*

*

Ads

Rabu, 13 Februari 2019

Pendekar Sakti Jilid 150

Kwan Cu melengak dan tidak tahu apa yang dimaksudkan oleh wanita ini, akan tetapi wanita ltu cepat menyambung kata-katanya, kini dengan bentakan keras dan dengan pedang dilintangkan di depan dadanya.

“Dan kau sombong! Kau mau menggeledah rumah orang begitu saja? Baru dapat kau lakukan kalau kau sudah dapat mengalahkan pedangku!”

Ucapan ini ditutup dengan tusukan pedang yang amat lihai, dan tusukan ini disusul oleh serangan-serangan lain yang cepat sekali.

Kwan Cu sudah dapat menduga akan kehebatan ilmu pedang wanita ini maka dia tidak berlaku ayal dan cepat menggerakkan sulingnya menangkis dan mengelak. Serentetan serangan dari enam jurus dengan amat mudahnya telah dapat dihindarkan oleh Kwan Cu.

“Kau hebat!” Wanita itu memuji. “Coba kau tahan yang ini!” dengan gerakan tubuh yang amat indah seperti orang menari, ia lalu menggerakkan pedangnya pula, kini melakukan serangan dengan pedangnya.

Serangan ini memang istimewa, dalam sejurus serangan ini terdapat tiga bagian yang dilakukan dengan tenaga berlainan dan dengan tujuan berlainan pula. Tusukan pertama dilakukan dengan pengerahan tenaga babatan ke dua yang menyusul dengan tenaga mengait, dan serangan ke tiga adalah tusukan ke arah kening di antara mata dengan dibarengi oleh pukulan tangan kiri dan lanjutan pemutaran pedang di depan mata lawan untuk mengacaukan lawan sehingga andaikata lawan dapat menghindarkan diri dari tiga kali serangan pedang, dia akan terkena oleh pukulan tangan kirinya!

“Hm, inilah In-liong-sam-hian (Naga Awan Muncul Tiga Kali)! Kalau begitu kau murid Thian-san!” seru Kwan Cu yang cepat sekali mengerahkan ginkangnya untuk menghindarkan diri dari serangan yang susul-menyusul dan dia tahu amat berbahaya ini.

la pernah mendengar dari Ang-bin Sin-kai tentang ilmu-ilmu silat yang paling ampuh dan berbahaya dari berbagai cabang persilatan dan justeru ilmu pedang yang ini dia pernah mendengar dari suhunya. Kalau dahulu dia hanya mendengar teorinya saja, setelah dia mempelajari ilmu kesaktian dari Im-yang Bu-tek Cin-keng, sekali melihat saja tahulah dia bahwa ini adalah ilmu silat dari Thian-san-pai.

Wanita itu pun nampak terkejut dan kagum ketika Kwan Cu selain dapat menghindarkan diri dari serangannya yang dipilihnya paling hebat itu, juga dapat menduga tepat bahwa dia adalah anak murid Thian-san-pai. Akan tetapi ia hanya tertawa mengejek dan cepat melakukan serangan bertubi-tubi!

Kwan Cu merasa tidak perlu membuang waktu melayani wanita ini, akan tetapi karena ilmu pedang dari wanita itu memang lihai sekali, maka dia menjadi bingung. Kalau dia tinggalkan, memang mudah saja baginya untuk melompat dan terus lari ke dalam rumah.

Akan tetapi, lawannya ini tentu akan mengejarnya sehingga dia tidak leluasa melakukan penggeledahan. Di samping ini, dia pun harus berlaku hati-hati karena siapa tahu kalau-kalau di dalam rumah dipasangi perangkap, karena ternyata bahwa pemilik rumah ini adalah seorang yang menjaga diri baik-baik sehingga di situ terdapat banyak ahli silat yang pandai.

Lagi pula, salahnya adalah karena dia tidak mau melukai perempuan ini, bukan hanya karena dia tidak enak hati untuk melukai seorang perempuan yang belum diketahuinya siapa dan dianggapnya tiada dosa, juga dia merasa tidak tega. Tak dapat disangkal pula bahwa kecantikan dan gaya wanita ini sedikit banyak telah menarik hatinya.

Kalau dia mau, memang agaknya dalam sepuluh jurus saja dia dapat merobohkan tanpa melukainya adalah hal yang tidak begitu mudah. Akhirnya dia mendapatkan akal. Dengan sulingnya dia melakukan serangan kilat dan “breeettt!” robeklah baju wanita itu di bagian pinggang!

Wanita itu terkejut sekali karena suling lawannya seakan-akan telah mengenai tubuhnya, akan tetapi ternyata bahwa lawannya tidak mau melukainya, dan suling itu diselewengkan sedikit sehingga bukan kulitnya, melainkan bajunya yang robek.

Akan tetapi serangan tadi benar-benar hebat karena amat dekat dengan kulitnya sehingga bukan hanya baju luarnya, malah baju dalamnya ikut robek dan kulit pinggangnya yang putih itu kelihatan!

Karena mengalami kekagetan hebat, wanita itu menjadi tertegun dan Kwan Cu tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Tangan kirinya bergerak dengan Ilmu Silat Kong-ciang-sin-na, sedangkan tangan kanan menggerakkan suling menotok ke arah pinggang. Dalam sekejap mata saja pedang wanita itu sudah dirampasnya dan kedua kaki wanita itu menjadi kaku tak dapat digerakkan lagi akibat totokan suling tadi!

Sambil tersenyum Kwan Cu melemparkan pedang itu ke atas dan sambil mengeluarkan bunyi nyaring, pedang itu menancap pada langit-langit rumah. Sampai setengah lebih tergantung di situ sambil bergoyang-goyang saking kerasnya tenaga sambitannya.

Wanita itu menangis! Tangan kiri menutupi pinggang yang terbuka pakaiannya dan tangan kanan diremas-remasnya, akan tetapi kedua kakinya tak dapat bergerak.






“Kubunuh kau manusia kurang ajar ” teriaknya berkali-kali.

Akan tetapi Kwan Cu tidak melayaninya dan hanya tersenyum sambil berlari memasuki rumah. la merasa kasihan dan juga geli. Akan tetapi, setelah melakukan pemeriksaan dengan cepat, teliti dan hati-hati, Kwan Cu menjadi kecewa. Semua pelayan yang ditemuinya di dalam gedung itu mengatakan bahwa majikan mereka yang bernama Tan Kai Seng dan pada saat itu sedang keluar rumah.

Kwan Cu tidak suka berlaku kejam kepada para pelayan ini akan tetapi untuk memuaskan hatinya yang kecewa dia memilih seorang pelayan laki-laki yang berwajah bodoh. Cepat dia mencabut pedangnya, yakni pedang Liong-coan-kiam yang selama itu hanya disembunyikan di balik baju. Sekali sabet saja meja besar dan tebal di ruang dalam terbabat dan terbelah menjadi dua. Kemudian dia memegang leher baju pelayan itu dan menempelkan pedangnya di atas hidung.

“Kalau kau tidak menjawab sejujurnya, pedang ini akan memutuskan hidungmu. Tidak itu saja, aku akan membikin semua kaki tanganmu buntung agar selama hidup kau tidak akan dapat bekerja dan akan menjadi pengemis yang tidak dapat makan sendiri!”

“Ampun…… Siauwya……….” kata pelayan itu sambil menggigil ketakutan.

“Nah, katakan siapa sebetulnya majikanmu itu!”

“Hamba tidak membohong, Siauwya majikan hamba bernama Tan Kai Seng……”

“Di mana dia?”

“Tadi……… tadi dia berada di sini……….”

“Jangan bohong! Mana dia ?”

Kwan Cu membentak dan dia mengerahkan sedikit tenaga pada tangan kirinya yang menggencet pundak pelayan itu. Pelayan itu meringis kesakitan, pundaknya serasa ditusuk jarum.

“Am……..ampun, Siauwya………… hamba tidak membohong. Tadi………. tadi majikan hamba berada di sini, bahkan tadi keluar……”

Kwan Cu berpikir, lalu membentak lagi,
“Yang mana dia? Yang mana? Hayo cepat katakan!”

“Dia…….. dia yang tadi melawan Siauwya.”

“Apa? Yang muda dan berpakaian pelayan, memegang pedang……. ?”.

Pelayan itu hanya mengangguk dengan tubuh menggigil ketakutan. Kini setelah membuka rahasia majikannya, dia menjadi makin ketakutan karena dia tahu bahwa kalau majikannya tahu akan pengkhianatannya, dia akan menerima hukuman berat.

Kwan Cu terkejut mendengar ini dan dia merasa menyesal sekali. Tadi dia sudah bercuriga terhadap pelayan muda yang lihai ilmu pedangnya itu. Diakah An Kai Seng keturunan An Lu Shan? Mungkin sekali!

“Dan gadis muda yang pandai main pedang itu, siapa dia?”

“Dia adalah Wi Wi Toanio, isteri majikan hamba……..”

Baru saja mendengar ini, Kwan Cu cepat melompat keluar lagi. Hm, yang tahu akan rahasia hartawan muda bernama Kai Seng ini tentu hanya isterinya. Mungkin sekali An Kai Seng telah mengubah shenya menjadi Tan, dan hal ini tentu saja tidak diketahui oleh semua pelayan. Hanya isterinya yang tentu tahu akan hal ini!

Ketika tiba di ruang depan, dia melihat wanita muda yang cantik tadi masih berdiri, sedang mengatur napas dan ternyata bahwa wanita itu telah berhasil membebaskan diri dari totokannya. Ia kaget dan memuji karena hanya dengan tenaga lwekang yang sudah tinggi saja orang dapat membebaskan totokan begitu cepatnya.

Wi Wi Toanio melihat Kwan Cu keluar lagi, cepat hendak melarikan diri, akan tetapi dengan sekali lompatan, Kwan Cu sudah berada di depannya.

“Jadi kau kah Wi Wi Toanjo isteri dari An Kai Seng?” tanya Kwan Cu dengan mata bersinar mengancam.

“Suamiku bernama Tan Kai Seng!”

Wi Wi Toanio berkata dan mencoba untuk tersenyum sungguhpun hatinya berdebar penuh rasa takut. Ia telah merasai sendiri betapa lihainya orang yang mau membunuh suaminya ini.

Kwan Cu menengok ke arah pelayan muda yang tadi telah dikalahkannya, akan tetapi seperti yang sudah diduganya, pelayan muda itu kini tidak kelihatan lagi mata hidungnya. Tiba-tiba dia mendengar gerakan orang dan Wi Wi Toanio mempergunakan kesempatan selagi Kwan Cu menengok, untuk cepat melompat melarikan diri keluar.

“Kau hendak lari ke mana?”

Kwan Cu mengejar dan di lain saat pemuda ini telah memegang pergelangan tangan Wi Wi Toanio.

“Lepaskan aku ! Lepaskan!”

la meronta-ronta dan mencoba untuk melepaskan tangannya, akan tetapi sia-sia, karena pegangan Kwan Cu amat kuatnya.

“Katakan dulu, siapa sebenarnya suamimu itu? Apakah dia bukan An Kai Seng keturunan An Lu Shan?” tanya Kwan Cu perlahan sambil mempererat pegangannya sehingga wanita muda itu merasa sakit sekali seluruh lengannya.

Pada saat itu, para pelayan yang tadi ketakutan setengah mati, telah keluar dan memandang dari pintu dengan muka pucat. Sementara itu, pelayan yang tadinya diperintah oleh Kai Seng untuk memberitahukan pada kawan-kawannya, telah datang diiringkan oleh belasan orang laki-laki yang sudah memegang senjata tajam.

Mereka ini menyerbu dari luar dan siap menolong Wi Wi Toanio yang dipegang tangannya oleh Kwan Cu. Melihat ini, Wi Wi Toanio segera melakukan siasatnya yang amat cerdik. la lalu merapatkan tubuhnya, tidak mempedulikan rasa sakit pada tangannya dan sengaja merapatkan tubuh pada tubuh pemuda itu, lalu berteriak-teriak.

“Kau manusia kurang ajar! Kau hendak berlaku kurang sopan terhadapku? Lihat lihatlah semua orang, inilah orang yang mengaku bernama Lu Kwan Cu, seorang yang katanya pendekar muda berilmu tinggi! Akan tetapi dia hendak membujukku, mengajakku minggat bersama. Alangkah rendahnya!”

Kwan Cu merasa betapa tubuh wanita itu merapat dan dia kembali mencium bau yang harum. Ketika mendengar teriakan ini, dia terkejut sekali, wajahnya menjadi merah sampai ke telinganya dan otomatis dia melepaskan pegangannya dan melangkah mundur.

“Kau bohong! Aku tidak berlaku kurang ajar, hanya mau tahu di mana perginya Kai Seng itu!” katanya mendongkol.

Sambil memijat-mijat pergelangan lengannya Wi Wi Toanio tersenyum mengejek lalu berkata pula perlahan,

“Kalau kau memang gagah, carilah sendiri!” Lalu ia berjalan pergi.

Kwan Cu merasa bingung. Tentu saja dia dapat menangkap wanita itu, dibawa ke tempat sunyi untuk dipaksa mengaku siapa sebetulnya hartawan muda itu dan di mana bersembunyinya.

Akan tetapi kalau dia teringat akan teriakan nyonya muda tadi, dia menjadi merasa malu dan tidak enak sekali. Kalau sampai dia menangkapnya, tentu semua orang akan membenarkan kata-kata Wi Wi Toanio dan namanya akan menjadi busuk di dunia kang-ouw!

Sementara itu, kawan-kawan Kai Seng yang terdiri dari jago-jago silat di kota itu, sudah datang dan menyerbu Kwan Cu. Terpaksa pemuda ini lalu menggerakkan sulingnya. la tidak mau membuang banyak waktu dan sebentar saja terdengar suara keras, senjata-senjata tajam terlempar jauh dan orang-orang itu berteriak-teriak kesakitan, roboh seorang demi seorang.






Tidak ada komentar :