*

*

Ads

Rabu, 08 Mei 2019

Pendekar Bodoh Jilid 060

Sebetulnya bagaimanakah maka Ang I Niocu, atau Dara Baju Merah yang gagah perkasa itu dapat tiba-tiba muncul di daerah utara ini dan kebetulan sekali dapat menolong Cin Hai? Untuk dapat mengetahui hal ini, baiklah kita menengok sebentar pengalamannya semenjak ia melarikan diri dengan Lin Lin dari keluarga Kwee.

Semenjak Ang I Niocu datang ke rumahnya, Lin Lin merasa tertarik dan suka sekali kepada Nona Baju Merah ini hingga ia mengajak Ang I Niocu tidur di kamarnya. Dan di dalam kamarnya, dengan terus terang ia mengeluarkan isi hatinya, dan menuturkan betapa ia dan Cin Hai telah saling mencinta. Ia menceritakan pengalamannya dengan Cin Hai tanpa malu-malu lagi, tidak tahu sama sekali betapa kata-katanya semua itu merupakan sebuah senjata yang lebih tajam daripada sebuah pedang pusaka yang menusuk-nusuk hati dan perasaan Ang I Niocu.

Akhirnya Lin Lin berkata sambil merangkul Ang I Niocu dan menangis,
“Cici yang baik, bayangkan betapa sedih hatiku ketika Engko Hai pergi meninggalkanku untuk membalas dendam ini. Selain merasa kecewa, aku pun merasa khawatir sekali akan keselamatannya. Bagaimana kalau ia sampai menemui bahaya? Kalau aku boleh ikut, biar kami berdua menghadapi bahaya maut dan sampai terbinasa sekalipun, aku merasa puas dan dapat mati dengan mata meram!”

Ketika Lin Lin tidak mendengar Ang I Niocu menjawab, ia memandang dan melihat bahwa Nona Baju Merah itu pun menangis dengan sedihnya sehingga ia terisak-isak, Lin Lin menyangka bahwa Nona Baju Merah ini ikut merasa sedih dan terharu, maka ia lalu berbalik menghibur.

“Cici, kalau engkau sudi membawaku mengejar Hai-ko dan An-ko! Setidaknya kita akan dapat membantu mereka bukan? Apalagi dengan adanya kau yang lihai, aku takkan takut menghadapi siapapun juga.”

Karena bujukan-bujukan ini, akhirnya Ang I Niocu tak kuasa menahan lagi dan demikianlah, dengan diam-diam mereka pada malam hari itu juga melarikan diri untuk menyusul Cin Hai dan Kwee An!

Ang I Niocu dapat melihat bahwa cinta gadis ini terhadap Cin Hai besar sekali, dan kalau pemuda itu pun membalas cinta Lin Lin, sudah menjadi tugasnya untuk menemukan mereka kembali. Bukankah ia mencinta kepada Cin Hai dengan sepenuh jiwanya? Cintanya bukan terdorong nafsu, akan tetapi ia betul-betul ingin melihat pemuda itu hidup bahagia di samping wanita yang dicintainya, dan menurut pandangannya, Lin Lin cukup pantas menjadi gadis pilihan Cin Hai.

Ang I Niocu yang telah berpengalaman itu dengan mudah dapat menduga bahwa Cin Hai dan Kwee An tentu menuju ke kota raja untuk mencari musuh-musuh besar itu, maka ia pun langsung mengajak Lin Lin menuju ke kota raja. Di sepanjang jalan tiada bosannya ia memberi petunjuk ilmu silat kepada Lin Lin, bahkan memberi tahu tentang rahasia latihan lweekang yang lebih tinggi.

Ketika mereka tiba di kota raja, Ang I Niocu mendengar tentang penyerbuan Cin Hai dan Kwee An, dan tentang terbunuhnya empat orang dari Santung Ngohiap dan dua orang perwira lain. Lin Lin mengucurkan air mata karena merasa girang dan terharu.

Ketika mendengar bahwa dua orang musuh besarnya, yaitu Hai Kong Hosiang dan Boan Sip masih belum terbalas dan kedua pemuda itu mengejar mereka ke utara, Lin Lin lalu minta kepada Ang I Niocu untuk mengejar ke utara. Ang I Niocu menyetujui pula dan begitulah mereka pada keesokan harinya melakukan pengejaran ke utara. Mereka tertinggal tujuh hari oleh Kwee An dan Cin Hai.

Pada suatu hari mereka tiba di pinggir Sungai Liong-kiang dan melihat dua orang sedang dikeroyok oleh sekumpulan perwira kerajaan. Dua orang ini bukan lain ialah Nelayan Cengeng dan muridnya, yaitu Ma Hoa atau gadis puteri Ma Keng In yang berpakaian laki-laki. Yang mengeroyok adalah tujuh orang perwira dan seorang hwesio yang gagah perkasa, karena hwesio ini bukan lain ialah Beng Kong Hosiang, suheng dari Hai Kong Hosiang yang pernah roboh di tangan Cin Hai.

Beng Kong Hosiang dan tujuh orang perwira itu mendapat tahu bahwa kedua orang pemuda yang mengacau di Enghiong-koan telah mengejar ke utara, maka mereka merasa kuatir akan keselamatan Hai Kong Hosiang lalu melakukan pengejaran pula.

Di pinggir Sungai Liong-kiang mereka melihat sebuah perahu kecil dimana duduk seorang tua yang berpakaian nelayan dan seorang pemuda tampan. Biarpun para perwira itu mengenal Ma Keng In sebagai seorang perwira, akan tetapi mereka tidak mengenal Ma Hoa yang berpakaian laki-laki, dan mereka menyangka bahwa pemuda ini tentulah seorang nelayan pula.

Beng Kong Hosiang melihat sikap nelayan yang memandang acuh tak acuh itu, dapat menduga bahwa orang tua itu tentulah seorang kang-ouw yang berkepandaian, maka setelah menjura ia berkata,

“He, kawan nelayan tua, tolonglah kami menyeberang sungai ini dengan perahumu, berapa saja upahnya yang kau minta, tentu pinceng bayar lunas!”






Nelayan Cengeng tertawa haha-hihi mendengar ucapan ini, kemudian menatap mereka baik-baik, ia lalu menjawab,

“Hwesio yang bercampur gaul dengan segala perwira kerajaan, permintaanmu ini pantas sekali. Akan tetapi jawablah dulu. Kalian delapan orang dari istana ini hendak menuju ke manakah?”

Melihat sikap pelayan yang sama sekali tidak menghormati mereka, Ben Kong Hosiang yang menyangka bahwa nelayan itu tentu tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa, maka ia lalu menjawab,

“Nelayan tua, ketahuilah, bahwa pinceng adalah Beng Kong Hosiang yang menjadi kepala penjaga dari kelenteng di istana dan menjadi penasehat dari kaisar sendiri. Maka janganlah kau banyak bertanya dan seberangkanlah pinceng bersama semua ciangkun ini.”

Mendengar nama ini, terkesiaplah hati Nelayan Cengeng dan Ma Hoa. Mereka telah mendengar dari Kwee An bahwa hwesio ini adalah suheng dari Hai Kong Hosiang yang pernah bertempur dengan kedua pemuda itu, maka mereka dapat menduga bahwa rombongan ini tentulah mengejar Cin Hai dan Kwee An yang telah melanjutkan perjalanan pada beberapa hari yang lalu.

“Beng Kong Hosiang, kalau kau tidak memberi tahu maksud kepergianmu ke utara ini, terpaksa aku menolak untuk menyeberangkan kalian.”

Seorang perwira yang berangasan menjadi marah dan membentak,
“He, tua bangka! Tidak tahukah kau bahwa kau sedang berhadapan dengan perwira-perwira kaisar? Apa kau ingin mampus? Hayo, seberangkan kami dan jangan banyak tingkah lagi!”

Nelayan Cengeng tertawa bergelak mendengar kekasaran ini, lalu menjawab,
“Perahu ini adalah perahuku, dan hanya aku yang berhak menentukan, apakah kalian boleh atau tidak memakai perahu ini. Sekarang aku katakan tidak boleh dan kalau kalian hendak menyeberang, gunakan saja lain perahu!”

Melihat sikap ini, Beng Kong Hosiang dapat menduga bahwa nelayan tua itu tentu bukan orang sembarangan. Kalau saja di situ terdapat lain perahu tentu ia tidak akan melayani lagi, akan tetapi di situ tidak ada lain perahu dan perahu kecil nelayan itu hanyalah satu-satunya yang ada. Maka ia lalu berkata dengan suara halus,

“Sahabat, mungkin karena kita belum berkenalan, maka kau tidak sudi menolong. Bolehkah pinceng mengetahui namamu yang mulia?”

Melihat sikap pendeta ini, tiba-tiba Nelayan Cengeng tertawa geli sekali hingga kedua matanya keluar air mata.

“Ha, ha, ha! Ternyata Beng Kong Hosiang dapat juga merendahkan diri. Sungguh lucu! Ketahuilah aku adalah seorang nelayan tua yang malang-melintang disungai ini untuk mencari ikan. Aku lebih suka berdekatan dengan ikan-ikan dari pada dengan segala perwira tukang pukul dan aku lebih tidak suka pula melihat hwesio-hwesio yang bergelandangan dengan tukang-tukang pukul itu, karena hwesio demikian ini tentu bukan hwesio baik-baik!”

Bukan main marahnya ketujuh perwira itu mendengar makian ini, akan tetapi Beng Kong Hosiang dapat mengendalikan perasaannya dan ia segera bertanya dengan heran,

“Apakah kau ini Si Nelayan Cengeng?”

“Ha, ha, aku tertawa atau menangis menurut keadaan dan waktuku, apa sangkutannya dengan kau?” jawab Nelayan Cengeng itu.

Jawaban yang tidak karuan ini menguatkan dugaan Beng Kong Hosiang karena ia pernah mendengar bahwa Nelayan Cengeng adalah seorang aneh yang kadang-kadang membawa tingkah seperti orang gila.

Sementara itu, ketujuh perwira yang telah mencabut senjata, lalu mendekat ke pinggir perahu dan membentak,

“Orang tua kau lekas keluar dari perahu dan berikan perahurnu kepada kami untuk dipakai menyeberang dan jangan banyak cakap lagi!”

Ma Hoa semenjak tadi menahan marahnya, kini ia pun melompat keluar dari perahu ke darat dan menghunus pedangnya. Ketujuh perwira itu menyerbu kepada Ma Hoa dan segera pemuda itu terkurung rapat. Nelayan Cengeng tertawa bergelak dan sekali tubuhnya berkelebat, ia telah menghadapi Beng Kong Hosiang.

Pendeta ini tidak mau memperlihatkan kelemahannya dan ia segera menerjang dengan senjatanya yang aneh yaitu sebatang pacul. Nelayan Cengeng mengeluarkan senjatanya yang tidak kalah hebatnya, yaitu sebatang dayung yang terbuat daripada kayu hitam dan keras.

Kepandaian Nelayan Cengeng memang sangat tinggi dan tenaganya besar, maka sebentar saja Beng Kong Hosiang sangat terdesak oleh gerakan dayung yang mengamuk bagaikan seekor naga sakti menyambar-nyambar itu.

Melihat hal ini, maka dua orang perwira lalu membantunya dan yang lima orang lain masih saja mengeroyok Ma Hoa segera terdesak hebat dan keadaannya berbahaya sekali. Nelayan Cengeng biarpun tidak terdesak akan tetapi ilmu pacul Beng Kong Hosiang yang cukup hebat itu disertai bantuan dua orang perwira yang terpandai membuat ia tidak dapat membantu muridnya yang terdesak.

Dan pada saat itulah Ang I Niocu dan Lin Lin tiba di tempat itu. Ketika Ang I Niocu melihat bahwa yang mengeroyok nelayan tua dan pemuda cakap itu adalah rombongan perwira istana dan seorang hwesio yang tangguh, tanpa bertanya ia telah dapat memilih pihaknya. Ia lalu berbisik kepada Lin Lin,

“Kau bantulah pemuda itu!”

Kemudian sambil mencabut pedangnya, Ang I Niocu melompat dan menjadi sebuah sinar merah yang cepat sekali menggempur Beng Kong Hosiang dari samping sambil dibarengi teriakannya,

“Hwesio penjilat kaisar, jangan kau menjual kesombongan di sini!” Pedang Ang I Niocu berkelebat-kelebat membuat Beng Kong Hosiang terkejut sekali.

Baik Beng Kong Hosiang, maupun Nelayan Cengeng pernah mendengar nama Ang I Niocu, maka kini melihat seorang wanita cantik jelita yang berpakaian merah datang menyerbu dengan kepandaian yang demikian tinggi dan indah gerakannya segera mereka dapat menduga siapa adanya gadis ini.

Beng Kong Hosiang mengertak gigi dan memperkuat gerakannya karena maklum bahwa ia menghadapi bantuan seorang yang tangguh, sedangkan Nelayan Cengeng lalu tertawa bergelak-gelak.

“Ha, ha, ha, Beng Kong Hosiang! Agaknya ketika engkau berangkat dari kelentengmu, engkau belum mencuci tubuh hingga tertimpa kesialan! Sekarang pergilah mandi dulu!” Sambil berkata demikian ia mendesak hebat dengan dayungnya!

Ilmu pedang Ang I Niocu memang sudah hebat sekali. Apalagi kalau yang menghadapinya belum pernah melihat atau mengenal ilmu pedangnya, maka kehebatan itu akan menjadi makin mengerikan. Baru beberapa puluh jurus saja, ia dapat mendesak dua orang perwira yang mengeroyok Nelayan Cengeng dan akhirnya dengan tipu gerakan Bidadari Menyebar Bunga ia berhasil melukai tangan mereka hingga senjata mereka berdua terlepas dari pegangan!

Kedua perwira ini berteriak kesakitan dan melompat mundur. Dan pada saat itu juga, Nelayan Cengeng juga telah berhasil menghantamkan dayungnya yang mengenai paha Beng Kong Hosiang. Hwesio itu terhuyung-huyung dan Nelayan Cengeng sambil tertawa-tawa mendupak pantatnya hingga hwesio itu menggelundung dan masuk ke dalam sungai!

“Ha, ha, mandilah! Mandilah biar bersih!” Nelayan Cengeng berkata sambil tertawa geli!

Lin Lin juga tidak mau tinggal diam. Dara muda ini ketika melihat betapa pemuda yang tampan dan memiliki ilmu pedang lumayan juga sedang dikeroyok oleh lima orang perwira yang berkepandaian tinggi hingga keadaannya terdesak dan berbahaya sekali, lalu menyerbu dengan pedang pendeknya yang lihai berputar-putar di tangannya!

Tadinya memang Lin Lin telah memiliki ilmu pedang yang baik, maka ditambah dengan petunjuk dari Ang I Niocu yang diberikan kepadanya, kini kepandaiannya telah maju pesat dan gerakan pedang pendeknya lihai dan dahsyat. Sebentar saja ia telah merobohkan seorang pengeroyok.

Sebaliknya Ma Hoa ketika melihat seorang gadis manis menyerbu dan membantunya, menjadi girang sekali dan sekarang timbullah semangatnya. Gadis yang berpakaian sebagai laki-laki ini lalu membentak nyaring dan pedangnya membuat gerakan kilat hingga kembali seorang perwira kena dirobohkan!






Tidak ada komentar :