*

*

Ads

Minggu, 23 Juni 2019

Pendekar Bodoh Jilid 162

Cin Hai tersenyum dan mengangguk.
“Siauwte juga takkan membela bangsa sendiri kalau memang ia benar-benar jahat dan terus terang saja, diantara bangsa Han juga banyak yang jahat, sebagaimana terdapat pada bangsa lain. Teruskanlah ceritamu, Lo-enghiong."

Sanoko lalu bercerita dengan singkat. Ternyata bahwa biarpun telah menjadi “janda” yaitu setelah ditinggal pergi oleh Kwee An yang baru saja melangsungkan “pernikahannya” dengan Meilani, Meilani tetap menjadi pujaan para muda bangsa Haimi.

Akan tetapi, agaknya gadis itu telah mengalami penyakit patah hati sehingga ia menolak setiap pinangan pemuda bangsanya. Menurut adat kebiasaan mereka, seorang janda yang telah ditinggal oleh suaminya lebih dari seratus hari, maka berhak untuk menerima pinangan laki-laki lain dan si suami itu apabila telah kembali, tidak berhak lagi terhadap bekas isterinya.

Meilani tinggal menjadi janda kembang sampai berbulan-bulan, dan akhirnya ia jatuh hati juga kepada seorang pemuda yang baru saja datang dari perantauan, yaitu seorang pemuda pemburu yang gagah berani bernama Manoko.

Ketika Manoko mengajukan pinangan, maka pinangan itu diterima. Akan tetapi, pada saat itu datanglah seorang pemuda keponakan Sanoko sendiri yang semenjak kecil telah merantau ke daerah selatan dan telah mempelajari silat dari seorang guru bangsa Han.

Ketika pemuda yang bernama Saliban ini datang, maka semua orang mengaguminya karena ia memang benar-benar pandai dan berilmu silat tinggi. Semua jago-jago Haimi jatuh dalam tangannya, juga orang-orang Haimi banyak yang membencinya, karena tenyata bahwa keponakan dari Sanoko itu beradat buruk, jahat, dan sombong sekali. Ia bertingkah meniru lagak orang-orang Han, bahkan ia tidak memelihara kumis dan cambang seperti orang Han, dan bicara pun ia selalu mempergunakan bahasa Han!

Semenjak datang dan tinggal bersama bangsa sendiri, telah seringkali Saliban mengganggu anak bini orang, dan semenjak ia datang, ia menaruh hati kepada Meilani, saudara misannya itu. Ia tidak mau atau memang ia tidak suka mengikat diri dengan sebuah pernikahan dan niatnya hanya hendak menjadikan Meilani sebagai kekasihnya saja! Tentu hal ini tidak dapat diterima oleh Meilani yang memang menaruh hati benci kepada pemuda yang berlagak menjemukan itu.

Ketika pinangan Manako diterima, Saliban menjadi marah sekali dan ia lalu menggunakan kepandaian dan pengaruhnya untuk menghasut kawan-kawannya dan mengadakan pemberontakan.

Hai ini terjadi pada hari kawin Meilani dengan Manako. Tiba-tiba saja, Saliban menyerang dan terjadi pertempuran hebat di antara bangsa sendiri. Pengikut-pengikut Sanoko tak kuat melawan Saliban hingga banyak yang menjadi korban, sedangkan Manoko sendiri terluka pada pundaknya dan melarikan diri ke dalam hutan.

Sanoko dan Meilani setelah mengadakan perlawanan hebat, ternyata tak kuat menghadapi Saliban yang tangguh itu, maka mereka melarikan diri, dikejar-kejar oleh Saliban dan kawan-kawannya yang bermaksud membunuh Sanoko, mengangkat diri sendiri menjadi kepala suku dan memaksa Meilani menjadi kekasihnya!

Bukan main marahnya hati Cin Hai dan Lin Lin mendengar penuturan ini, dan pada saat Sanoko mengakhiri cerita-ceritanya, tiba-tiba terdengar sorakan ramai dari depan.

“Itulah mereka telah datang, biarlah aku dan anakku mengadakan perlawanan sampai titik darah penghabisan!” kata Sanoko sambil bangun berdiri dan memegang pedangnya dengan sikap gagah. Juga Meilani telah mencabut pedangnya dan bersiap sedia.

“Duduklah, Lo-enghiong, dan kau juga, Meilani. Biarlah aku yang menghadapi bangsat-bangsat itu!” kata Lin Lin dengan gagahnya.

Meilani dan Sanoko ragu-ragu, akan tetapi Cin Hai berkata,
“Benar, Lo-enghiong, biarkan tunanganku itu menghadapi Saliban. Kau dan Nona Meilani sudah lelah, mengasolah sambil menonton!”

Mendengar kata-kata itu, mundurlah kedua orang ini dan membiarkan Lin Lin seorang diri menghadapi Saliban. Benar saja, yang datang itu adalah serombongan orang Haimi terdiri dari belasan orang yang dipimpin oleh seorang pemuda Haimi yang berpakaian seperti orang Han dan yang lagaknya sombong sekali.

Melihat betapa orang-orang Haimi yang masih muda-muda itu semuanya memelihara kumis yang melintang di bawah hidung dan menjungat ke atas tak dapat ditahan lagi Lin Lin tertawa geli, sedangkan Cin Hai tak terasa lagi meraba-raba kulit bawah hidungnya yang masih halus dan belum ditumbuhi kumis itu.






Saliban melihat betapa seorang gadis Han yang cantik luar biasa dengan sikap gagah menghadang di jalan, sedangkan Sanoko dan Meilani duduk di bawah pohon seakan-akan dilindungi oleh gadis itu, menjadi terheran-heran dan melihat kecantikan Lin Lin, timbullah sikap kurang ajarnya. Ia tersenyum dibuat-buat dan berkata,

“Nona cantik, apakah kau sudah mendengar nama Saliban yang gagah perkasa sehingga sengaja kau datang menyambutku untuk berkenalan?”

“Jadi inikah tikus yang bernama Saliban? Eh, tikus, apa maksudmu mengejar Sanoko dan Meilani?” berkata Lin Lin dengan suara mengejek.

“Lin-moi, dia itu bukan tikus! Lihat saja dia tidak berkumis, mungkin kumisnya itu ia sembunyikan di belakang menjadi ekor! Dia ini lebih cocok dibuat monyet buduk!” kata pula Cin Hai untuk mengejek orang itu.

Bukan main marahnya Saliban mendengar ejekan-ejekan ini dan lenyaplah maksudnya hendak mengganggu Lin Lin, berubah menjadi kebencian besar.

“Darimana datangnya dua ekor anjing kurang ajar?” ia membalas memaki dan sekali tangan kirinya bergerak, sebatang piauw menyambar ke arah Cin Hai yang sedang duduk di bawah pohon dan sekali lagi tangannya bergerak, maka sebatang piauw lain menyambar ke leher Lin Lin!

Dengan tenang Cin Hai memungut ranting kayu yang terletak di dekatnya dan ketika piauw itu menyambar ke arahnya, ia menggerakkan ranting itu dan sekaligus piauw itu kena dipukul sedemikian rupa sehingga piauw itu membuat gerakan membalik dan kini meluncur kembali ke arah kaki Saliban!

Sementara itu, piauw yang meluncur ke arah leher Lin Lin, disambut dengan sikap dingin oleh gadis itu. Ketika piauw menyambar, ia lalu mengulur tangan dan berhasil menjepit piauw itu diantara jari-jari tangannya, lalu melihat betapa piauw yang melayang ke arah Cin Hai telah di”retour” oleh pemuda itu, ia menanti sampai piauw itu melayang ke kaki Saliban dan melihat Saliban meloncat naik untuk mengelak dari sambaran piauwnya sendiri, Lin Lin tersenyum dan ia pun lalu menyambitkan piauw yang ditangkapnya tadi ke arah kaki Saliban lagi yang justeru hendak turun. Terpaksa Saliban melompat lagi ke atas sehingga ia telah berlompat-lompatan dua kali untuk menghindarkan diri dari sambaran piauwnya sendiri!

“Ha-ha-ha! Lihat, benar-benar ia monyet yang pandai menari-nari!”

Cin Hai tertawa sambil menuding ke arah Saliban, sedangkan Lin Lin juga tertawa mengejek.

Sanoko dan Meilani terpaksa ikut tersenyum melihat kejenakaan dua orang muda yang ternyata dapat mempermainkan Saliban itu. Meilani diam-diam merasa kagum sekali melihat Lin Lin yang mempunyai cara demikian indah untuk menerima sambitan piauw dari jarak dekat dan mengembalikannya ke arah kaki lawan hanya untuk mempermainkannya.

Saliban makin marah dan ia lalu mencabut pedangnya sambil berseru,
“Bangsat-bangsat kurang ajar! Kau mencampuri urusan suku bangsa lain?”

“Saliban, orang rendah! Jangan kau membuka mulut besar! Kami memang selalu mencampuri urusan orang-orang biadab macam kau yang hendak mengandalkan kejahatan untuk mencelakakan orang, Kau sungguh tidak tahu malu. Meilani tidak suka menjadi permainanmu, mengapa kau memaksa?”

“Meilani adalah adik misanku. Dia telah menjadi janda dan memalukan sekali kalau ia menerima pinangan orang lain! Itu berarti merendahkan nama keluarga kami! Kau berhak apakah mencampuri urusan rumah tangga kami?”

“Dengarlah!” bentak Lin Lin dengan marah. “Meilani adalah Kakak iparku karena ia adalah janda dari kakakku Kwee An. Kakakku dan aku pun sudah setuju kalau ia menikah lagi dengan orang yang dipilihnya sendiri atas persetujuan Ayahnya, kau ini mempunyai hak apa maka berani menghalanginya?”

“Bagus, kalau begitu biarlah kalian kubinasakan semua!”

Sambil berkata demikian Saliban lalu maju menubruk dan menyerang dengan pedangnya ke arah Lin Lin. Akan tetapi Lin Lin dengan tenang sekali menghadapinya dengan tangan kosong.

“Adik Lin Lin, kau pergunakan pedangku ini!” kata Meilani karena merasa kuatir melihat betapa gadis itu menghadapi Saliban yang lihai dengan tangan kosong saja, akan tetapi Lin Lin menoleh dan tersenyum kepadanya sambil menjawab,

“Untuk menghadapi seekor tikus… eh, monyet macam ini perlu apakah harus mempergunakan pedang? Tanganku cukup untuk merobohkannya!”

Juga Cin Hai yang melihat gerakan Saliban walaupun cukup lihai namun masih belum cukup berbahaya bagi Lin Lin, berkata kepada Meilani,

“Tenanglah, Nona. Lin-moi cukup kuat menghadapinya dengan tangan kosong.”

Sementara itu, Saliban yang merasa terhina sekali oleh ucapan Lin Lin, dengan nekat lalu menyerang sambil mencurahkan seluruh kepandaian dan tenaganya. Akan tetapi, sambil menari-nari dan mempergunakan Ilmu Silat Tarian Bidadari yang telah dipelajarinya. Lin Lin mempermainkan Saliban, sehingga Meilani memandang bengong. Bagaimana mungkin menghadapi seorang tangguh seperti Saliban itu dengan menari-nari macam itu?

Kawan-kawan Saliban maju mengeroyok Lin Lin, akan tetapi tiba-tiba sebuah bayangan berkelebat cepat dan tahu-tahu beberapa buah senjata di tangan mereka melayang dan terpental ke mana-mana.

Ternyata Cin Hai yang melihat gerakan mereka telah mendahului dan sekali bergerak saja ia telah membuat pedang dan golok mereka terlepas dari pegangan! Orang-orang Haimi itu terkejut sekali dan sebelum mereka tahu apa yang terjadi, tiba-tiba kembali tubuh Cin Hai berkelebat dan bergerak dan terdengar jerit kesakitan berkali-kali dan ketika mereka semua meraba ke arah hidung mereka yang terasa sakit dan perih, ternyata bahwa Cin Hai telah menggunakan kecepatan gerakannya untuk mencabuti kumis-kumis mereka itu seorang demi seorang!

Sambil melemparkan rambut-rambut kumis itu ke udara sehingga beterbangan tertiup angin, Cin Hai tertawa-tawa sehingga Meilani yang melihat hal ini tak kuasa lagi menahan geli hatinya dan tertawa terkekeh-kekeh.

Sanoko yang melihat kehebatan gerakan itu dengan kepala pening, juga tersenyum dan di dalam hatinya ia merasa kasihan juga kepada anak buahnya yang memberontak itu karena bagi seorang laki-laki Haimi, dicabut kumisnya sama dengan dicabut kepalanya dari leher!

“Kalian yang memberontak dan mengikuti bangsat Saliban, tak pantas berkumis lagi!” kata Cin Hai sambil memandang kepada belasan orang yang telah kehilangan kumisnya itu.

Mereka menundukkan kepala sambil menutupi hidungnya yang berdarah itu, dan merasa amat malu karena tanpa kumis bagi mereka hampir sama dengan berdiri telanjang dihadapan orang lain!

“Kalau kalian sayang jiwa, hayo berlutut minta ampun kepada kepala suku yang asli, yaitu Sanoko!” teriak Cin Hai lagi.

Orang-orang itu telah merasai kelihaian Cin Hai, dan kini mereka tak berani membantah lagi, lalu berlutut dan mengangguk-anggukkan kepala kepada Sanoko yang berdiri sambil memandang dengan kagum kepada Cin Hai.

Sementara itu, Saliban telah merasa pening karena dipermainkan oleh Lin Lin, dan ketika gadis itu sudah merasa cukup puas mempermainkan Saliban, tiba-tiba ia mengubah gerakannya dan kini ia mainkan Ilmu Silat Kong-ciak-sin-na yang lihai, ilmu silat yang diajarkan oleh Bu Pun Su!

Saliban terkejut sekali ketika tubuh gadis itu melompat tinggi dan menyambar-nyambar dari atas bagaikan seekor burung besar menyerang marah. Ia menyabet dengan pedangnya, ditotok oleh Lin Lin dan sebelum ia tahu bagaimana hal itu bisa terjadi tahu-tahu pedangnya telah berpindah tangan!

Ia merasa terkejut dan hendak melompat pergi, akan tetap kaki Lin Lin telah mendahuluinya menendang pundaknya dari atas hingga tak ampun lagi ia terguling roboh sambil mengeluh kesakitan karena sambungan tulang pundaknya telah terlepas.

Sanoko melihat keponakannya yang jahat itu sudah roboh, lalu menghampiri Cin Hai dan Lin Lin dan mintakan ampun untuk jiwa Saliban, sehingga Cin Hai dan Lin Lin merasa kagum akan kemurahan hati kepala Suku ini.






Tidak ada komentar :