*

*

Ads

Minggu, 16 Juni 2019

Pendekar Bodoh Jilid 150

Sementara itu, Cin Hai dan Lin Lin masih melakukan perjalanan menuju ke barat, menyusul Bu Pun Su yang menjadi “tawanan” Wi Wi Toanio dan kawan-kawannya. Ternyata bahwa Balaki semenjak dikalahkan oleh Cin Hai, lalu melarikan diri dari Yagali Khan dan kemudian ia bergabung dengan Hai Kong Hosiang dan seorang pendeta Sakya Buddha. Ia maklum akan kelihaian Hai Kong Hosiang maka ia lalu menceritakan tentang harta pusaka di daerah Kan-su itu dan mengusulkan untuk pergi mencari bersama.

Hai Kong Hosiang yang cerdik itu telah mendapat tahu tentang riwayat Bu Pun Su ketika mudanya, maka mereka lalu mencari dan menjumpai Wi Wi Toanio yang telah menjadi janda. Melihat bahwa Wi Wi Toanio ternyata juga lihai sekali ilmu kepandaiannya, maka mereka lalu membujuk nyonya tua itu untuk ikut pula mencari harta pusaka dan kemudian atas rencana dan siasat Hai Kong Hosiang yang licin, mereka berhasil menundukkan Bu Pun Su untuk dipergunakan kepandaiannya mencari harta itu!

Cin Hai tidak berani melakukan perjalanan terlalu cepat hingga ia dan Lin Lin tidak bisa mengejar rombongan yang menawan Bu Pun Su. Beberapa hari kemudian, setelah mereka mendekati batas Propinsi Kan-su, dan beristirahat di dalam sebuah hutan menikmati hawa yang nyaman dan buah-buahan yang lezat, tiba-tiba dari jauh mendatangi seorang laki-laki dan ketika orang itu datang dekat, Cin Hai merasa terkejut sekali hingga tak terasa lagi ia memegang tangan Lin Lin. Ia mengenal baik muka laki-laki yang datang itu, laki-laki muda pesolek yang tampan.

“Song Kun…” katanya dengan dada berdebar karena ia maklum bahwa pertemuan ini tentu akan menjadi pertempuran hebat!

Sementara itu, Song Kun sudah melihat mereka pula. Mula-mula wajahnya yang tampan melihat dengan terheran-heran karena ia sendiri tidak pernah menyangka akan bertemu dengan gadis yang membuatnya tergila-gila itu bersama Cin Hai, pemuda yang dibencinya dan yang hendak dibunuhnya!

Ia memandang ke kanan kiri, kuatir kalau-kalau Bu Pun Su supeknya itu berada pula di situ, akan tetapi ketika melihat bahwa tidak ada orang lain di situ, bibirnya tersenyum girang dan ia segera menghampiri.

“Ha, ha! Pendekar Bodoh, Pendekar Tolol dan goblok! Suteku yang baik budi, kekasih Supek Bu Pun Su! Agaknya kau berdua saja dengan bidadari yang telah lama kurindukan ini. Atau, membawa juga anjing penjagamu yang tua itu?”

Cin Hai dapat menduga bahwa yang dimaki “anjing penjaga tua” itu adalah Bu Pun Su suhunya, maka bukan kepalang marahnya hingga debar hatinya yang tadi agak kuatir itu lenyap, terganti dengar debar marah.

“Song Kun! Siapakah yang kau maki itu?”

“Siapa lagi kalau bukan Suhumu yang tua dan lebih goblok dari padamu itu?”

“Kurang ajar! Kau kira aku takut kepadamu?”

“Cin Hai, kau telah merasai kelihaianku, apakah kau belum kapok? Dengarlah, bocah sombong. Aku mempunyai hati yang lemah dan suka menaruh kasihan kepada anak-anak kecil. Aku masih ingat bahwa kau adalah Suteku sendiri, maka aku akan memberi ampun kepadamu. Pergilah kau dengan aman, dan tinggalkan kekasih hatiku ini. Aku akan menjaganya dan mencintanya dengan baik, lebih baik daripada kalau kau menjaganya. Kelak kalau kau ingin menikah katakan saia kepada Suhengmu ini gadis mana yang kau sukai, tentu aku membantumu sehingga kau berhasil mendapatkannya!”

Ucapan ini dikeluarkan dengan muka sungguh-sungguh sehingga ia hanya dapat memandang dengan melongo dan tak dapat mengeluarkan kata-kata!

Akan tetapi, sementara itu Lin Lin sudah tak dapat menahan marahnya lagi. Gadis ini sampai menjadi pucat karena marahnya dan ia memandang kepada Song Kun seakan-akan ia hendak meremukkan kepala pemuda pesolek itu dengan pandangan matanya kalau mungkin.

“Bangsat rendah, keparat jahanam! Aku bersumpah hendak membunuh kau!”

Sambil berkata demikian, Lin Lin lalu melompat dan mencabut pedang Han-le-kiam, terus menyerang dengan hebatnya!

Song Kun mengelak dengan mudah sambil berkata,
“Sayang, janganlah kau marah-marah, karena dengan setulus hati aku mencintaimu. Salahkah hatiku kalau tertarik dan runtuh melihat kecantikanmu? Lin Lin, ah, namamu indah sekali. Janganlah kau menurunkan tangan kejam kepadaku, sayang!”






Bukan main marahnya Lin Lin mendengar kata-kata ini sehingga ia menjerit dan menyerang makin hebat sambil mengucurkan air mata karena marah dan mendongkol tak dapat membikin mampus orang itu dengan sekali tusuk!

Cin Hai merasa khawatir sekali melihat keadaan Lin Lin, karena ia maklum bahwa kemarahan dan perkelahian akan membuat keadaan Lin Lin makin buruk saja.

“Lin-moi, mundurlah. Tak perlu kau mengotorkan tanganmu dengan bedebah itu. Biarkan aku yang mengadu jiwa dengan bajingan ini!”

Sambil berkata demikian, Cin Hai lalu mencabut sebatang daripada sepasang pedang Liong-cu-kiam yang panjang lalu melompat dan menyerang dengan hebat! Sementara itu, dengan hati membakar panas Lin Lin terpaksa melompat mundur dan berdiri dengan mata berapi.

Song Kun terkejut melihat bahwa pedang di tangan Cin Hai mengeluarkan sinar gemilang, maka tanpa membuang waktu lagi ia segera mencabut keluar pedang pusakanya Ang-ho-sian-kiam yang mengeluarkan cahaya merah seperti api itu!

Ketika Cin Hai menyerang hebat, Song Kun lalu menyabet dengan pedangnya dengan maksud hendak membuat pedang Cin Hai terbabat putus sekaligus!

“Trangg!!”

Kedua pedang beradu dan berpancaranlah bunga-bunga api yang menyilaukan mata. Cin Hai merasa betapa telapak tangannya tergetar maka menarik pulang pedang cepat-cepat dan memeriksanya. Ia merasa lega karena pedang Liong-cu-kiam tidak menjadi rusak karena peraduan itu.

Sementara itu, Song Kun yang juga merasa tergetar telapak tangannya, merasa kaget sekali karena pedangnya ternyata tidak dapat memutuskan pedang Cin Hai. Ia memandang dengan mata terbelalak marah dan kemudian ia menjadi marah sekali.

“Bangsat! Agaknya kau telah dapat mencuri pedang pusaka! Baik, jangan kira pedang yang baik saja akan dapat melindungi jiwamu! Hari ini tentu kau akan mampus dalam tanganku!!”

Setelah berkata demikian, Song Kun tiba-tiba menggerakkan pedangnya secara hebat dan ganas sekali sehingga lenyaplah bayangan tubuhnya, menjadi satu dengan sinar pedangnya yang bercahaya merah api bagaikan segulung api yang dahsyat menyambar-nyambar ke arah tubuh Cin Hai dengan gerakan yang cepat dan luar biasa sekali!

Cin Hai maklum bahwa baru kali ini ia menghadapi lawan yang betul-betul tangguh dan yang ilmu kepandaiannya tidak berada di sebelah tingkat kepandaiannya sendiri! Bahkan dasar pelajaran mereka datang dari satu sumber. Ia kalah pengalaman, kalah lama berlatih dan dalam hal ginkang, mungkin ia masih kalah cepat oleh Song Kun yang benar-benar memiliki kecepatan yang membuat bayangannya tepat disebut Bayangan Iblis itu!

Akan tetapi Cin Hai tidak menjadi gentar. Betapapun juga, intisari kepandaian silat belum pernah diturunkan kepada siapa juga oleh Bu Pun Su dan kepandaian itu hanyalah dimiliki oleh Bu Pun Su sendiri, bahkan sute dari Bu Pun Su yaitu Han Le Sianjin yang menjadi guru Song Kun, juga tidak mempunyai pengetahuan ajaib ini.

Maka, pengetahuan tentang dasar-dasar dan pokok-pokok pergerakan ilmu silat inilah yang membuat Cin Hai berhati tenang dan tetap, karena pengetahuan ini dapat menutup kekurangan dan kekalahannya dalam hal ginkang dan pengalaman tadi.

Song Kun merasa penasaran dan marah melihat betapa Cin Hai dapat menahan semua penyerangannya, maka sambil berseru gemas ia menggerakkan pedangnya bagaikan halilintar menyambat-nyambar, dan tangan kirinya juga tidak tinggal diam, akan tetapi mengirim serangan-serangan maut dengan Ilmu Silat Pek-in-hoatsut dan lain-lain ilmu pukulan yang mengarah jiwa lawannya.

Akan tetapi Cin Hai tetap berlaku tenang dan mengembalikan setiap pukulan lawannya dengan hati-hati. Ia cukup maklum akan berbahayanya Song Kun dan maklum pula bahwa sekali saja serangan lawan ini mengenai tubuhnya, maka nyawanya berada dalam bahaya besar. Oleh karena itu, ia berlaku hati-hati sekali dan selain mempertahankan diri, ia juga mengirim serangan balasan yang cukup membuat Song Kun berlaku hati-hati.

Demikianlah, kedua orang muda itu saling serang dan saling gempur bagaikan dua ekor naga sakti saling menyerang dengan mati-matian. Tubuh mereka tak tampak lagi, dan hanya cahaya pedang mereka yang saling gulung dan saling desak dengan hebatnya.

Song Kun memang amat lincah dan cepat, akan tetapi menghadapi Cin Hai yang tenang dan kuat serta yang telah tahu akan semua gerakannya, ia merasa tak berdaya, sungguhpun untuk mengalahkan Song Kun, bagi Cin Hai bukanlah merupakan hal yang mudah.

Baik Song Kun maupun Cin Hai merasa betapa baru sekali itu selama hidup mereka menghadapi lawan yang behar-benar tangguh dan berimbang baik tenaga maupun kepandaian.

Lin Lin memandang pertempuran itu dengan kagum sekali. Bagi matanya yang telah terlatih dan menjadi tajam sekali penglihatannya, ia masih dapat melihat gerakan-gerakan kedua orang itu dan diam-diam ia harus mengakui bahwa gerakan Song Kun masih lebih lincah dan cepat, sungguhpun Cin Hai tidak menjadi terdesak karenanya.

Song Kun yang merasa amat penasaran karena setelah bertempur puluhan jurus belum juga dapat mendesak Cin Hai, lalu berseru keras dan tangan kirinya bergerak. Sebuah cahaya merah meluncur dari tangannya itu dan Cin Hai melihat betapa sehelai sabuk merah bergerak bagaikan hidup menyambar ke arah lehernya. Cin Hai cepat mengelak ke kiri, akan tetapi sabuk merah itu dengan lihainya bergerak juga ke kiri seakan-akan bernyawa dan kini mengebut ke arah matanya.

Inilah semacam ilmu kepandaian yang istimewa dari Han Le Sianjin, dan yang telah diturunkan kepada muridnya itu. Cin Hai belum pernah mempelajari, dan juga karena pergerakan sabuk ini bukan mengandalkan gerakan lengan, akan tetapi mengandalkan pergerakan pergelangan tangan, maka sukarlah bagi Cin Hai untuk dapat melihat dan mengikuti gerakan lawannya ini.

Setiap pukulan selalu berpusat kepada pundak yang menjadi pangkal lengan, akan tetapi sabuk ini digerakkan oleh Song Kun dengan menggerakkan pergelangan tangannya tanpa mempengaruhi lengan, hingga Cin Hai kali ini benar-benar tak dapat menduga lebih dulu ke mana sabuk lawan itu akan meluncur!

Song Kun maklum pula bahwa Cin Hai tentu telah mewarisi ilmu kepandaian Bu Pun Su yang sakti, yaitu ilmu kepandaian mengenal dan mengetahui segala pokok-pokok dan dasar pergerakan ilmu pukulan, maka ia sengaja mengeluarkan sabuknya itu untuk mencapai kemenangan.

Dulu suhunya, Han Le Sianjin pernah berkata kepadanya bahwa ilmu kepandaian Bu Pun Su tak ada lawannya di dunia ini oleh karena Bu Pun Su telah memiliki pengetahuan tentang pokok dan dasar ilmu silat, akan tetapi apabila Bu Pun Su menghadapi senjata yang digerakkan dengan pergelangan tangan seperti senjata sabuk yang lihai itu, tentu Bu Pun Su sendiri takkan dapat menduga sebelumnya ke mana sabuk itu akan diserangkan!

Benar-benar Cin Hai terkejut ketika tahu-tahu sabuk itu telah mengejarnya dan mengancam matanya. Ia tidak mau mengelak lagi, akan tetapi segera mengerjakan Liong-cu-kiam di tangannya untuk membuat putus sabuk yang berbahaya itu. Akan tetapi tiba-tiba ia berseru terkejut karena bukan saja pedangnya tidak mampu membabat putus sabuk itu, bahkan sabuk merah itu lalu membelit pedangnya sehingga tak dapat digerakkan lagi!

Lin Lin melihat pula hal ini dengan jelas, maka bukan main rasa kuatirnya melihat keselamatan kekasihnya terancam bahaya. Ia menjerit keras dan roboh pingsan! Dalam keadaan seperti itu, Lin Lin lupa akan pantangannya dan menjadi kuatir sehingga racun di dalam tubuhnya menyerang jantung dengah hebat yang membuatnya roboh pingsan.

Sementara itu, ketika sabuk merahnya telah berhasil membelit pedang Cin Hai, Song Kun sambil tertawa mengejek lalu menyerang dengan pedang Ang-ho-sian-kiam di tangan kanannya ke arah dada Cin Hai!

Sebetulnya bukan karena pedang Liong-cu-kiam kurang tajam maka tak dapat membabat putus sabuk itu, akan tetapi oleh karena sabuk itu terbuat dari sutera lemas dan ulet sekali hingga tentu saja kalau berada di tangan seorang ahli yang tinggi ilmu lweekangnya, pedang yang bagaimana tajam pun akan kehilangan dayanya dan takkan dapat membabatnya putus, biarpun pedang Liong-cu-kiam itu akan membabat putus segala macam senjata besi atau baja.

Biarpun berada dalam keadaan yang amat berbahaya, namun murid Bu Pun Su ini tidak menjadi bingung atau gentar. Secepat kilat ia mencabut pedang Liong-cu-kiam pendek yang masih terselip di punggungnya dan dengan pedang ini di tangan kiri ia menangkis tusukan pedang Song Kun pada dadanya, kemudian ia menggunakan pantulan pedang untuk membabat sabuk yang masih melibat pedang di tangan kanan.

Sekali sabet saja, sabuk itu terputus menjadi dua potong! Ini dapat terjadi oleh karena setelah melibat pedang maka sabuk itu menjadi tertarik dan tertahan oleh pedang yang dilibatnya dan tangan Song Kun yang memegangnya, maka dalam keadaan merentang ini tentu saja dengan mudah sabuk itu dapat dibabat putus!






Tidak ada komentar :