*

*

Ads

Sabtu, 11 Mei 2019

Pendekar Bodoh Jilid 061

“Adikku yang manis! Terima kasih atas bantuanmu!”

Ma Hoa berseru dan mengerling ke arah Lin Lin sambil memutar pedangnya menyerang terus. Lin Lin kaget dan marah mendengar ini, karena ia menganggap bahwa “pemuda” ini sungguh kurang ajar hingga mukanya berubah merah karena malu dan marah.

Sementara itu, para perwira ketika melihat datangnya dua orang gadis kosen ini dan melihat betapa Beng Kong Hosiang telah dikalahkan, dan dilempar ke dalam sungai, menjadi takut dan jerih. Mereka lalu membalikkan tubuh dan melarikan diri secepatnya, mengejar Beng Kong Hosiang yang melarikan diri terlebih dulu!

Nelayan Cengeng tertawa terkekeh-kekeh dan membiarkan semua perwira itu lari, bahkan yang terluka lalu merangkak-rangkak dan pergi tanpa diganggu sedikit pun.

“Ha, ha, Beng Kong Hosiang! Baru sekarang kau tahu lihainya dayung butut Nelayan Cengeng!!” berseru nelayan tua itu dengan tertawa geli sampai kedua matanya mengeluarkan air mata.

Mendengar nama ini, Ang I Niocu terkejut sekali dan ia buru-buru memberi hormat.
“Ah, tidak tahunya Cianpwe adalah Kong Hwat Lojin Si Nelayan Cengeng! Terimalah hormat dari aku yang muda!”

Kembali Nelayan Cengeng tertawa senang.
“Bagus, bagus! Ang I Niocu, namamu bukan kosong belaka. Ilmu pedangmu sungguh membuat aku orang tua merasa kagum sekali!”

Sementara itu melihat betapa Lin Lin memandangnya dengan mata tajam dan mulut cemberut, Ma Hoa tertawa dan berkata kepadanya,

“Adik yang manis, ilmu pedangmu pun hebat sekali! Siapakah namamu?”

Kini Lin Lin tak dapat menahan marahnya lagi karena ia menganggap pemuda ini terlalu kurang ajar! Ia belum pernah mendengar nama Nelayan Cengeng maka ia tidak berapa menaruh perhatian pada kakek itu, dan sambil menudingkan telunjuknya ke arah hidung Ma Hoa, ia berkata,

“Kau janganlah membuka mulut sembarangan dan berlaku kurang ajar! Kau kira aku ini siapakah maka kau berani bertanya sembarangan saja?”

Lin Lin menjadi makin terheran dan marah ketika melihat “pemuda” itu tidak marah, bahkan tertawa bergelak dan nyaring. Akan tetapi anehnya, ketika tertawa “pemuda” ini menggunakan ujung lengan bajunya untuk menutupi mulutnya, sedangkan suaranya juga nyaring dan merdu seperti suara ketawa seorang wanita! Selagi ia berdiri memandang dengan mata heran tercampur marah, tiba-tiba Nelayan Cengeng juga tertawa dan berkata,

“Nona, dia ini adalah muridku dan bernama Ma Hoa! Memang seorang pemuda ceriwis yang layak dipukul! Ha, ha, ha!”

“Suhu, jangan membikin Nona ini menjadi makin marah! Lihat, mukanya sudah menjadi merah dan mulutnya cemberut menambah manisnya!” kata Ma Hoa.

Lin Lin menjadi gemas sekali, akan tetapi sebelum ia menggerakkan tangan yang hendak menampar mulut “pemuda” itu, tiba-tiba Ang I Niocu yang bermata tajam sambil tersenyum berkata kepadanya,

“Adik Lin Lin, mengapa kau begitu bodoh? Pemuda ini adalah seorang wanita! Apakah kau tak dapat menduganya?”

Lin Lin terkejut dan memandang dengan tajam sedangkan Ma Hoa lalu melepaskan kupiahnya hingga rambutnya yang hitam dan panjang itu terurai ke bawah menutupi pundaknya.

Kini “pemuda” itu berubah menjadi seorang gadis yang cantik jelita dan yang sedang tertawa manis kepadanya. Lin Lin juga tertawa dan mukanya menjadi makin merah karena malu akan kebodohannya sendiri. Ma Hoa menghampiri dan memeluk pundak Lin Lin.

“Adikku yang manis, maafkanlah aku yang menggodamu. Entah mengapa, melihat kau semanis ini, aku menjadi suka sekali! Siapakah namamu, Adik yang manis?” tanyanya.

“Enci, kau benar-benar nakal sekali! Siapa yang menyangka engkau bukan seorang pemuda asli? Namaku adalah Kwee Lin.”

Sepasang mata Ma Hoa yang jeli itu bersinar mendengar ini.
“Apa? Engkau she Kwee? Eh, Adik, kenalkah engkau kepada seorang pemuda bernama… Kwee An?”






Lin Lin menangkap tangan Ma Hoa dan memegang tangan itu erat-erat.
“Enci Hoa, apakah engkau bertemu dia? Dia adalah kakakku dan sekarang aku sedang mencari dia!”

“Ha, ha, ha!” Si Nelayan Cengeng tertawa bergelak. “Ini namanya kebetulan sekali. Nona Kwee Lin, kau tadi tidak membantu orang lain oleh karena yang kau bantu itu adalah calon Soso (Kakak iparmu) sendiri!”

Lin Lin tercengang dan memandang kepada wajah Ma Hoa yang menunduk kemalu-maluan.

“Betulkah ini, Enci Hoa?”

Ma Hoa tak dapat menjawab, hanya tertunduk sambil memegang-megang pedang yang tergantung di pinggangnya. Tiba-tiba Lin Lin mengenali pedang Kwee An dan ia segera memeluk Ma Hoa dengan girang sekali.

“Ah, benar engkau telah menerima pedang Engko An! Ah, aku girang sekali! Eh, calon ensoku yaqg baik, sekarang beritahukanlah kepadaku di mana adanya calon suamimu itu?”

Ma Hoa mengerling dan cemberut.
“Kau nakal sekali, Adik Lin! Kalau kau tidak mau berhenti menggodaku aku takkan mau memberitahukan dimana dia sekarang berada!”

Sementara itu, Ang I Niocu juga merasa girang sekali mendengar bahwa benar-benar Cin Hai dan Kwee An telah di sini dan bahkan Kwee An telah mengikat perjodohan dengan gadis murid Nelayan Cengeng yang cantik dan gagah itu.

Nelayan Cengeng lalu menuturkan kepada Ang I Niocu dan Lin Lin akan pengalaman mereka dan pertemuan mereka dengan Cin Hai dan Kwee An beberapa waktu yang lalu. Mereka memberitahukan bahwa kedua anak muda itu telah melanjutkan perjalanan mereka ke utara dalam usaha mereka mencari dan mengejar Hai Kong Hosiang.

Dalam kegembiraan mereka karena pertemuan ini, baik Nelayan Cengeng dan muridnya, maupun Ang I Niocu dan Lin Lin telah kurang hati-hati dan mereka tidak tahu bahwa di pinggir sungai masih ada seorang perwira yang tadi terpelanting ke dalam sungai dan kini bersembunyi di dalam air sambil mengeluarkan kepala dari permukaan air yang disembunyikan di bawah rumput alang-alang.

Perwira ini mendengar semua percakapan mereka dan alangkah kaget, heran dan marahnya ketika mendapat kenyataan bahwa “pemuda” itu adalah Ma Hoa, puteri dari perwira Ma Keng In yang ia kenal baik!

Ang I Niocu dan Lin Lin tidak menunda perjalanan mereka dan segera berpamit untuk melanjutkan penyusulan mereka kepada kedua pemuda kita. Sebetulnya di dalam hatinya Ma Hoa hendak ikut, akan tetapi ia malu untuk menyatakan hal ini dan pula ia khawatir kalau-kalau ia dikenal oleh para perwira hingga kedudukan ayahnya sebagai seorang perwira akan terancam. Maka terpaksa mereka melepaskan kedua orang gadis pendekar itu pergi dengan hati berat.

Setelah semua orang pergi, perwira yang bersembunyi itu lalu merangkak keluar dan segera lari menuju kembali ke kota raja untuk membuat laporan. Beng Kong Hosiang yang merasa malu dan marah sekali karena kekalahannya, lalu mengumpulkan sejumlah besar perwira dan segera mengejar terus ke utara!

Pertemuan dengan Nelayan Cengeng dan Ma Hoa itu membuat Ang I Niocu dan Lin Lin merasa girang sekali, oleh karena tidak saja mereka girang mendengar bahwa Kwee An telah mendapat jodoh seorang gadis yang cantik dan gagah, juga mereka kini telah dapat mengikuti jejak kedua pemuda itu dan mendapat kesempatan untuk ikut membalas dendam kepada Hai Kong Hosiang!

Dua hari kemudian, ketika dua orang gadis pendekar ini sedang berjalan di tempat yang sunyi dari depan mereka melihat dua orang berjalan cepat mendatangi. Gerakan kedua orang dari depan itu demikian cepat hingga Ang I Niocu dan Lin Lin maklum bahwa mereka tentulah orang-orang berkepandaian tinggi.

Dan setelah dekat ternyata bahwa dua orang itu adalah Boan Sip, perwira musuh besar keluarga Kwee dan seorang tua yang kelihatan pucat dan berjubah hitam, dan sepasang matanya mengeluarkan sinar kejam.

Ternyata bahwa Boan Sip adalah seorang perwira yang selain cerdik, juga berwatak pengecut sekali. Ketika ia mendengar bahwa kawan-kawannya telah tewas di dalam tangan anak-anak muda yang membalas dendam keluarga Kwee, ia lalu cepat-cepat pergi mengunjungi suhunya, yaitu Bo Lang Hwesio.

Dengan pandai Boan Sip dapat membujuk suhunya untuk membela dirinya dari ancaman musuh-musuhnya. Dan kebetulan sekali, ketika mereka sedang berjalan menuju ke kota raja, di tengah jalan mereka bertemu dengan Ang I Niocu dan Lin Lin.

Melihat Lin Lin, tentu saja Boan Sip menjadi girang sekali dan sebaliknya Lin Lin juga girang oleh karena tak disangka-sangkanya ia dapat bertemu dengan musuh besarnya di tempat itu.

“Bangsat rendah, akhirnya dapat juga aku membalas dendamku!” teriak Lin Lin sambil mencabut keluar pedangnya dan melompat lalu menyerang Boan Sip dengan sengitnya.

Boan Sip tertawa besar dan menggunakan pedangnya menangkis sehingga sebentar saja mereka bertempur dengan seru dan hebat.

Sementara itu, karena menyangka bahwa hwesio ini bukan lain tentulah kawan Boan Sip, Ang I Niocu segera mencabut pedangnya dan menyerang Bo Lang Hwesio. Akan tetapi, Dara Baju Merah ini terkejut sekali ketika pedangnya dengan mudah ditangkis oleh ujung lengan baju hwesio itu! Ia berlaku hati-hati sekali oleh karena maklum bahwa hwesio ini berkepandaian tinggi.

Sebaliknya melihat gerakan pedang Ang I Niocu yang lain daripada pedang biasa, Bo Lang Hwesio juga merasa kagum dan membentak,

“Nona yang gagah siapakah namamu?”

Akan tetapi Ang I Niocu mana sudi memberitahukan namanya dan sambil menyerang terus ia berseru,

“Hwesio jahat tak usah menanya nama! Awaslah pedangku akan menyambar lehermu!”

Boan Sip yang mendengar ini lalu berkata kepada suhunya,
“Suhu, Nona Baju Merah itu adalah Ang I Niocu yang sombong!”

Bo Lang Hwesio pernah mendengar nama besar Ang I Niocu, maka sambil tertawa ia berkata,

“Bagus! Ang I Niocu, pinceng Bo Lang Hwesio memang sudah lama mendengar nama besarmu. Nah, kau perlihatkanlah kepandaianmu, hendak kulihat sampai di mana tingginya!”

Sehabis berkata demikian, Bo Lang Hwesio lalu menghadapi Ang I Niocu dengan tangan kosong, akan tetapi setelah berkelahi dua puluh jurus lebih, diam-diam Ang I Niocu terkejut dan mengeluh. Ternyata kepandaian hwesio jubah hitam ini benar-benar tinggi dan setingkat lebih tinggi dari kepandaiannya sendiri! Ang I Niocu mengigit bibir dan memutar pedangnya secepatnya untuk menghadapi hwesio yang amat tangguh ini.

Sebaliknya, biarpun sudah mendapat petunjuk dari Ang I Niocu dan kepandaiannya sudah banyak maju, namun Lin Lin masih belum dapat mengatasi kepandaian Boan Sip yang kosen. Makin lama, pedang Boan Sip makin rapat mengurung dirinya hingga Lin Lin menjadi bingung dan terdesak sekali keadaannya!

Ketika ia mengerling Ang I Niocu, ia menjadi makin gugup oleh karena melihat betapa Ang I Niocu juga sangat didesak oleh hwesio itu. Karena bingung dan gugup, gerakannya menjadi lambat dan tiba-tiba sebuah tendangan Boan Sip mengenai pergelangan tangannya membuat pedang pendeknya terlempar ke atas dan disambut cepat oleh Boan Sip yang tertawa bergelak-gelak.

Perwira muda itu lalu menyerang terus dan memutar-mutar pedangnya sehingga Lin Lin terpaksa harus mengelak sambil berloncatan ke sana ke mari menghindarkan diri dari tusukan pedang lawan! Ia tidak berdaya oleh karena pedangnya telah terampas lawan dan pada saat ia sudah amat terdesak, tiba-tiba ia kena ditotok pundaknya oleh Boan Sip hingga roboh terguling dengan tubuh lemas tak berdaya!

Boan Sip tertawa lagi.
“Ha, ha, ha! Hanya sebegini saja kepandaianmu dan kau mencari aku untuk membalas dendam? Nah, terimalah hadiahku ini!”

Ia mengangkat pedangnya ke atas, akan tetapi ketika ia memandang wajah Lin Lin perasaan cintanya yang dulu timbul kembali dan hatinya tidak tega. Ia lalu membungkuk dan menyambar tubuh Lin Lin yang terus dikempit dan dibawa lari!






Tidak ada komentar :