*

*

Ads

Rabu, 13 Februari 2019

Pendekar Sakti Jilid 149

Melihat datangnya enam orang itu, cepat-cepat Kwan Cu mainkan Ilmu Silat Kong-ciak-sin-na, kedua tangan dan kakinya bergerak aneh dan cepat sekali seperti sepak terjang seekor merak sakti sedang marah.

Dalam beberapa gebrakan saja dia sudah berhasil merampas semua senjata dan tidak lupa pada saat merampas senjata, dia mengirim totokan, tendangan atau pukulan siku yang membuat enam orang kauwsu itu terlempar ke kanan kiri, terbanting dan roboh seperti keadaan kauwsu termuda.

Tujuh orang kauwsu itu hanya dapat mengaduh-aduh bahkan ada yang tidak dapat mengeluarkan suara sama sekali, yakni mereka yang terkena totokan siku di bagian ulu hati sehingga sesak napas.

Kwan Cu melemparkan semua senjata yang dirampasnya dan cepat melompat ke arah ruangan depan untuk melakukan pemeriksaan dan hendak mencari orang yang menjadi majikan para pengeroyok tadi.

Akan tetapi, sebelum melewati pintu ruangan depan, tiba-tiba dia mendengar sambaran angin dan cepat-cepat dia mengelak sambil mengerahkan tenaga, mengulur tangan kanan, mempergunakan sebuah gerak tipu dari Kong-ciak-sin-na untuk merampas pedang yang ditusukkan kepadanya dengan cepat itu.

Akan tetapi dia terkejut melihat pedang itu cepat sekali ditarik kembali dan tidak dapat dirampasnya, bahkan pedang itu kini menyerangnya lagi dengan bacokan ke arah paha!

Kwan Cu melompat mundur memandang. Penyerangnya adalah seorang pelayan pula yang masih muda dan yang memegang sebuah pedang yang berkilauan cahayanya. Ia tercengang dan diam-diam memuji bahwa hartawan yang bernama Kai Seng itu benar-benar amat hati-hati dan mempunyai banyak jago-jago yang tidak boleh dipandang ringan.

“Ahhh….. masih ada lagi kaki tangan jahanam she An yang begini lihai?” Kwan Cu berseru.

“Majikan kami she Tan, bukan she An. Kau orang kurang ajar lebih baik lekas minggat kalau tidak ingin mampus!” bentak pelayan itu yang sebenarnya bukan lain adalah An Kai Seng sendiri!

Sedikitpun Kwan Cu tidak menduga bahwa pelayan muda yang lihai ilmu pedangnya ini, adalah An Kai Seng, orang yang dicari-carinya. Kalau saja sebelumnya dia tidak dikeroyok oleh kauwsu-kauwsu yang berkepandaian tinggi dan juga berpakaian sebagai pelayan, tentu dia akan bercuriga terhadap pelayan muda itu. Tidak pantas seorang pelayan berkepandaian setinggi itu.

Akan tetapi, melihat kepandaian tujuh orang kauwsu yang mengeroyoknya, dia tidak merasa aneh lagi akan kepandaian pelayan muda berpedang ini. Agaknya memang musuh besarnya, An Kai Seng, sudah mendengar tentang usahanya membalas dendam dan telah siap sedia menjaga diri, memelihara jago-jago silat yang pandai.

Ketika pelayan muda itu memutar pedangnya dan menyerangnya dengan hebat sekali, diam-diam Kwan Cu terkejut. Ia tidak boleh menyamakan pelayan ini dengan tujuh orang pelayan yang tadi mengeroyoknya, karena ilmu pedang yang dimainkan pelayan muda ini benar-benar lihai sekali dan terang bahwa itu adalah ilmu pedang yang di ajarkan oleh seorang ahli silat tinggi kelas satu.

Diam-diam Kwan Cu merasa bersyukur bahwa dia telah mempelajari ilmu silat dari Im-yang Bu-tek Cin-keng, karena kalau saja dia hanya menerima latihan dari Ang-bin Sin-kai, agaknya belum tentu dia dapat mengalahkan pemuda ini, apalagi kalau hanya bertangan kosong.

Baru berusaha untuk mencari musuh besar kong-kongnya saja dia sudah menjumpai orang-orang demikian lihai, apalagi kalau dia kelak bertemu dengan musuh-musuh suhunya. Tugasnya tidak ringan dan mudah, baiknya dia telah mempelajari ilmu silat tinggi dari kitab Im-yang Bu-tek Cin-keng, sehingga dia boleh merasa tenang menghadapi lawan-lawannya.

Karena maklum bahwa kalau dia hanya mempergunakan tangan kosong dan mainkan Kong-ciak-sin-na dan Pek-in-hoat-sut saja agaknya akan memakan waktu lama sebelum dia mengalahkan pelayan ini, Kwan Cu segera mencabut sulingnya. Ia tidak mau membuang banyak waktu menghadapi segala macam pelayan, betapapun pandainya pelayan ini. Tenaga dan waktunya harus dihemat untuk kelak menghadapi musuh-musuhnya, karena dia tidak ingin membinasakan orang-orang yang tidak mempunyai permusuhan dengannya.

“Jangan kau mengorbankan nyawa untuk bangsat An Kai Seng, keturunan orang Tartar yang sudah banyak membikin sengsara rakyat itu,” kata Kwan Cu sambil memutar sulingnya.

Setelah kini dia mempergunakan senjata, benar saja pelayan muda itu menjadi sibuk sekali. Gerakan pedangnya kacau-balau karena suling lawannya bagaikan berubah menjadi banyak sekali dan mengurung serta mendesak dirinya dari segala jurusan.






Setelah Kwan Cu dapat menangkap inti sari ilmu pedang lawannya yang amat ganas itu, tiba-tiba dia melakukan serangan kilat, menangkis pedang lawan dengan sulingnya dibarengi dengan gerakan menggaet, sedangkan tangan kirinya memukul ke arah pangkal lengan kanan lawan yang memegang pedang.

“Lepaskan senjata!” serunya nyaring sambil mengerahkan tenaganya.

Pedang dan suling bertemu di udara dan betapapun pelayan muda itu mengeluarkan seluruh tenaganya, dia tidak mampu menarik kembali pedangnya yang seakan-akan berakar pada suling itu. Tiba-tiba dia merasa pangkal lengannya sakit dan lumpuh dan terpaksa pedangnya dia lepaskan!

Akan tetapi pelayan itu adalah An Kai Seng yang tentu saja merasa khawatir kalau-kalau pemuda ini akan terus menurunkan tangan maut kepadanya, oleh karena itu, dia cepat mempergunakan tangan kirinya memukul dada Kwan Cu sambil mengerahkan tenaga lweekangnya.

Tadinya Kwan Cu hanya akan merasa puas setelah merampas pedang saja, akan tetapi melihat lawannya tlba-tiba memukul dengan pukulan maut yang amat berbahaya, dia lalu berseru,

“Pergilah!”

Pukulan tangan kiri ke arah dadanya itu sama sekali tidak ditangkisnya, hanya dengan tangan kirinya dia menyampok sambil mengeluarkan tenaga Pek-in-hoat-sut. Pelayan muda itu menjerit dan tubuhnya terpental dua tombak dan jatuh bergulingan sampai tiga tombak lebih!

Baiknya Kwan Cu memang tidak berniat mencelakakannya, maka dia hanya jatuh dan terbanting babak belur saja, tidak mengalami luka di dalam tubuhnya. Akan tetapi, pukulan pada pangkal lengannya tadi membuat lengannya kaku dan tubuhnya yang terbanting terasa sakit-sakit.

“Bangsat kecil jangan kurang ajar!” tiba-tiba terdengar suara merdu dan sinar yang berkeredepan menyambar ke arah tenggorokan Kwan Cu.

Pemuda ini terkejut sekali karena gerakan pedang yang menyerangnya ini bahkan lebih gesit, cepat, dan kuat dari pada pedang pelayan muda yang baru saja dikalahkannya tadi.

Bukan main, benar-benar musuh besar kongkongnya telah memelihara banyak sekali orang pandai, pikirnya sambil mengelak cepat dan menangkis pedang itu dengan sulingnya. Terdengar suara nyaring dan Kwan Cu merasa betapa tenaga lweekang dari penyerang ini bahkan lebih besar daripada tenaga si pelayan muda tadi!

la cepat memandang dan seketika itu juga dia melongo. Di depannya berdiri seorang wanita muda yang berpakaian indah dan ketat, cantik jelita bukan main, seperti seorang bidadari turun dari kahyangan. Tidak saja wajahnya yang putih halus kemerah-merahan itu mempunyai tarikan yang amat menarik hati dan memikat sedangkan potongan tubuhnya juga menggairahkan, juga sepasang mata wanita ini berkilauan penuh gairah hidup, bibirnya yang manis itu tersenyum simpul dan Kwan Cu mencium bau harum yang membuatnya berdebar.

Memang wanita ini cantik sekali lebih cantik daripada Gouw Kui Lan, bahkan masih lebih cantik daripada Bun Sui Ceng sekalipun! Belum pernah Kwan Cu melihat gadis secantik ini, maka biarpun dia bukan seorang mata keranjang, namun dia tetap seorang pria dan melihat seorang wanita demikian cantik manisnya setidaknya dia menjadi tertegun.

“Eh, mengapa kau memandang saja kepadaku begitu kurang ajar? Siapakah kau dan mengapa kau membikin kacau di sini?”

Wanita cantik itu menegur, akan tetapi dengan mata berkedip-kedip bangga dan mulut tersenyum manis sekali.

Kwan Cu menjadi merah sekali mukanya. la menahan napas untuk menenteramkan hatinya yang terguncang, lalu tanpa berani memandang langsung agar tidak terpesona oleh wajah itu, dia menjawab,

“Namaku Lu Kwan Cu dan aku datang untuk mencari An Kai Seng. Akan tetapi para pelayan itu menyerangku, terpaksa aku merobohkan mereka.”

Tiba-tiba Kwan Cu mengangkat muka dan memandang pula, kini bukan karena kagum dan untuk menikmati wajah cantik itu, melainkan karena dia teringat akan keterangan orang bahwa musuh besarnya An Kai Seng itu mempunyai isteri yang amat cantik. Inikah isterinya itu?

“Siapakah kau dan dimana adanya An Kai Seng?”

Wanita itu tertawa kecil sehingga giginya yang seperti mutiara berderet itu tampak sebentar lalu tertutup kembali oleh sepasang bibirnya yang merah dan halus.

“Aku tidak kenal dengan segala An Kai Seng, dan tidak tahu dia berada dimana.”

Baru bicara sampai di sini, wanita itu melirik ke arah pelayan muda tadi yang sudah berdiri lagi sambil meringis kesakitan. Aneh sekali, wanita ini tersenyum geli dan memandang pula kepada Kwan Cu.

“Hm, kau malah sudah mengalahkan pelayanku itu?”

Sambil berkata demikian, wanita itu menudingkan telunjuknya ke arah pelayan tadi. Otomatis Kwan Cu ikut menengok ke arah pelayan muda tadi yang kini sudah berjalan terhuyung-huyung keluar dari pekarangan rumah.

Akan tetapi, gerakan lehernya untuk menengok itu mendatangkan kesempatan baik bagi wanita tadi yang terus saja menusuk dengan pedangnya ke arah lambung Kwan Cu!

Pemuda ini terkejut sekali dan cepat dia menggerakkan lengan, miringkan tubuh dan cepat pula menyampok pedang dengan sulingnya. Kembali terdengar suara keras dan pedang itu terpental kembali.

“Kau curang!” Kwan Cu menegur dengan hati mendongkol kalau saja dia kurang hati-hati, serangan menggelap tadi tentu akan mendatangkan bahaya besar baginya..”Siapakah kau?”

Wanita itu tersenyum mengejek dan sepasang matanya bergerak genit. Melihat sepasang mata ini, hati Kwan Cu berdebar dan dia mengaku bahwa sepasang mata ini lebih tajam dan lebih berbahaya daripada sepasang pedang mustika! Maka dia cepat-cepat mengalihkan pandang tidak berani menatap secara langsung!

“Kau datang ini hendak mencari orang atau hendak berkenalan dengan aku? Mengapa tanya-tanya nama segala macam?”

Celaka, pikir Kwan Cu. Perempuan ini tidak saja memiliki gaya dan kecantikan luar biasa yang dapat merobohkan hati laki-laki, juga lidahnya amat tajam dan pandai sekali bicara.

Kwan Cu yang masih amat muda dan belum berpengalaman dalam menghadapi wanita, masih belum tahu bahwa seorang wanita seperti ini memiliki kecerdikan dan muslihat yang lebih pandai daripada seorang ahli perang.

Dengan muka merah sekali sampai ke telinga-telinganya, Kwan Cu membentak,
“Jangan sembarangan bicara! Aku datang hendak menghancurkan kepala An Kai Seng dan kau lebih baik lekas menyingkir karena aku tidak suka menjatuhkan tangan kepada seorang wanita, apalagi kalau kau tidak mempunyai hubungan sesuatu dengan An Kai Seng.”

“Sudah kukatakan bahwa aku tidak kenal An Kai Seng, yang ada, di sini hanya Tan-wangwe, akan tetapi kau tidak percaya. Habis apa yang hendak kau lakukan?” tanya wanita itu sambil menatap wajah Kwan Cu yang tampan dan tenang.

“Aku harus melihat dulu orang yang bernama Kai Seng itu, hendak kulihat apakah dia orang yang kucari-cari ataukah bukan?”

“Jadi kau mau apa?” Wanita itu berkata menantang.

“Aku akan masuk dan memeriksa seluruh isi rumah ini.”

Wanita itu tersenyum lebar, memperlihatkan giginya yang putih mengkilap.
“Kau.. kau mengagumkan!”






Tidak ada komentar :