itu telah habis dia pergunakan untuk membiayai perjuangan rakyat!

Benar saja dugaan Menteri Lu Pin. Yang datang itu adalah barisan penyelidik dari An Lu Shan yang terus-menerus mencari Lu Pin dan harta pusaka kerajaan yang dibawanya lari. Melihat keadaan goa ini, para penyelidik itu menjadi curiga. Biarpun mereka belum dapat memastikan bahwa orang yang dicari-carinya berada di dalam goa, namun keadaan goa yang tersembunyi ini hendak mereka selidiki.

Di antara pemimpin pasukan ini, terdapat beberapa orang perwira yang kuat dan berkepandaian tinggi. Dengan mempersatukan tenaga, mereka dapat juga akhirnya membuka pintu raksasa. Akan tetapi segera mereka melompat mundur kembali dengan muka pucat sekali dan tubuh menggigil ketika mereka menyaksikan barisan tengkorak besar-besar menyambut mereka di belakang pintu!

Dan anehnya pintu raksasa itu tertutup sendiri! Hal ini sebetulnya terjadi karena memang pintu itu dipasangi alat oleh Menteri Lu Pin dan apabila terbuka, dapat tertutup kembali. Untuk kakek itu, mudah saja membuka pintu dari luar karena ada rahasianya dari luar.

“Goa siluman….” berkata seorang perwira ketakutan.

“Goa tengkorak raksasa…… siapa tahu di dalamnya terdapat siluman atau raksasa hidupnya?” kata yang lain.

“Agaknya tak mungkin tempat seperti ini didiami oleh manusia,” kata pula suara lain.

Akan tetapi mereka tetap tidak mau meninggalkan goa itu dan menjaga di luar goa, agak jauh di tempat aman, sampai dua pekan lamanya! Tentu saja kakek Lu Pin yang sudah tua dan lemah tubuhnya itu, tidak dapat menahan lagi.

Setiap hari dia mengintai dari lobang dan melihat betapa goa itu tetap terjaga, tahulah dia bahwa dia akan mati kelaparan di dalam goa. Namun dia tidak gentar menghadapi maut dan di dalam keadaan tersiksa ini, teringatlah dia akan Lu Kwan Cu. Seluruh keluarganya telah musnah, kecuali Lu Thong. Ia mendengar dari para pemimpin pejuang rakyat bahwa cucunya itu bahkan menerima kedudukan dari pemberontak An Lu Shan. Hal ini amat menyakitkan hatinya.

“Thian Yang Agung, mengapa dalam keluarga hamba terlahir manusia seperti itu? Rusak dan hancurlah nama keluarga Lu oleh binatang Lu Thong itu….” berpikir sampai disini, seringkali kakek ini menangis sedih.

Kemudian dia teringat kepada Lu Kwan Cu, cucu angkatnya. Kepada anak inilah harapannya disandarkan dan sekarang dalam menghadapi maut, kakek ini mengerahkan sleuruh tenaga terakhir untuk mengukir beberapa huruf di dinding goa.

Dengan tangan-tangan gemetar dan tubuh lemas dia mengukir huruf-huruf pesan terakhir untuk Lu Kwan Cu ini, kemudia setelah ukiran huruf-huruf itu selesai, dia roboh tak sadarkan diri lagi sampai maut merenggut nyawanya!

Pada saat bekas Menteri Lu Pin yang setia itu menghembuskan napas terakhir di dalam Goa Tengkorak, di luar goa terjadi hal yang lebih hebat lagi.

Tiga orang tinggi besar berpakaian seperti petani sedang dikeroyok hebat oleh puluhan orang pasukan penyelidik An Lu Shan. Mereka ini bukan lain adalah tiga orang panglima yang dahulu mengawal Menteri Lu Pin.

Sudah berbulan-bulan mereka tidak datang dan kini mereka sengaja datang hendak mengunjungi kakek Lu Pin. Alangkah kaget dan cemas hati mereka melihat puluhan orang anggauta pasukan musuh sedang menjaga di situ!

Tanpa banyak tanya lagi, tiga orang panglima yang kini sudah berganti berpakaian seperti petani itu lalu mencabut sejata dan menyerang pasukan musuh. Mereka mainkan golok besar mereka dan sekali lagi mereka mengamuk seperti ketika dahulu mereka mengamuk membela Lu Pin dari kepungan bala tentara musuh. Banyak anggauta tentara lawan mandi darah menjadi korban golok besar mereka.

Akan tetapi selain fihak musuh terlalu banyak jumlahnya, juga disitu berkumpul pula para perwira-perwira barisan pemberontak An Lu Shan yang berkepandaian tinggi, maka tiga orang panglima itu sebentar saja telah terkurung dan terdesak hebat. Telah ada beberapa luka di tubuh mereka terkena senjata musuh, namun mereka mengamuk terus laksana tiga ekor naga sakti.

Pada saat nyawa tiga orang panglima gagah yang setia terancam maut, tiba-tiba terdengar bentakan nyaring.

“Anjing-anjing pengkhianat, rebahlah kalian!”

Bentakan ini disusul munculnya seorang gadis cantik gagah sekali. Usianya masih sangat muda, baru belasan tahun. Pakaiannya sederhana dan ringkas, pedangnya tergantung dipinggang sebelah kiri. Namun gadis muda ini benar-benar hebat sekali sepak terjangnya.

Begitu ia muncul, terdengar jeritan-jeritan di sana-sini dan kelihatan robohnya banyak anggauta tentara An Lu Shan yang mengeroyok tiga orang panglima itu. Padahal gadis itu tidak mencabut senjata sama sekali dan hanya mempergunakan kedua tangan dan kakinya saja.

Melihat hal ini, para perwira yang tadi mendesak tiga orang panglima pengikut Lu Pin itu, terpecah menjadi dua dan empat orang perwira segera menyambut kedatangan gadis itu.

Melihat gerakan yang tangkas dan kuat dari para perwira, gadis ini lalu mencabut senjatanya, sebatang pedang panjang yang berkilauan cahayanya tertimpa cahaya matahari.

Namun empat orang perwira musuh itu ternyata cukup tangguh sehingga biarpun dengan susah payah, mereka masih dapat menghadapi amukan gadis cantik ini. Akan tetapi tiba-tiba entah darimana datangnya, muncul seorang nenek tua yang memegang cambuk. Sekali cambuknya berbunyi di udara, empat orang perwira yang mengeroyok gadis itu berseru kaget dan senjata golok mereka terbang pergi dari tangan mereka.

Ternyata bahwa cambuk itu mempunyai sembilan cabang dan kini dengan sekali gerakan saja telah dapat membelit dan merampas senjata empat orang itu sekaligus! Gadis itu berseru gembira dan dua kali pedangnya bergerak, robohlah dua orang perwira dengan kepala terpisah dari tubuhnya. Yang dua lagi tidak sempat melarikan diri, karena cambuk nenek itu mengejar mereka dan ujung-ujung cambuk yang seperti ular itu menotok jalan darah kematian di punggung mereka, membuat mereka roboh tak bernyawa lagi.

Kemudian gadis dan nenek itu mengamuk. Banyak sekali tentara di fihak musuh tewas, termasuk para perwira yang mengeroyok tiga panglima pengikut Lu Pin. Hanya sedikit saja yang dapat melarikan diri, karena biarpun banyak yang melompat ke atas kuda dan membalapkan kuda mereka, namun gadis cantik itu mengeluarkan panah tangan dan berkali-kali tangannya bergerak.

Setiap gerakan melayangkan sebatang anak panah dan robohlah seorang penunggang kuda. Dari puluhan orang pasukan itu, hanya ada tujuh orang saja yang sempat melarikan diri dan terbebas daripada maut.

Siapakah gadis dan nenek yang sakti itu? Bukan lain nenek itu adalah Kiu-bwe Coa-li, nenek sakti tokoh besar dari selatan. Gadis itu adalah muridnya, yakni Bun Sui Ceng, bocah perempuan yang dulu amat lincah itu dan kini telah berubah menjadi seorang gadis yang amat cantik dan perkasa.

Tiga orang panglima itu memandang semua sepak terjang yang hebat dari nenek dan gadis itu dengan bengong dan kagum. Kemudian mereka menjura dengan hormat dan seorang diantara mereka berkata,

“Banyak terima kasih atas budi pertolongan Suthai dan Lihiap. Kalau tidak ada pertolongan Ji-wi, tentu kami sudah menjadi korban keganasan anjing pemberontak itu. Mohon tanya siapakah Suthai dan Lihiap yang gagah perkasa.”

Kiu-bwe Coa-li menggerak-gerakkan cambuknya dengan sikap tidak sabar,
“Sudahlah, cukup segala penghormatan ini. Pinni (aku) bukan menteri, juga bukan kaisar. Lebih baik lekas tunjukkan saja dimana adanya Lu Pin bekas menteri itu!”






Tidak ada komentar :