*

*

Ads

Minggu, 23 Juni 2019

Pendekar Bodoh Jilid 164

Kalau Lie Kong Sian meneruskan serangannva dengan membalikkan pedang, maka ia pun akan termakan oleh sepasang poan-koan-pit itu dan keduanya pasti akan tewas! Akan tetapi tentu saja Lie Kong Sian tidak mau diajak mati bersama, maka ia berseru keras dan menggerakkan tangan kirinya yang mengeluarkan uap putih.

Ternyata ia telah menggunakan gerakan dari Ilmu Silat Pek-in-hoat-sut untuk menangkis tusukan poan-koan-pit itu! Sedangkan pedangnya ia teruskan dengan bacokan ke arah leher lawan!

Bo Lang Hwesio merasa girang melihat ini karena ia telah mengerahkan seluruh tenaga lweekangnya yang tinggi ke arah tangan yang memegang senjata, maka ia merasa pasti bahwa tusukannya akan menewaskan musuh.

Tak tahunya, ketika tangan kiri Lie Kong Sian menyampok, poan-koan-pitnya kena disampok terpental oleh tenaga yang luar biasa hingga ia merasa terkejut sekali. Pada saat itu pedang Lie Kong Sian telah datang menyambar. Bo Lang Hwesio berusaha mengelak, akan tetapi terlambat. Ia menjerit keras dan roboh mandi darah dengan leher hampir putus oleh pedang Lie Kong Sian!

Kini Lin Lin dan Lie Kong Sian melihat pertempuran yang terjadi antara Cin Hai dan Thai Kek Losu dengan serunya. Thai Kek Losu yang harus menghadapi Cin Hai seorang diri, merasa jerih sekali karena ia pernah merasai kelihaian pemuda ini. Melihat betapa Sian Kek Losu dan Bo Lang Hwesio sudah tewas, ia menjadi nekat dan menyerang Cin Hai dengan mati-matian. Tengkorak kecil di tangan diputar-putar bagaikan maut sendiri terbang berkeliaran mencari korban.

Adapun Cin Hai yang pernah menghadapi That Kek Losu, bahkan dulu hampir saja merasa celaka karena pengaruh racun jahat yang keluar dari tengkorak itu, bersilat dengan amat hati-hati. Sebegitu jauh ia belum berani membacok tengkorak itu, kuatir kalau-kalau racun jahat dan senjata-senjata rahasia di dalam tengkorak itu akan menyambar keluar dan biarpun ia akan dapat mengelak namun hawa beracun yang luar biasa itu masih tetap merupakan bahaya besar. Dulu pun baru lewat dekat mukanya saja dan ia mencium bau racun, ia telah terkena celaka dan kalau tidak kebetulan bertemu dengan suhunya, tentu ia telah binasa.

Melihat keragu-raguan kekasihnya Lin Lin hendak maju membantu, akan tetapi Cin Hai melarangnya.

“Mundurlah Lin-moi, sekarang juga aku akan merobokannya. Lihat!”

Lin Lin melompat mundur kembali dan pada saat itu tengkorak kecil menyambar ke arah Cin Hai dengan mulut di depan seakan-akan hendak mencium muka pemuda itu. Cin Hai tidak mengelak, hanya memandang dengan tajam dan kedua pedang di tangannya siap sedia.

Ketika tengkorak itu telah datang dekat, tiba-tiba pedang pendek di tangan kirinya menyambar dari samping dengan miring, yaitu ia tidak menggunakan tajamnya pedang untuk membacok, hanya menggunakan permukaan pedang untuk menampar dari samping dengan tenaga yang diatur sedemikian rupa hingga tengkorak itu kena ditampar dan terbalik, kini mukanya menghadap kepada Thai Kek Losu.

Secepat kilat pedang Cin Hai di tangan kanan membacok tengkorak itu dari belakang sambil menggunakan tenaga lweekang sekerasnya dan ketika terdengar suara ledakan yang terjadi ketika tengkorak itu kena bacok, Cin Hai segera melompat jauh dan kebetulan sekali Lin Lin pada saat itu berdiri dekat, maka Cin Hai segera menyambar lengan kekasihnya dan dibawanya melompat juga!

Memang Cin Hai telah berlaku hati-hati dan hal ini ada baiknya bagi dia dan Lin Lin, karena kalau ia tidak bertindak cepat, mungkin mereka akan terancam bahaya. Pada waktu tengkorak itu meledak, tidak saja dari mulut, hidung dan matanya keluar jarum-jarum beracun yang amat jahat dan yang kesemuanya melayang ke arah Thai Kek Losu, akan tetapi setelah semua jarum habis tengkorak itu sendiri meledak dan pecah berhamburan menjadi potongan-potongan kecil yang menyambar ke sekelilingnya. Potongan ini tak boleh dipandang rendah, karena setiap potongan kecil mengandung racun jahat dan apabila melukai kulit, akan membahayakan jiwa yang terluka!

Thai Kek Losu yang tadinya sudah merasa girang melihat Cin Hai berani membacok tengkorak itu, menjadi terkejut sekali ketika melihat betapa semua senjata rahasia yang keluar dari tengkorak yang telah terbalik itu menyambar ke arahnya! Ia hendak mengelak pergi, akan tetapi terlambat. Beberapa batang jarum telah mengenai tubuhnya dan tanpa berteriak lagi ia roboh dan tewas oleh jarum-jarumnya sendiri!

Lie Kong Sian juga melompat pergi ketika ledakan tengkorak terjadi, dan ia lalu menghampiri Cin Hai dan Lin Lin.

“Sute dan Sumoi, kalian benar-benar gagah perkasa. Apakah Supek Bu Pun Su sehat-sehat saja?” katanya sambil tersenyum tenang.






Melihat sikap orang ini, baik Lin Lin maupun Cin Hai merasa tertarik dan suka. Sikap Lie Kong Sian polos, jujur, dan sederhana sekali, hampir sama dengan sikap Bu Pun Su.

Setelah menjura dan memberi hormat, Cin Hai lalu memegang tangan Lie Kong Sian dengan girang dan berkata,

“Dia sehat, Suheng, telah lama aku mendengar tentang namamu yang besar. Alangkah senangnya hatiku dapat bertemu dengan kau, apalagi karena mendengar tadi bahwa kau telah bertunangan dengan Ang I Niocu!”

Kembali Lie Kong Sian tersenyum.
“Aku memang sedang mencarinya, di manakah dia?”

Cin Hai lalu menceritakan pengalamannya dan menceritakan pula bahwa Ang I Niocu dan yang lain-lain mendapat tugas dari Bu Pun Su untuk membagi-bagikan harta pusaka kepada rakyat miskin.

“Lie-suheng, ada berita girang untukmu,” tiba-tiba Lin Lin yang lincah dan jenaka itu berkata kepada Lie Kong Sian sambil menatap wajah pemuda yang tenang dan tampan itu.

Lie Kong Sian sudah mendengar dari Ang I Niocu tentang kejenakaan gadis ini dan ia tahu bahwa tunangannya amat mengasihinya maka sambil tertawa ia berkata,

“Sumoi, kau tentu akan menggodaku. Silakanlah, apakah berita girang yang kau maksudkan?”
“Aku telah mendengar tentang syarat-syarat yang diajukan oleh Enci Im Giok kepadamu dan…”

“Eh, eh, dari mana kau bisa mengetahui hal itu?”

Lie Kong Sian memotong sambil memandang heran, akan tetapi ia tidak marah karena bibirnya tetap tersenyum.

“Dari Enci Ma Hoa.”

Lie Kong Sian mengangguk-angguk dan Lin Lin melanjutkan bicaranya,
“Dan sekarang, dua daripada tiga syarat itu telah terpenuhi. Aku dan Engko Hai telah bertemu kembali sebagaimana yang diharapkan oleh Enci Im Giok, dan syarat ke dua pun telah terlaksana.”

Lie Kong Sian menatap wajah Lin Lin dengan tajam, kini senyumnya menghilang.
“Sumoi, apa maksudmu? Syarat yang mana? Lekas kau ceritakan padaku!”

“Sutemu yang jahat itu telah tewas dalam tangan Hai-ko!”

“Apa???”

Wajah Lie Kong Sian menjadi pucat sekali dan dua butir air mata menitik turun. Ia memandang kepada Cin Hai yang berdiri sambil menundukkan kepala karena pemuda ini pun telah mendengar betapa besar cinta kasih Lie Kong Sian terhadap Song Kun.

Sikap dan wajah Cin Hai ini membuat hati Lie Kong Sian lemah kembali. Kalau saja yang membunuh Song Kun bukan pemuda ini, pasti ia akan menjadi marah dan membalas dendam. Akan tetapi, pemuda ini adalah sutenya sendiri pula, murid Bu Pun Su yang tidak saja kepandaiannya lebih tinggi daripada dirinya sendiri, akan tetapi pemuda ini adalah seorang pemuda yang dicinta oleh Ang I Niocu.

“Sute, kau benar-benar lihai sekali. Tak sembarang orang dapat merobohkan Song Kun, bahkan terus terang saja, aku sendiri tidak sanggup mengalahkannya. Coba kau tuturkan bagaimana hal itu terjadi.”

“Maafkan aku banyak-banyak, Lie-suheng. Memang dia lihai sekali dan andaikata dia tidak tersesat dan menjadi seorang jahat, mungkin aku pun takkan dapat mengalahkannya. Akan tetapi, kejahatan pasti akan hancur dan kalah pada akhirnya.”

Kemudian ia lalu menceritakan tentang pertempurannya dengan Song Kun yang disaksikan oleh Bu Pun Su dan menuturkan pula betapa Song Kun telah mencuri obat dan menggunakan obat itu untuk mengancam dan hendak mengganggu Lin Lin.

Mendengar ini, semua, Lie Kong Sian menarik napas panjang.
“Sayang betapapun gagah seseorang, apabila ia tidak memiliki kesempurnaan budi, ia menjadi orang yang sehina-hinanya dan serendah-rendahnya dan akhirnya orang itu pasti akan mengalami bencana besar dalam hidupnya.”

“Kau benar, Suheng,” kata Cin Hai dan Lin Lin hampir berbareng.

“Dan sekarang kalian hendak pergi ke manakah?”

“Kami hendak pergi ke Gua Tengkorak, tempat tinggal Suhu Bu Pun Su,” jawab Cin Hai.

“Bagus! Aku pun ingin sekali bertemu dengan orang tua itu.” kata Lie Kong Sian.

“Untuk memenuhi syarat ke tiga, bukan Suheng?”

Lin Lin menggoda dan Lie Kong Sian mengangguk-angguk sambil tersenyum dan memandangnya.

“Kau benar-benar nakal, Sumoi.” Ketiganya lalu tertawa.

“Sebelum kita pergi, lebih dulu marilah kita mengubur jenazah tiga orang ini.”

Mendengar ucapan Lie Kong Sian ini, Lin Lin dan Cin Hai merasa kagum dan diam-diam memuji keluhuran budi tunangan Ang I Niocu itu. Cin Hai makin merasa girang bahwa Ang I Niocu mendapat calon suami yang selain gagah perkasa, juga berbudi tinggi.

Jenazah Thai Kek Losu, Sian Kek Losu dan Bo Lang Hwesio lalu mereka kubur dengan baik-baik, menjadi tiga gundukan tanah berjajar dan sebagai tandanya, Lie Kong Sian memindahkan tiga batang pohon Siong yang masih kecil, ditanam di depan kuburan-kuburan itu.

Matahari telah menurun ke barat ketika mereka bertiga selesai melakukan pekerjaan itu dan kemudian melanjutkan perjalanan menuju ke Gua Tengkorak.

**** 164 ****





Tidak ada komentar :