*

*

Ads

Minggu, 31 Maret 2019

Ang I Niocu Jilid 071

Adapun Kiang Liat yang juga seorang ahli pedang terkemuka, melihat pertunjukan ilmu pedang ini, diam-diam merasa kagum sekali. Ia sudah tahu bahwa Go-bi-pai memang cabang yang memiliki ilmu pedang indah dan aneh-aneh, maka menyaksikan demonstrasi tadi, ia merasa gembira dan memuji,

“Bagus sekali!”

Ia tidak tahu bahwa memang di dalam ilmu pedang cabang Go-bi-pai terdapat pelajaran terakhir, yakni bersilat dengan sarung pedang. Hal ini dipelajari untuk menjaga kalau-kalau pedang terampas lawan, maka biarpun dengan sarung pedang, masih dapat anak murid Go-bi-pai melakukan perlawanan hebat.

Sementara itu, sekarang Tek Sin Tojin dan Liem Sun Hauw sudah mulai bertempur dengan tangan kosong. Gerakan mereka cepat dan indah, setiap pukulan ditangkis atau dielakkan dengan tepat dan cepat.

Dilihat sepintas lalu, mereka seakan-akan dua orang anak murid Gobi-pai sedang berlatih silat, akan tetapi sesungguhnya bukan demikian, karena Tek Sin Tojin mendesak dan menyerang dengan sungguh-sungguh.

Sekali saja Liem Sun Hauw meleset dalam menangkis atau mengelak, ia akan terpukul dan mendapat luka di dalam tubuh yang tidak ringan! Akan tetapi ternyata Liem Sun Hauw hafal akan semua jurus serangannya sehingga pemuda ini dapat menangkis atau mengelak dengan tepat, serta melakukan serangan balasan sebagaimana mestinya dalam jurus dan gerak yang dilakukannya menghadapi suhengnya ini.

Kalau tadi melihat demonstrasi ilmu pedang Kiang Liat merasa kagum, sekarang melihat ilmu silat tangan kosong yang diperlihatkan, ia tidak merasa heran atau kagum. Ilmu silat itu memang cepat dan indah lagi kuat gerakannya, akan tetapi tidak terlalu hebat dan Kiang Liat merasa bahwa ilmu silatnya sendiri, ilmu silat keturunan keluarga Kiang atau ilmu silat yang ia dapat dari Han Le dan Bu Pun Su, tidak usah kalah menghadapi ilmu silat yang dimainkan oleh kedua orang itu.

Lima puluh jurus telah lewat dan belum juga Tek Sin Tojin dapat mendesak sutenya, apalagi mengalahkannya! Tiba-tiba tosu itu merubah gerakannya dan kagetlah Liem Sun Hauw. Biarpun ia sudah menerima latihan ilmu-ilmu silat Go-bi-pai, tapi baru kali ini ia melihat ilmu silat yang sekarang dimainkan oleh Tek Sin Tojin. Ilmu silat ini hebat sekali dan gerakannya seperti seorang kakek tua memberi pelajaran menulis dengan telunjuknya. Sebentar saja Liem Sun Hauw terdesak.

Akan tetapi pemuda ini mengeluarkan seruan keras dan ia pun merubah gerakannya. Kini Twi Mo Siansu sendiri sampai mengeluarkan seruan kaget ketika melihat ilmu silat yang cepat sekali gerakannya akan tetapi sama sekali bukan ilmu silat dari Go-bi-pai!

Tadinya ia sudah hendak menegur murid kepala karena mengeluarkan ilmu silat “simpanan”. Ilmu silat yang sekarang dimainkan oleh Tek Sin Tojin adalah ilmu silat Go-bi-pai yang khusus diajarkan kepada murid kepala yang dicalonkan menjadi ketua apabila ketua yang sekarang meninggal dunia, maka tidak sembarangan dikeluarkan.

Bahkan Thian Mo Siansu sendiri pun tidak pernah diberi pelajaran ilmu silat ini maka tentu saja Liem Sun Hauw tidak mengenalnya. Akan tetapi Twi Mo Siansu yang merasa senang melihat kegagalan Sun Hauw, tadinya ingin sekali tahu sampai berapa lama Sun Hauw dapat mempertahankan diri. Alangkah kagetnya ketika ia melihat pemuda itu mengeluarkan ilmu silat yang luar biasa dan yang agaknya dapat menandingi ilmu silat simpanan Go-bi-pai itu!

“Tahan! Tek Sin dan Sun Hauw, cukuplah ujian ini!” seru Twi Mo Siansu. Ia khawatir kalau-kalau sampai terjadi korban dan ia merasa malu kalau sampai akhirnya Tek Sin Tojin kalah, apalagi di situ terdapat seorang tamu. “Tek Sin, bagaimana pendapatmu? Sudah puaskah kau?”

Tek Sin Tojin adalah seorang jujur. Ia cepat berlutut di depan suhunya dan berkata,
“Dalam hal ilmu silat Go-bi-pai, Liem-sute sudah memperlihatkan bahwa dia benar-benar anak murid Go-bi-pai dan tidak kalah oleh teecu sendiri. Bahkan agaknya Liem-sute sudah mempelajari ilmu silat-ilmu silat lain yang lebih hebat!”

Kata-kata ini mengandung sindiran bahwa sebagai murid Go-bi-pai, tidak selayaknya Sun Hauw menjadi murid partai lain tanpa seijin Ketua Go-bi-pai.

“Liem Sun Hauw, apakah kau menjadi murid dari partai lain?” tanya Twi Mo Siansu dengan suara keren.






Sun Hauw berlutut,
“Teecu hanya menjadi murid Suhu Twi Mo Siansu, tidak menjadi murid partai lain.”

“Sute, jangan kau bohong! Kalau menjadi murid partai lain, lebih baik mengaku saja, mungkin Suhu masih dapat mempertimbangkan!” tegur Tek Sin Tojin.

“Mana siauwte berani membohong di depan Susiok, Suheng?”

“Ilmu silatmu dalam jurus-jurus terakhir bukan ilmu silat Go-bi-pai! Apakah kau hendak menyangkal?”

“Memang bukan ilmu silat Go-bi-pai, akan tetapi siauwte menerima pelajaran ilmu silat itu dari Suhu pula, dan Suhu katanya menerima ilmu silat itu dari seorang tokoh yang sakti bernama Hok Peng Taisu di Hong-lun-san.”

Twi Mo Siansu terkejut mendengar nama ini. Nama itu adalah nama seorang di antara tokoh-tokoh terkemuka yang dianggap sebagai tokoh-tokoh sakti di samping Bu Pun Su dan Han Le.

“Sun Hauw, mengapa kau tadi mengeluarkan ilmu silat itu? Apakah kau hendak memamerkannya dan menganggap bahwa ilmu silat itu lebih unggul daripada ilmu silat Go-bi-pai?”

“Tidak sekali-kali teecu berani beranggapan demikian, Susiok. Tadi teecu tiba-tiba menghadapi serangan jurus-jurus ilmu silat yang sama sekali tidak teecu kenal, yang hebat dan membingungkan teecu. Karena merasa bahwa tidak ada jurus ilmu silat Go-bi-pai yang teecu kenal dapat menghadapi serangan Suheng itu, terpaksa teecu mengeluarkan ilmu silat lain itu… harap Susiok sudi memaafkan.”

Twi Mo Siansu menarik napas panjang.
“Sudahlah. Di dunia ini memang banyak sekali ilmu silat tinggi, mana bisa Go-bi-pai berani mengangkat dada mengagulkan kepandaian sendiri? Hanya pesanku, Sun Hauw, apabila kau mengeluarkan ilmu silat yang tadi, kau sekali-kali tidak boleh mengaku sebagai anak murid Gobi-pai! Pantangan besar bagi murid Go-bi-pai untuk mengandalkan penjagaan diri bukan dengan ilmu silat Go-bi-pai.”

“Teecu mentaati perintah Susiok,” kata Sun Hauw.

Twi Mo Siansu berpaling kepada Kiang Liat.
“Sicu, sampaikan kepada sahabat baik Bu Pun Su bahwa permintaannya sudah kuterima dan kusetujui. Tentang penjagaan di bagian utara, aku berianji akan mengerahkan anak murid Go-bi-pai. Dan tentang usaha mempersatukan sahabat-sahabat segolongan, kau lihat murid Liem Sun Hauw mewakili aku dan akan berusaha mendamaikan urusan antara Kim-san-pai dan partai Bu-tong-pai.”

“Terima kasih, Locianpwe. Setelah saya melihat sikap saudara muda Liem ini, saya merasa kagum dan tertarik. Oleh karena perjalanan menuju Bu-tong-san sejalan dengan perjalanan saya, maka ingin sekali saya menemani Saudara Liem di perjalanan,” kata Kiang Liat.

Setelah membuat persiapan dan minta diri dari Twi Mo Siansu, maka berangkatlah Kiang Liat dan Liem Sun Hauw turun gunung. Mereka merupakan dua orang jantan yang sama-sama gagah perkasa, hampir seimbang kokoh kekar bentuk tubuhnya, sama-sama tampan dan gagah, hanya bedanya, Kiang Liat sudah setengah tua, rambutnya sebagian sudah putih dan mukanya sudah berjenggot berkumis, sedangkan Liem Sun Hauw masih muda, mukanya masih halus.

Kiang Liat sengaja mengerahkan ilmu lari cepat dan Liem Sun Hauw yang muda tahu bahwa dirinya di”jajal” oleh utusan Bu Pun Su ini. Sudah lama Liem Sun Hauw mendengar nama besar Bu Pun Su yang dipuja-puja oleh mendiang suhunya, Thian Mo Siansu, maka sekarang ia girang sekali dapat berkenalan dengan seorang yang masih ada hubungan dengan Bu Pun Su.

Melihat dirinya diuji, ia pun mengerahkan gin-kang dan berlari secepat terbang mengimbangi kecepatan Kiang Liat. Mereka menuruni Gunung Go-bi-san, melompati jurang dan melalui jalan yang sukar dengan enak saja seperti orang berlari-lari di atas tanah rata.

Kiang Liat pernah menerima latihan ilmu lari cepat Yan-cu-hui-po dari pendekar wanita sakti Bun Sui Ceng, maka dalam ilmu lari cepat, ia sudah mencapai tingkat tinggi. Oleh karena ini, biarpun Liem Sun Hauw juga lihai, pemuda ini masih kalah setingkat. Namun Kiang Liat juga tidak bermaksud membikin malu pemuda itu dan sengaja mengurangi kecepatannya agar mereka dapat jalan berendeng.

Setelah bercakap-cakap, keduanya makin merasa cocok, Liem Sun Hauw yang tahu bahwa ilmu lari cepat orang tua ini masih melampauinya, merasa kagum. Ia makin merasa suka karena Kiang Liat ternyata tidak meninggalkannya dan tidak memamerkan kemenangannya.

Tiba-tiba di sebuah tikungan jalan, mereka melihat seorang tosu gemuk pendek berdiri menghadang di tengah jalan. Mereka menghentikan perjalanan dan setelah dekat, Liem Sun Hauw mengenal tosu ini sebagai murid ke dua dari Twi Mo Siansu. Melihat sikap tosu yang bermuka kuning dan bertubuh gemuk pendek ini, diam-diam Sun Hauw merasa tak enak hati.

“Agaknya Suheng ada keperluan penting maka menanti siauwte di sini,” kata Sun Hauw sambil memberi hormat.

“Memang ada keperluan penting sekali,” kata tosu itu, suaranya tinggi dan menggetar.

Mendengar suara ini dan melihat muka yang kekuningan dan pucat itu, diam-diam Kiang Liat terkejut karena maklum bahwa tosu yang kelihatannya tidak seberapa ini ternyata adalah seorang ahli lwee-keh yang memiliki tenaga lwee-kang tinggi.

“Barangkali kau belum tahu, pinto adalah Tek Le Tojin, murid kedua dari Ciangbunjin (ketua) Gobi-pai.”

Melihat sikap ini, Sun Hauw merasa mendongkol sekali. Sikap ini menunjukkan seakan-akan dia tidak dianggap sebagai murid Go-bi-pai, melainkan dianggap sebagai tamu.

“Siauwte sudah mengerti, sekarang apakah kehendak Ji-suheng?”

“Kau dipercaya oleh Suhu memikul tugas yang berat. Tadi sudah pinto saksikan kepandaianmu, akan tetapi sayang, Suhu buru-buru menahan. Oleh karena tugasmu penting sekali, pinto masih merasa penasaran dan hendak meyakinkan apakah betul-betul kau akan sanggup melakukan tugas itu karena kalau kiranya kau tidak patut menjadi wakil Suhu, masih belum terlambat kau mengembalikan tugas itu kepada Suhu.”

“Apa maksud Suheng?” tanya Sun Hauw tak senang.

“Menguji apakah betul-betul kau patut menjadi wakil Suhu!” jawab Tek Le Tojin tegas.

Mendengar ucapan tosu muka kuning yang bertubuh pendek gemuk itu, Liem Sun Hauw mengerutkan kening, hatinya tidak senang sekali.

“Suheng Tek Le Tojin, mengapa Suheng melakukan ini? Bukankah Suheng sendiri tadi sudah menyaksikan bahwa Susiok telah memberi kekuasaan kepada siauwte untuk melakukan tugas ini?”

Tek Le Tojin tersenyum menyeringai.
“Suhu selalu bersikap lemah dan pemurah. Akan tetapi kali ini pinto benar-benar meragukan apakah kepercayaan Suhu kepadamu bijaksana. Kau bocah kemarin sore yang belum tahu akan seluk beluk dunia kang-ouw, bagaimanakah kau dapat menyelesaikan tugas dengan baik? Apalagi kalau diingat bahwa tugas ini amat pentingnya, yakni menjadi pendamai antara dua partai besar, Bu-tong-pai dan Kim-san-pai. Pinto sendiri yang sudah banyak makan garam dunia masih ragu-ragu, apakah pinto akan berhasil menunaikan tugas itu, apalagi seorang bocah macam engkau. Hemmm, apakah yang kau andalkan? Maka majulah, pinto hendak mencobamu agar hati pinto tenteram kalau kau pergi. Bagimu mungkin nama besar Go-bi-pai tidak ada artinya, namun bagi pinto dan para anak murid Go-bi-pai amat besar artinya dan harus dijaga baik-baik, kalau perlu bahkan dibela dengan taruhan nyawa!”

Sun Hauw merasa mendongkol. Ia dapat memaklumi dan dapat pula mengagumi sifat tosu yang jujur ini, yang meragukan keputusan Ketua Go-bi-pai sekali-kali bukan untuk menghinanya atau untuk membandel terhadap keputusan Twi Mo Siansu, melainkan untuk menjaga nama baik Go-bi-pai yang kini mengutus seorang anak murid yang bukan langsung belajar di Go-bi-san. Pendeknya, tosu ini tidak percaya akan kepandaiannya. Kali ini aku harus memperlihatkan kepandaianku. Pikir pemuda ini dengan hati gemas.

“Baikiah, Suheng. Kau adalah saudara tua, maka aku sebagai saudara muda mana berani membantah kehendakmu? Biarlah Kiang-lo-enghiong ini menjadi saksi bahwa ujian kepandaian ini adalah kehendakmu dan sama sekali bukan aku yang menghendaki. Maka kalau sampai Susiok marah, aku tidak mau memikul tanggung jawabnya.”

“Baik, baik, biarlah Sicu ini menjadi saksi. Nah, Liem-sute kau bersiaplah!”

Sambil berkata demikian, Tek Le Tojin memasang kuda-kuda menghadapi Liem Sun Hauw. Kuda-kudanya biasa saja, kuda-kuda ilmu silat Go-bi-pai, akan tetapi kelihatan kokoh kuat seakan-akan kedua kakinya telah berakar ke dalam tanah.






Tidak ada komentar :