*

*

Ads

Minggu, 23 Juni 2019

Pendekar Bodoh Jilid 163

“Saliban,” kata Cin Hai kepada pemuda Haimi itu, “dengarlah betapa pamanmu mintakan ampun untuk kau yang telah memberontak dan berbuat jahat terhadapnya. Tidak malukah kau? Orang seperti engkau ini seharusnya dibinasakan, karena selain berbuat jahat, kau pun telah merusak nama baik Suhumu yang tentu seorang Han adanya. Kau tidak lekas minta ampun?”

Melihat kelihaian Lin Lin dan Cin Hai, Saliban insyaf bahwa ilmu kepandaiannya sebetulnya masih amat rendah dan ia merasa malu dan menyesal, maka sambil merayap ia berlutut minta ampun kepada pamannya dan bersumpah takkan mengulang perbuatannya lagi.

Pada saat itu, dari jauh mendatangi serombongan orang Haimi yang dipimpin oleh Manako. Pemuda ini walaupun sudah terluka pundaknya, namun dengan nekat ia mengumpulkan kawan-kawan dan menyusul untuk menyerbu Saliban dan menolong calon isteri dan mertuanya.

Juga Manako memaafkan Saliban, sedangkan Cin Hai dan Lin Lin diam-diam memuji ketampanan dan kegagahan Manako, hanya mereka diam-diam menyayangkan bahwa anak muda ini belum pantas memakai cambang yang demikian tebal dan panjangnya.

Setelah bercakap-cakap dan beramah tamah dengan orang-orang Haimi serta meninggalkan banyak nasihat kepada Saliban, Cin Hai dan Lin Lin lalu melanjutkan perjalanannya menuju ke timur.

Ketika mereka berdua tiba di Pegunungan Lian-ko-san yang tak jauh lagi dari Gua Tengkorak, tinggal sehari perjalanan lagi, dan sedang berjalan melalui sebuah padang rumput, tiba-tiba muncul tiga orang yang membuat mereka terkejut dan bersiap sedia, karena tiga orang itu bukan lain ialah Thai Kek Losu, Sian Kek Losu, dan Bo Lang Hwesio.

Tiga orang ini yang telah dikalahkan oleh Bu Pun Su, maklum bahwa anak-anak muda yang menjadi musuh mereka itu masih berada di barat, maka sengaja mereka menghadang di situ untuk membalas dendam.

Ketika Bu Pun Su lewat di situ, mereka bersembunyi saja tidak berani keluar, akan tetapi setelah kini melihat kedatangan Cin Hai dan Lin Lin, mereka muncul dan menghadang di jalan dengan hati penuh dendam, terutama sekali Bo Lang Hwesio yang hendak membalas dendam kepada Lin Lin atas kematian muridnya dahulu, yaitu Boan Sip yang menjadi gara gara semua permusuhan.

Cin Hai berlaku tenang-tenang saja juga Lin Lin dengan tabah dan penuh kepercayaan kepada diri sendiri berdiri di sebelah kiri kekasihnya dan memandang tajam kepada musuh-musuh besar itu.

“Eh, kiranya Sam-wi Lo-suhu yang berada disini. Tidak tahu mempunyai maksud apakah maka menghadang perjalanan kami?” kata Cin Hai dengan sikap hormat.

“Pendekar Bodoh! Telah berkali-kali kau dan kawan-kawanmu memusuhi dan menghalangi kami, bahkan Suhumu sendiri telah menghina kepada kami. Sekarang kebetulan kita bertemu disini, masih hendak bertanya tentang maksud kami? Cabutlah senjatamu dan biarlah saat ini akan menentukan siapa diantara kita yang lebih kuat!” kata Thai Kek Losu kepada Cin Hai, sedangkan Bo Lang Hwesio dengan mata memandang marah membentak kepada Lin Lin.

“Dan kau tentu masih ingat akan dosamu membinasakan muridku, maka sekarang aku hendak membalas dendam. Hutang jiwa ya harus membayar jiwa pula!” Sambil berkata demikian, Bo Lang Hwesio mengeluarkan sepasang poan-koan-pit.

Lin Lin sudah mendengar tentang pertempuran tokoh-tokoh besar ini melawan Bu Pun Su, maka melihat poan-koan-pit itu, ia menyindir,

“Bo Lang Hwesio, agaknya kau telah mencuri sepasang poan-koan-pit baru, apakah yang dulu telah tak dapat digunakan pula?”

Marahlah Bo Lang Hwesio mendengar ini, maka sambil menerjang maju ia membentak lagi,

“Perempuan rendah, bersedialah untuk mampus!”

Lin Lin dengan tenang lalu mencabut keluar Han-le-kiam dari pinggangnya dan menyampok poan-koan-pit lawan yang menyerangnya, kemudian secepat kilat ia pun balas menyerang dengan hebat.

Sementara itu, Thai Kek Losu telah mengeluarkan senjatanya yang hebat, yaitu tengkorak kecil itu yang kini telah diperbaikinya dan diganti rantai yang mengikatnya, sedangkan Sian Kek Losu juga mengeluarkan senjatanya yang istimewa, yaitu sebatang gendewa. Juga gendewanya yang telah dipatahkan oleh Bu Pun Su itu kini telah digantinya dengan sebatang gendewa yang baru, terbuat daripada besi kuning.






Cin Hai maklum akan kelihaian senjata-senjata lawannya, maka ia pun tidak mau berlaku sungkan lagi dan mencabut keluar sepasang pedangnya Liong-cu-kiam yang panjang dan pendek, dipegang pada kedua tangannya.

Kedua Pendeta Sakya Buddha itu terkejut melihat sepasang pedang yang mengeluarkan cahaya gemilang itu, maka mereka maklum bahwa sepasang pedang itu tentu pedang-pedang pusaka yang ampuh dan tajam, mereka lalu membentak dan mendahului menyerang dengan hebat.

Cin Hai memperlihatkan kegesitannya dan melawan dengan tenang dan waspada. Ia melihat betapa gerakan Thai Kek Losu jauh lebih gesit daripada dulu, agaknya pendeta itu telah melatih diri selama ini, sedangkan gerakan Sian Kek Losu juga hebat sekali. Untung ia mempergunakan sepasang pedang Liong-cu-kiam yang tajam sehingga kedua lawannya tak berani menahan pedangnya dengan senjata mereka hingga serangan kedua orang itu dapat dibalas dengan serangan-serangan kilat yang cukup membuat kedua lawannya berlaku hati-hati sekali karena maklum bahwa murid Bu Pun Su ini tidak boleh dibuat gegabah!

Sementara itu, pertempuran antara Lin Lin dan Bo Lang Hwesio juga berjalan seru sekali. Ilmu Pedang Han-le-kiam memang luar biasa dan cepat sedangkan kini Lin Lin telah memperoleh kemajuan hebat dan bahkan telah melatih diri dengan limu Silat Pek-in-hoatsut dan Kong-ciak-sin-na, akan tetapi menghadapi Bo Lang Hwesio yang sudah jauh lebih berpengalaman dan ulet itu, ia mendapatkan lawan yang amat kuat dan tangguh.

Sepasang poan-koan-pit di tangan Bo Lang Hwesio menyambar-nyambar ke arah jalan darah yang berbahaya dan juga tiap kali pedang Han-le-kiam kena disampok oleh poan-koan-pit, Lin Lin merasa betapa telapak tangannya menggetar karena tenaga hwesio itu ternyata lebih besar sedangkan ilmu lweekangnya pun lebih tinggi dari pada Lin Lin.

Maka gadis ini yang tahu akan keadaan itu lalu mempergunakan kelincahannya dan ginkangnya untuk menghindarkan diri dari desakan poan-koan-pit, sedangkan jurus-jurus berbahaya yang ia keluarkan dari ilmu pedangnya membuat Bo Lang Hwesio diam-diam merasa terkejut juga.

Alangkah beda tingkat ilmu pedang gadis ini dibandingkan dengan beberapa bulan yang lalu ketika ia dan Ke Ce menyerbu ke atas bukit tempat tinggal Yousuf dan berhasil menjatuhkan Kwee An dan Ma Hoa ke dalam jurang. Ketika dulu itu, walaupun ilmu pedang gadis ini sudah aneh dan luar biasa, akan tetapi gerakannya belum sematang ini. Maka hwesio itu lalu mengerahkan seluruh kepandaiannya sehingga setelah bertempur lama, Lin-Lin merasa terdesak juga!

Adapun Cin Hai yang dikeroyok dua oleh Thai Kek Losu dan Sian Kek Losu, biarpun belum terdesak, namun sukar pula baginya untuk mendesak kedua lawannya yang berilmu tinggi. Terutama sekali tengkorak di tangan Thai Kek Losu amat berbahaya karena Cin Hai tidak berani menangkisnya dengan pedang.

Ia maklum bahwa tengkorak itu amat berbahaya dan apabila ditangkis akan menyebarkan jarum-jarum beracun yang lihai sekali. Juga gendewa di tangan Sian Kek Losu bukanlah senjata yang mudah dilawan biarpun ia dapat menduga kemana gerakan gendewa itu akan dilancarkan.

Maka untuk menghadapi kedua lawan yang tangguh ini, Cin Hai memainkan dua macam ilmu pedang dengan kedua tangannya. Pedang panjang di tangan kanan ia mainkan dengan jurus-jurus dari Ilmu Pedang Daun Bambu, sedangkan pedang pendek di tangan kiri ia mainkan Ilmu Pedang Ngo-lian-hoan-kiam-hwat, maka kedua pendeta Sakya Buddha itu benar-benar merasa terkejut dan mengadakan perlawanan dengan mati-matian. Mereka harus mengakui bahwa selain Bu Pun Su, belum pernah mereka menemukan tandingan seorang pemuda yang demikian tinggi ilmu silatnya!

Pada saat pertempuran sedang berjalan dengan seru, tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang ringan sekali gerakannya dan laki-laki ini membentak marah,

“Pendeta-pendeta pada dewasa ini hanya mempergunakan pakaian sebagai kedok belaka, akan tetapi di dalam tubuh mengandung iman yang bobrok dan batin yang rendah! Jangan kalian, berani mengganggu murid seorang sakti dan mulia seperti Bu Pun Su!”

Kemudian laki-laki itu menarik keluar pedangnya dan menerjang Bo Lang Hwesio sambil berkata kepada Lin Lin.

“Nona, kau bantulah kawanmu itu dan biarkan Si Gundul ini tewas dalam tanganku.”

Lin Lin mendengar suara ini diucapkan dengan halus dan sopan akan tetapi mengandung pengaruh besar, maka ia lalu meninggalkan Bo Lang Hwesio dan melompat untuk membantu Cin Hai.

Lin Lin maklum bahwa ilmu kepandaian Thai Kek Losu terlampau tinggi baginya, maka ia lalu menyerang Sian Kek Losu! Memang perhitungannya tepat karena diantara ketiga orang lawan yang paling lihai dan amat berbahaya untuk dilawan adalah Thai Kek Losu.

Bo Lang Hwesio memiliki ilmu kepandaian yang hanya sedikit berada di bawah kepandaian pendeta Sakya Buddha ini, bahkan di dalam hal lweekang, mungkin Bo Lang Hwesio lebih tinggi tingkatnya! Adapun Sian Kek Losu hanya memiliki tenaga besar saja dan ilmu silatnya biarpun tinggi, namun tidak selihai kedua orang kawannya itu.

Kini pertempuran terpecah menjadi tiga dan keadaan berubah dengan cepatnya. Orang yang baru datang tadi dengan ilmu pedangnya yang luar biasa cepat dan aneh gerakannya, segera berhasil mendesak Bo Lang Hwesio.

Ketika Lin Lin dan Cin Hai mendapat kesempatan memandang ke arah orang itu, hampir saja mereka berseru karena heran dan kagum. Ternyata ilmu pedang yang dimainkan oleh orang itu mempunyai dasar-dasar gerakan yang sama dengan ilmu silat mereka! Lin Lin teringat akan penuturan Ma Hoa ketika bertemu dengannya di dalam gua bersama Ang I Niocu, maka sambil menangkis serangan gendewa di tangan Sian Kek Losu ia berseru,

“Enghiong yang gagah bukankah Lie-enghiong tunangan Ang I Niocu?”

Orang itu tersenyum dan sambil menangkis poan-koan-pit dari Bo Lang Hwesio ia menjawab,

“Betul, dan Ji-wi tentulah Nona Lin Lin dan Saudara Cin Hai!”

Mendengar percakapan ini, Cin Hai merasa heran sekali. Hal ini merupakan “surprise” baginya, yaitu merupakan hal yang sama sekali tak pernah diduga-duganya. Tunangan Ang I Niocu? Dan demikian gagah perkasa? Hatinya menjadi girang dan ia ingin sekali cepat-cepat mengakhiri pertempuran ini agar supaya dapat bercakap-cakap dengan orang yang memiliki ilmu kepandaian yang sama dengan kepandaiannya sendiri.

Ia dulu mendengar bahwa Ang I Niocu ditolong oleh Lie Kong Sian, akan tetapi Dara Baju Merah itu tidak menceritakan bahwa ia telah menjadi tunangan Lie Kong Sian. Ia maklum bahwa orang ini adalah Suheng dari Song Kun, maka boleh dibilang masih suhengnya sendiri pula!

Lin Lin dengan ilmu Pedang Han-lekiam-liwat dapat mendesak Sian Kek Losu dan pada saat gendewa di tangan Sian Kek Losu menangkis dengan sekuat tenaga untuk membuat pedang pendek di tangan Lin Lin terpental, gadis itu dengan amat cerdik dan cepatnya lalu menarik kembali pedangnya dan melihat lowongan yang terbuka segera menggunakan gerak tipu Ang I Memetik Kembang, langsung pedangnya ditusukkan ke arah iga lawan di bawah lengan yang memegang gendewa.

Sian Kek Losu berusaha mengelak, akan tetapi gerakan Lin Lin itu luar biasa cepatnya dan juga tidak diduganya semula, maka tiada ampun lagi pedang Han-le-kiam yang tajam itu dengan jitu menusuk dadanya dari bawah lengan! Sian Kek Losu menjerit, gendewanya terlepas, tubuhnya sempoyongan lalu roboh dan tewas pada saat itu juga!

Juga Bo Lang Hwesio yang sudah tak tahan menghadapi Lie Kong Sian, dengan nekat lalu memutar-mutar poan-koan-pit di tangannya dan menyerang bagaikan harimau terluka yang sudah nekat hendak mengadu jiwa.

Lie Kong Sian mengurungnya dengan sinar pedang hingga kini Bo Lang Hwesio terpaksa mempergunakan lweekangnya untuk mengerahkan tenaga pada kedua senjatanya, menangkis sambil terdesak mundur. Ujung pedang Lie Kong Sian berkelebat cepat mengarah tenggorokannya dan Bo Lang Hwesio lalu membuat gerakan nekat yang hendak memberi pukulan maut tanpa peduli akan keselamatan sendiri.

Ketika pedang itu meluncur ke arah lehernya, ia hanya miringkan kepala sedikit dan berbareng mengirim tusukan dengan sepasang poan-koan-pit ke arah dada Lie Kong Sian.






Tidak ada komentar :