*

*

Ads

Rabu, 08 Mei 2019

Pendekar Bodoh Jilid 059

Bukan main marahnya Gadis Baju Merah ini mendengar bahwa Cin Hai telah berada dalam pangaruh madu merah yang berbahaya. Tiba-tiba ia menendang meja yang berada di depannya dan sekali ia bergerak, ia telah menangkap tangan Pangeran Vayami dan menempelkan pedangnya di leher pangeran itu. Pangeran Vayami menjadi pucat sekali dan tubuhnya gemetar, kedua kakinya menjadi lemas.

“Ang I Niocu penjahat perempuan! Sudah kuduga engkau mempunyai niat buruk!” tiba-tiba terdengar bentakan di luar tenda.

“Mundur, atau leher pangeran cabul ini akan kupenggal lebih dulu!”

Ang I Niocu membentak. Terpaksa sambil memaki-maki Hai Kong Hosiang mundur lagi dan keluar dari kemah.

“Lekas kau perintahkan supaya kuda Pek-gin-ma dibawa ke sini!”

Ang I Niocu memerintah sambil memutar lengan Pangeran Vayami. Pangeran ini merasa kesakitan dan dengan suara megap-megap ia perintahkan orangnya untuk membawa kuda Pek-gin-ma ke situ. Setelah kuda putih yang indah itu didatangkan, Ang I Niocu memerintah pula,

“Sekarang kau panggil Cin Hai kesini!”

Cin Hai takkan mau datang kalau lain orang yang memanggil, maka setelah Pangeran Vayami memberitahukan hal ini kepada Ang I Niocu, gadis itu lalu memaksa dan mendorongnya keluar untuk mencari Cin Hai. Kebetulan sekali, Cin Hai tidak berada jauh di situ dan pemuda ini duduk di dekat api unggun sambil termenung,

“Cin Hai, kau ke sini!”

Pangeran Vayami memerintah dan bagaikan sebuah robot, pemuda itu bangun berdiri dan menghampiri Pangeran Vayami. Hati Ang I Niocu perih sekali melihat keadaan Cin Hai demikian rupa.

Sementara itu dengan bantuan sinar obor dan api unggun, Pangeran Vayami memandang dan menatap mata Cin Hai dengan tajam dan diam-diam ia mengerahkan tenaga sihirnya hingga pada saat itu Cin Hai menjadi tunduk betul-betul dan berada di bawah pengaruhnya sama sekali.

Melihat Hai Kong Hosiang mendekat, Ang I Niocu membentak,
“Kau berdiri jauh di sana, kalau tidak aku takkan ampunkan Pangeranmu ini!”

Terpaksa dengan mendongkol sekali Hai Kong Hosiang lalu mundur dan berdiri agak jauh sambil memandang dengan mata tajam. Ia maklum bahwa kepandaian Ang I Niocu tak boleh dibuat gegabah dan bahwa bukan hal yang mudah untuk menolong jiwa pangeran yang telah berada di bawah ancaman pedang.

Dengan tangan kanan masih memegang pedang dan ditodongkan kepada Pangeran Vayami, Ang I Niocu melepaskan pegangan tangan kirinya dan kini ia menggunakan tangannya untuk memegang lengan Cin Hai.

Akan tetapi, Cin Hai sama sekati tidak mempedulikannya dan tetap memandang kepada Pangeran Vayami bagaikan seekor anjing memandang kepada tuannya, siap menanti perintah. Tiba-tiba Pangeran Vayami berkata dalam bahasa Mongol yang artinya,

“Tangkap wanita ini!”






Memang ia telah mengajar Cin Hai mengerti perintahnya dalam bahasa Mongol. Ang I Niocu sama sekali tidak mengerti bahasa itu.

Mendengar perintah ini, tiba-tiba Cin Hai bergerak dan tahu-tahu ia telah memeluk Ang I Niocu dan sebelah tangannya memegang pergelangan tangan gadis itu yang memegang pedang. Ang I Niocu tak dapat berkutik dalam pelukan Cin Hai yang keras ini, maka gadis ini hanya dapat mengeluh,

“Hai-ji… aduh, Hai-ji…”

Aneh sekali, panggilan yang dikeluarkan oleh suara Ang I Niocu ini menusuk telinga dan menembus hati Cin Hai. Pada saat itu ia merasa seperti mendengar suara dari surga yang amat dikenalnya, suara yang membangunkannya dari alam mimpi membuat ia merasa bahwa hanya suara inilah yang harus ditaatinya.

Ini tidak aneh, karena dulu ketika ia masih kecil, memang suara panggilan yang keluar dari mulut Ang I Niocu dan yang biasa menyebut “Hai-ji” atau anak Hai inilah yang selalu berkumandang di dalam telinganya dan yang selalu dikenangnya sebagai panggilan yang paling mesra dan menyenangkan hati di dunia ini.

Maka kenangan lama yang sudah menggores dalam-dalam di hatinya ini tak mudah terhapus oleh pengaruh baru yang mempengaruhi pikirannya.

Tiba-tiba ia melepaskan pelukannya dan memandang kepada Ang I Niocu dengan bingung, tak tahu harus berbuat apa.

“Cin Hai tangkaplah wanita ini!” Sekali lagi Pangeran Vayami berseru, akan tetapi Ang I Niocu segera berkata,

“Hai-ji, mari kau ikut aku!”

Ternyata suara Ang I Niocu lebih kuat mempengaruhi jiwa Cin Hai hingga sekarang ia betul-betul berada di bawah pengaruh Ang I Niocu! Dengan wajah membayangkan kegembiraan, pemuda itu mengikuti Ang I Niocu. Tiba-tiba dari belakang terdengar suara angin menyambar, dan Ang I Niocu berteriak,

“Hai-ji, mari kita binasakan hwesio binatang ini!”

Oleh karena tadinya pemuda ini taat sekali kepada Pangeran Vayami, maka Pangeran Vayami tidak merampas pedang Liong-coan-kiam dari tangan Cin Hai. Maka kini mendengar perintah Ang I Niocu, Cin Hai mencabut senjatanya dan menangkis serbuan Hai Kong Hosiang!

Ang I Niocu membantu dan terpaksa Hai Kong Hosiang berkelahi sambil mundur karena menghadapi keroyokan dua orang ini, ia merasa jerih! Ia maklum sepenuhnya bahwa jika dilanjutkan, ia takkan menang menghadapi Cin Hai dan Ang I Niocu.

Kesempatan ini digunakan oleh Ang I Niocu untuk membetot tangan Cin Hai ke arah kuda Pek-gin-ma yang masih berdiri di situ dan kendalinya dipegang oleh seorang pelayan pangeran. Pangeran Vayami tak berani menghalangi karena ia maklum kalau Hai Kong Hosiang tidak berani menghadapi dua orang ini, apa lagi dia!

“Hai-ji, kau naik di belakang dan kau mempertahankan setiap serangan!” kata lagi Ang I Niocu yang lalu melompat ke atas kuda itu.

Cin Hai pun hanya menurut dan naik di belakang Ang I Niocu! Gadis itu menggunakan kakinya untuk menendang roboh pelayan yang memegang kendali dan ia lalu menarik kendali kuda Pek-gin-ma itu yang segera meringkik keras, mengangkat kedua kaki depan tinggi-tinggi ke atas, lalu berlari secepat angin!

Hai Kong Hosiang sambil menyumpah-nyumpah mengayunkan tiga batang piauw beracun ke arah mereka, akan tetapi dengan kebutan lengan bajunya, Cin Hai berhasil menyampok ketiga batang piauw itu ke tanah.

Malam itu terang bulan dan kuda Pek-gin-ma yang berbulu putih itu berlari cepat. Bulunya mengkilap tertimpa sinar bulan hingga ia benar-benar merupakan kuda yang mempunyai bulu bagaikan perak tulen!

Ang I Niocu mencabut saputangannya yang digulung merupakan cambuk dan ia membujuk kuda Pek-gin-ma dengan mencambuk perlahan pada kuncungnya agar dapat berlari lebih cepat lagi.

Kuda itu meringkik gembira dan ia benar-benar lari keras sekali seakan-akan keempat kakinya yang putih itu tidak menyentuh tanah! Sementara itu, Cin Hai duduk di belakang Ang I Niocu dengan anteng bagaikan sebuah boneka besar yang duduk diam sambil berdongak ke atas memandangi bulan!

“Hai-ji… Hai-ji… kau kenapakah…?” berkali-kali Ang I Niocu bertanya sambil menoleh dan khawatir melihat sikap Cin Hai yang sudah berubah menjadi manusia robot itu!

Akan tetapi Cin Hai tidak menjawab apa-apa, hanya termenung memandang bulan. Tiba-tiba ia menjawab juga,

“Aku Pendekar Bodoh dan kau… kau… sahabatku yang harus kubela!” Hanya demikian ia menjawab dan selanjutnya ia tak dapat memikir apa-apa lagi.

**** 059 ****





Tidak ada komentar :