*

*

Ads

Minggu, 16 Juni 2019

Pendekar Bodoh Jilid 149

Nelayan Cengeng, Kwee An, dan Ma Hoa memandang. Ternyata yang datang adalah seorang laki-laki yang berusia tiga puluh lebih, bermuka bundar dan gagah, bersikap tenang dan kumis kecil menghias di atas bibirnya. Tubuhnya tegap dan bidang, sedangkan sepasang matanya bercahaya tajam dan berpengaruh.

“Song Kun, setelah berpisah bertahun-tahun, setiap hari aku mengharapkan dan berdoa supaya kau dapat insyaf akan kesesatanmu. Tidak kusangka bahwa kau makin dalam terjerumus ke dalam jurang kejahatan!” kata orang itu yang bukan lain Lie Kong Sian adanya, dengan suara mengandung penuh penyesalan.

Song Kun mengeluarkan suara ketawa mengandung ejekan.
“Lie Kong Sian! Tadi aku menyebut Suheng kepadamu karena kukira kau hendak berbaik, tidak tahunya datang-datang kau memaki orang! Apakah kau masih merasa penasaran karena dulu kalah olehku. Jangan kau kira aku takut karena kedatanganmu ini, dan segala perbuatanku adalah aku sendiri yang melakukan dan aku sendiri pula yang menanggung-jawabnya! Kau peduli apakah?”

“Dasar batinmu yang rendah! Kalau begitu, terpaksa sekali lagi aku harus memenuhi perintah mendiang Suhu dan menghajarmu dengan kekerasan.”

“Ha-ha, majulah! Hendak kulihat sampai dimana kemajuanmu!”

Ucapan ini bagi seorang sute terhadap suhengnya memang amat kurang ajar, maka Lie Kong Sian lalu menerjang sambil mencabut pedangnya. Song Kun mengelak dan balas menyerang dan sebentar saja kedua orang itu bertempur hebat.

Tingkat pelajaran mereka memang berimbang, dan dulu ketika mereka bertempur, Lie Kong Sian dapat dikalahkan oleh sutenya yang memang memiliki bakat yang luar biasa sekali. Kini, sungguhpun Lie Kong Sian telah melatih diri dengan keras dan ilmu kepandaiannya telah meningkat tinggi, namun di lain fihak Song Kun telah memiliki pedang Ang-ho-sian-kiam yang luar biasa sehingga Lie Kong Sian tidak berani mengadu pedangnya karena takut kalau-kalau pedang pemberian Ang I Niocu itu akan putus.

Oleh karena ini, untuk kedua kalinya, ia terdesak hebat oleh serangan adik seperguruannya yang menyerang sambil tertawa mengejek, sungguhpun diam-diam ia mengakui kelihaian suhengnya dan maklum bahwa biarpun suhengnya tak berani beradu pedang, namun agaknya takkan mudah baginya untuk menjatuhkan suheng itu.

Sementara itu, Nelayan Cengeng, Kwee An, dan Ma Hoa menyaksikan pertandingan itu dengan penuh kekaguman. Tadi mereka telah merasa terkejut, heran dan kagum sekali menyaksikan kepandaian Song Kun yang dapat mendesak mereka, dan kini mereka melihat seorang pemuda lain yang seimbang kepandaiannya dengan pemuda pesolek yang lihai itu. Sesudah Cin Hai dan Bu Pun Su, belum pernah mereka menyaksikan ilmu kepandaian orang-orang muda selihai itu.

Melihat bahwa Lie Kong Sian datang dan membela mereka, maka mereka bertiga tentu saja tidak mau tinggal diam dan dengan seruan keras, Nelayan Cengeng lalu mengerjakan dayungnya diikuti oleh Ma Hoa dan Kwee An.

Kini sibuklah Song Kun, karena menghadapi keroyokan empat orang yang tingkat kepandaiannya sudah tinggi itu tentu saja ia merasa kewalahan sekali. Setelah bertahan sampai puluhan jurus, terpaksa ia lalu melompat jauh dan berkata,

“Lie Kong Sian! Lain kali kalau kita bertemu berdua dan kau tidak mengandalkan keroyokan, tentu aku akan menabas batang lehermu!” Kemudian kepada Ma Hoa ia menyeringai dan berkata. “Sayang, bidadari rambut panjang, kita belum berjodoh!”

Keempat orang itu marah sekali, akan tetapi dengan sekali berkelebat saja Song Kun telah lari jauh dan meninggalkan tempat itu.

“Lihai sekali!” kata Nelayan Cengeng dengan kagum.

“Memang Suteku itu lihai sekali dan jahat,” kata Lie Kong Sian menarik napas panjang. “Lo-enghiong, melihat dayungmu yang hebat itu, kalau tidak salah dugaanku tentu kau adalah Kong Hwat Lojin si Nelayan Cengeng. Betulkah?”

Nelayan Cengeng menjura dan menjawab,
“Benar, Taihiap. Darimana kau tahu namaku?”






Lie Kong Sian tersenyum.
“Dan kalau tidak salah, Saudara yang gagah ini tentulah Kwee An dan Nona ini Ma Hoa.”

Ketiga orang itu memandangnya dengan heran.
“Lie-taihiap, darimana kau bisa tahu?” tanya Kwee An, sedangkan Ma Hoa tiba-tiba berkata sambil menuding kepada pedang yang dipegang oleh Lie Kong Sian.

“Eh, bukankah pedang itu pedang Ang I Niocu??”

Kini Lie Kong Sian tersenyum dan mengangguk,
“Memang ini pedang Kiang Im Giok, dan aku adalah tunangan Ang I Niocu!”

Kemudian Lie Kong Sian yang jujur lalu mengaku dan menceritakan pengalamannya betapa ia menolong Ang I Niocu dan akhirnya menjadi calon jodohnya. Lie Kong Sian suka sekali melihat sikap tiga orang yang telah lama dikenal dari penuturan Ang I Niocu itu dan yang dipuji oleh kekasihnya, maka ia lalu mengaku terus terang tentang pertunangannya itu dan demikianlah maka mereka tahu akan pertunangan Ang I Niocu dengan Lie Kong Sian yang gagah perkasa.

Kemudian mereka melanjutkan perjalanan dengan terpisah, karena Lie Kong Sian hendak mengejar dan menyusul sutenya untuk memenuhi syarat Ang I Niocu, yaitu merobohkan sutenya yang ternyata bukan insyaf, bahkan makin jahat itu.

Setelah Ma Hoa menceritakan semua pengalaman kepada Ang I Niocu, tahulah Nona Baju Merah itu bagaimana mereka dapat mengetahui hal pertunangannya sehingga mereka menggodanya. Terutama Ma Hoa menggodanya sehingga Ang I Niocu menjadi semerah bajunya. Ia tak dapat marah karena maklum bahwa Ma Hoa menggoda karena rasa girangnya.

“Ma Hoa, sudahlah jangan kau menggodaku lebih lanjut. Kalau menggoda terus, aku takkan menceritakan kepadamu perihal Lin Lin.”

Ma Hoa memegang lengan tangan Niocu dan bertanya,
“Lin Lin? Apakah kau sudah bertemu dengan dia, Cici yang baik? Bagaimana keadaannya? Selamatkah ia dan bagaimana dengan Cin Hai?”

Dihujani pertanyaan ini, Ang I Niocu tersenyum dan sengaja berlaku lambat-lambatan sehingga tidak saja Ma Hoa menjadi tidak sabar, bahkan Kwee An dan Nelayan Cengeng juga mendesaknya untuk segera menceritakan hal Lin Lin.

“Maka jangan suka menggoda orang,” kata Ang I Niocu. “Baiklah, aku akan menceritakan pengalamanku.”

Kemudian tiba giliran Ang I Niocu untuk menuturkan semua pengalamannya, betapa ia bertemu dengan Cin Hai dan mendapatkan sepasang pedang Liong-cu-kiam dan harta pusaka di dalam Gua Tung-huang dan pengalaman-pengalaman lainnya. Dan juga ia menceritakan betapa Lin Lin telah dibawa oleh Bu Pun Su untuk diberi pelajaran silat sebagaimana yang ia dengar dari Cin Hai.

Mendengar penuturan ini, bertitik air mata dari kedua mata Ma Hoa karena terharu dan girangnya. Sekarang pengharapannya terkabul semua. Seluruh kawan-kawannya telah selamat dan terlepas dari bahaya. Demikian pun Kwee An dan Nelayan Cengeng. Mereka berempat itu sama sekali tidak tahu bahwa telah terjadi peristiwa hebat di Gua Tengkorak yang membuat Lin Lin terluka dan terancam jiwanya!

“Kini tugas kita cari-mencari ini telah selesai karena orang-orang yang dicari telah ditemukan,” kata Nelayan Cengeng. “Akan tetapi kita harus melindungi Yo Se Pu dari bahaya dan juga, karena menurut penuturan Ang I Niocu tadi bahwa Cin Hai akan kembali kesini dan Ang I Niocu sendiri ditugaskan menjaga gua tempat harta pusaka, kita semua lebih baik untuk sementara waktu tinggal disini, menanti datangnya Cin Hai untuk kemudian bersama-sama kembali ke timur.”

Semua orang menyetujui usul ini dan setelah Yousuf selesai mengurus semua kawan dan lawan yang terluka dan tewas, ia pun lalu datang dan saling menceritakan pengalaman masing-masing.

Nelayan Cengeng dan yang lain-lain mencoba seberapa dapat untuk menghibur hati Yousuf yang masih berduka karena kematian gurunya dan banyak kawan-kawannya.

“Sesungguhnya, tentang kematian tak kusedihkan benar karena soal itu bukanlah soal yang aneh dan harus disesalkan. Yang membuat hatiku berduka ialah adanya perpecahan dan permusuhan diantara bangsa sendiri. Baiknya kalian membawa berita bahwa anakku Lin Lin sudah diselamatkan dan bahkan kini memperdalam ilmu kepandaian di bawah pimpinan Bu Pun Su, kalau tidak, tentu aku akan makin gelisah dan cemas saja.”

Demikianlah, mereka bertempat tinggal di kampung Yousuf dan kawan-kawannya itu sehingga pengikut Pangeran Muda tidak berani datang untuk bermain gila lagi. Hampir tiga atau empat kali sehari Ang I Niocu menyelidiki keadaan gua itu, menjaga dan memeriksa kalau-kalau ada orang yang mengetahui tempat itu. Kadang-kadang ia pergi seorang diri, tidak jarang ditemani oleh Ma Hoa, bahkan beberapa kali Kwee An dan Nelayan Cengeng juga ikut.

**** 149 ****






Tidak ada komentar :