*

*

Ads

Sabtu, 04 Mei 2019

Pendekar Bodoh Jilid 050

Kwee Tong dan Pek I Toanio menyambut Ang I Niocu yang dalam pandangan matanya tidak beda seperti seorang bidadari! Maka Kwee Tiong lalu menyuruh pelayan mengeluarkan hidangan dan ia melayani tamunya dengan hormat dan bermuka-muka.

Akan tetapi Ang I Niocu yang telah tahu akan sifat pemuda macam Kwee Tiong ini, tidak ambil peduli kepadanya dan bersikap seolah-olah pemuda ini tidak ada. Ketika mendengar penuturan Lin Lin tentang bencana yang menimpa keluarga Kwee, wajah Ang I Niocu menjadi merah karena ia merasa marah sekali.

“Jahanam benar perwira-perwira itu! Dan Hai Kong Hosiang selalu ikut campur dalam urusan-urusan busuk. Pendeta palsu itu sudah seharusnya dibasmi dari muka bumi!” Sambil mengepal-ngepal tangannya Ang I Niocu menyatakan perasaannya. “Dan bagaimana dengan luka kakakmu? Dimana adanya dia dan dimana Hai-ji?” tanyanya kepada Lin Lin.

“Mereka telah pergi lima hari yang lalu, untuk mencari musuh-musuh kami itu dan membalas dendam!”

Ang I Niocu mengangguk.
“Dan kau sendiri, Adik Lin, mengapa kau tidak ikut pergi?”

Pertanyaan ini mengandung dua maksud, pertama-tama karena ia memang merasa heran mengapa Lin Lin tidak mau ikut membalaskan sakit hati orang tuanya. Kedua kalinya karena ia hendak memancing dan menyelidiki sampai dimana hubungan antara gadis ini dengan Cin Hai.

Mendengar pertanyaan ini, tiba-tiba Lin Lin menjadi marah dan cemberut.
“Inilah yang menyesalkan hatiku! Mereka itu tidak mau membawaku serta! Sungguh menggemaskan!”

Pek I Toanio ikut bicara dan membela Cin Hai,
“Sie-taihiap tidak mau membawa Sumoi oleh karena memang kalau Sumoi ikut, maka usaha membalas dendam itu akan lebih sukar lagi.”

“Kepandaian Lin Lin belum cukup tinggi menempuh bahaya besar itu,” Kata Biauw Suthai dengan sabar.

“Dan lagi, kalau Lin Lin pergi, aku akan ditinggal seorang diri di rumah, bagaimana kalau penjahat-penjahat itu datang kembali?” kata Kwee Tiong yang tak sadar bahwa ucapan ini menunjukkan sifatnya yang pengecut.

Ang I Niocu tersenyum memandang Lin Lin.
“Kau benar, Adikku. Tidak ada bahaya bagi seorang anak yang hendak membalaskan sakit hati orang tuanya.”

Lin Lin memandangnya dengan berterima kasih karena ternyata Nona Baju Merah ini membela dan membenarkannya. Pada saat ia hendak menyatakan kemenangannya kepada guru dan sucinya, Ang I Niocu yang tidak mau berbantah dengan Biauw Suthai telah berkata pula,

“Akan tetapi betapapun juga, kau harus tunduk kepada nasihat Gurumu.”

Ucapan ini membuat Lin Lin menunduk dan tidak jadi membuka mulut. Akan tetapi di dalam hati ia merasa tertarik dan suka sekali kepada Ang I Niocu. Dengan sangat ia membujuk-bujuk agar wanita itu suka bermalam di rumahnya. Yang lain ikut membujuk pula hingga akhirnya Ang I Niocu menyatakan setuju. Lin Lin gembira sekali dan ia menarik tangan Ang I Niocu ke kamarnya, karena ia tidak mau berpisah dengan nona ini dan minta Ang I Niocu bermalam di dalam kamarnya saja.

Dan pada keesokan harinya, ternyata Lin Lin telah pergi dari rumah itu bersama Ang I Niocu. Gadis ini dengan sangat mernbujuk kepada Ang I Niocu untuk membawanya pergi menyusul Cin Hai. Biauw Suthai hanya menggeleng-geleng kepalanya dan berkata kepada Pek I Toanio,

“Muridku, biarpun keselamatan Lin Lin tak perlu dikhawatirkan karena ia pergi bersama Ang I Niocu, akan tetapi hatiku merasa tidak tenteram. Lebih baik kita pergi mencari mereka itu untuk membantu apabila mereka berada dalam bahaya.”

Keduanya lalu berpamit kepada Kwee Tiong yang menjadi kecewa dan khawatir sekali.
“Kalau Lin Lin pergi dan jiwi pergi pula, habis kalau sampai terjadi apa-apa di rumah ini, aku harus berbuat apa?”

Pek I Toanio mendongkol sekali melihat sikap pemuda yang penakut ini, maka katanya dengan ketus,

“Kongcu, mengapa memiliki hati sedemikian kecilnya? Adik-adikmu pergi dengan nekad mencari musuh, akan tetapi engkau yang ditinggal di rumah seorang diri saja merasa takut.”

Akan tetapi Biauw Suthai yang tak mau banyak bicara dengan pemuda ini berkata,
“Kwee-kongcu, kalau engkau merasa takut, kau pergi saja kepada Suhumu dan tinggal di rumah kuil.”

Kemudian guru dan murid ini meninggalkan Kwee Tiong tanpa memberi kesempatan kepada pemuda itu untuk banyak membantah. Kwee Tiong lalu menutup pintu rumahnya, menghentikan semua pelayan yang membantu rumah keluarga Kwee dan ia pergi ke Tiang-an lalu menemui gurunya, yaitu Tong Gak Hosiang di kelenteng Ban-hok-tong, dimana ia berlutut sambil menangis dan menceritakan segala hal ihwalnya kepada pendeta itu.

Tong Gak Hosiang hanya bisa menghela napas, dia lalu menasihati muridnya untuk berdiam saja untuk sementara waktu di kelenteng itu.

**** 050 ****





Tidak ada komentar :