*

*

Ads

Sabtu, 11 Mei 2019

Pendekar Bodoh Jilid 062

“Bangsat hina dina, lepaskan adikku!”

Ang I Niocu meloncat hendak mengejar, akan tetapi Bo Lang Hwesio mencegahnya dengan serangan berbahaya hingga terpaksa Ang I Niocu melayani hwesio kosen ini lagi!

Hati Dara Baju Merah ini tidak karuan rasanya dan permainan pedangnya menjadi kalut. Setelah mendesak Ang I Niocu dengan hebatnya akan tetapi ternyata pertahanan pedang Gadis Baju Merah itu pun amat kuat hingga setelah bertempur lama belum juga ia dapat merobohkan gadis itu, tiba-tiba Bo Lang Hwesio meloncat pergi sambil berkata,

“Cukup, Ang I Niocu, sudah cukup kita bermain-main. Lain waktu kita boleh bertemu kembali!”

Ang I Niocu hendak mengejar, akan tetapi gerakan hwesio yang gesit itu dan juga oleh karena merasa bahwa ia kalah tinggi kepandaiannya, Ang I Niocu mengurungkan maksudnya mengejar. Apa gunanya mengejar kalau ia tidak dapat menangkap hwesio ini dan tidak dapat mengejar Boan Sip yang menculik pergi Lin Lin? Yang perlu adalah menolong Lin Lin, maka ia lalu mengendurkan larinya dan bermaksud untuk mengikuti hwesio itu dengan diam-diam agar mengetahui ke mana mereka membawa Lin Lin.

Akan tetapi ternyata bahwa waktu yang lama tadi telah memberi kesempatan kepada Boan Sip lari jauh sekali! Dan juga Bo Lang Hwesio yang cerdik tidak mau diikuti olehnya hingga hwesio itu lari secepatnya menyusul muridnya.

Ang I Niocu kehilangan jejak mereka, maka Gadis Baju Merah ini dengan sedih dan marah lalu berkeliaran di sekitar daerah itu mencari-cari jejak Boan Sip. Akan tetapi, oleh karena ia masih asing dengan daerah utara, maka usahanya ini sia-sia belaka, bahkan ia lalu tersesat jalan dan tanpa disengaja, akhirnya ia bertemu dengan rombongan Pangeran Vayami dan kemudian dengan tipu dayanya menarik hati pangeran yang mata keranjang itu, ia berhasil menolong dan membawa lari Cin Hai yang keadaannya telah menjadi seperti boneka hidup itu.

Dapat dibayangkan betapa bingung dan sedihnya hati Ang I Niocu. Memikirkan keadaan Lin Lin yang terculik oleh Boan Sip, perwira jahat itu saja, hatinya sudah menjadi bingung dan sedih sekali. Apalagi sekarang ia bertemu dengan Cin Hai dalam keadaan seperti itu, maka hatinya menjadi makin bingung dan sedih.

Cin Hai, satu-satunya orang yang dikasihinya, satu-satunya orang yang diharapkan tenaga bantuan untuk mencari Lin Lin dan membasmi musuh besar keluarga Kwee, telah hilang ingatan menjadi orang tolol setolol-tololnya. Celaka betul!

Sambil melarikan kudanya keras-keras, kepala Ang I Niocu berputar-putar dan ia merasa jengkel sekali mendengar betapa yang diingat oleh Cin Hai hanyalah bahwa pemuda itu adalah “Pendekar Bodoh”!

Ketika angin malam yang sejuk meniup mukanya dan muka Cin Hai yang duduk di belakangnya, pemuda itu tertawa senang dan berkata,

“Angin sejuk! Angin enak!”

Mendengar ini, Ang I Niocu menahan dan menghentikan kudanya, lalu melompat turun. Juga Cin Hai meniru perbuatannya dan melompat turun.

“Hawa sejuk, angin dingin! Sungguh nyaman!” kata Cin Hai.

Timbul harapan Ang I Niocu mendengar seruan dan melihat kegembiraan ini. Ia segera memegang tangan Cin Hai dan berkata,

“Hai-ji! Ingatkah kau sekarang? Tahukah kau siapa aku?”

“Kau adalah sahabat baik, dan aku… aku Pendekar Bodoh!”

“Bukan bodoh, tetapi tolol! Tolol sekali!”

Ang I Niocu membentak dan tiba-tiba gadis itu menjatuhkan dirinya duduk di atas sebuah batu hitam sambil menangis. Hatinya sedih dan bingung, dan baru kali ini selama hidupnya ia merasa amat sengsara. Ia sedih dan bingung memikirkan nasib Lin Lin dan ia gemas melihat Cin Hai yang hanya tolal-tolol seperti boneka itu. Apakah yang ia perbuat?

“Sahabatku? Mengapa engkau menangis? Apakah engkau lapar?” tanya Cin Hai dengan penuh perhatian.

Agaknya dalam ingatannya yang kosong ini, Cin Hai teringat ketika ia masih kecil dan ketika ia merantau dan menderita kelaparan. Maka melihat orang menangis, otomatis ia teringat akan sengsaranya orang yang menderita kelaparan!






Ang I Niocu menjadi mendongkol dan gemas sekali. Ia menjadi makin bingung ketika ia teringat kepada Kwee An. Di manakah adanya pemuda itu? Hatinya terpukul dan dengan penuh kekhawatiran ia menduga bahwa tak salah lagi Kwee An tentu telah mengalami kecelakaan. Pemuda itu tadinya bersama Cin Hai, sedangkan Cin Hai tertawan musuh dan keadaannya begini macam, tentu sekali keadaan Kwee An juga tak dapat diharapkan selamat.

“Hai-ji… Hai-ji, kau cobalah untuk mengingat-ingat! Di manakah adanya Kwee An? Putarlah otakmu dan gunakan ingatanmu!” katanya gemas.

“Kwee An? Siapakah dia? Aku tak kenal, tidak tahu… aku tidak tahu apa-apa!”

Ang I Niocu menghela napas, akan tetapi ia dapat menenangkan hatinya. Ia pikir dalam keadaan seperti ini, ia harus menggunakan ketenangan dan mencari akal. Kalau ia bingung dan sedih, hal ini takkan menolong bahkan akan makin mengacaukan urusan. Ia harus lebih dulu mencarikan obat memulihkan ingatan Cin Hai yang telah lupa akan segala apa ini.

Demikianlah dengan penuh kesabaran Ang I Niocu mengajak Cin Hai melanjutkan perjalanan sambil mencari-cari jejak Boan Sip dan gurunya yang melarikan Lin Lin. Setiap saat, tiada bosannya Ang I Niocu mengajak Cin Hai bercakap-cakap tentang hal-hal dahulu untuk mengembalikan ingatan pemuda itu, akan tetapi pengaruh madu merah memang mujijat sekali.

Cin Hai biarpun merasa senang sekali mendengar penuturan Ang I Niocu dan tiap-tiap kali gadis itu bercerita, ia memandang wajahnya dengan mata berseri, akan tetapi, sama sekali pemuda itu tidak dapat mengingat hal yang terjadi di masa lalu!

Sampai tiga hari mereka berkeliaran di daerah utara tanpa berhasil mendapat jejak Boan Sip penculik Lin Lin hingga makin hari makin gelisahlah hati Ang I Niocu. Dalam tiga hari ini, Gadis Baju Merah itu menjadi kurus dan pucat!

Pada malam ke tiga, di waktu bulan bersinar penuh dan sebulatnya hingga malam itu amat indah dan romantis sekali, Ang I Niocu sambil menuntun kuda culikannya berjalan dengan perlahan, Cin Hai berjalan di sebelahnya dan keduanya tak bercakap-cakap, melamun dalam pikiran masing-masing.

Ketika mereka melalui daerah yang banyak terdapat batu-batu karang besar dan hitam hingga menyeramkan tampaknya di bawah sinar bulan itu, tiba-tiba Ang I Niocu mendengar suara tertawa yang aneh dan menyeramkan dari tempat jauh!

“Setan dan iblis juga turut menggodaku!” gadis itu menggerutu dengan marah, karena siapakah orangnya yang akan tertawa seperti itu di tengah-tengah padang yang luas dan sunyi ini kecuali setan dan iblis?

“Bukan setan dan iblis, itu suara orang ketawa,” tiba-tiba Cin Hai berkata, oleh karena biarpun telah kehilangan ingatannya, namun kepandaian dan ketajaman telinga Cin Hai tak menjadi berkurang karenanya.

Kalau telinga Ang I Niocu tak dapat menangkap suara ketawa itu dengan jelas oleh karena suara itu diliputi gema yang keras, adalah Cin Hai dapat menangkap suara itu dengan jelas dan tahu bahwa yang tertawa adalah manusia biasa, akan tetapi yang menggunakan tenaga khikang di dalam suara ketawanya hingga terdengar dari tempat jauh dan amat menyeramkan.

Bagaikan tertarik oleh tenaga gaib, Cin Hai lalu menujukan tindakan kakinya ke arah suara ketawa tadi dan Ang I Niocu juga berjalan mengikuti pemuda itu. Setelah melewati beberapa gunduk batu karang, akhirnya mereka tiba di tempat terbuka di mana tanahnya rata dan luas merupakan satu tempat terbuka yang kering dan berumput serta terang karena mendapat sinar bulan dengan sepenuhnya.

Dan ketika mereka keluar dari belakang sebuah gunung karang, Cin Hai berdiri diam dan Ang I Niocu juga berhenti bertindak dan berdiri di belakang pemuda itu dengan hati terasa ngeri dan seram ketika melihat pemandangan yang dilihatnya di tempat itu.

Di tempat terbuka itu, di atas tanah, melihat dua tumpuk tengkorak-tengkorak manusia merupakan gundukan tinggi seperti batu-batu bundar dan putih, dan tumpukan tengkorak itu terpisah kira-kira dua tombak jauhnya.

Di atas tiap tumpukan tengkorak terlihat dua orang dalam keadaan aneh, yang seorang berjongkok sambil meluruskan kedua tangan ke depan, dan yang seorang lagi berdiri di atas puncak gundukan itu dengan kepala di bawah dan kedua kaki di atas!

Kedua orang ini saling berhadapan dan saling menggerak-gerakkan kedua tangan seakan-akan sedang melakukan pukulan-pukulan dan nampaknya menyeramkan sekali.

Apalagi ketika Ang I Niocu melihat orang yang berjongkok itu, diam-diam ia bergidik oleh karena orang itu dapat disebut seorang rangka hidup! Muka itu tua dan kurus sekali, mukanya tak berdaging sedikitpun juga hingga merupakan tengkorak terbungkus kulit. Rambutnya yang hanya sedikit di atas kepala itu diikat dengan sehelai kain dan pakaiannya seperti pakaian pendeta.

Orang ke dua yang berdiri dengan kepala di bawah di atas tumpukan tengkorak itu adalah seorang hwesio tinggi besar dan bermuka menyeramkan dan ketika Ang I Niocu memandang dengan penuh perhatian, ternyata bahwa hwesio ini bukan lain ialah Hai Kong Hosiang!

Berdebarlah hati Ang I Niocu melihat hwesio kosen ini, akan tetapi oleh karena di situ ada Cin Hai, ia tidak takut sama sekali. Ia maklum bahwa Hai Kong Hosiang dan kakek tua renta yang seperti rangka itu menguji tenaga khikang secara aneh dan menyeramkan sekali.

Harus diketahui bahwa tumpukan tengkorak itu licin dan mudah sekali runtuh, maka baru berdiri di puncak tumpukan saja membutuhkan kepandaian ginkang yang amat tinggi, apalagi kalau harus mengerahkan tenaga mengadu khikang! Lebih-lebih kalau berdirinya dengan kepala di bawah dan kaki di atas seperti yang dilakukan oleh Hai Kong Hosiang, maka diam-diam Ang I Niocu merasa kagum dan ngeri melihat kemajuan dan kehebatan Hai Kong Hosiang.

Pada saat itu, biarpun Hai Kong Hosiang telah mengerahkan tenaga di kedua tangannya mendorong dan memukul ke depan, akan tetapi kakek tua renta yang berjongkok di puncak tumpukan tengkorak ke dua itu tak bergerak sedikitpun juga, sedangkan ketika kakek tua renta itu mengayun kedua tangannya, biarpun hanya dengan gerakan perlahan saja, namun tubuh Hai Kong Hosiang telah bergerak-gerak dan terayun-ayun seakan-akan didorong-dorong dan hendak roboh! Dari sini dapat diduga bahwa tenaga khikang kakek itu lebih tinggi daripada tenaga Hai Kong Hosiang!

Ketika Hai Kong Hosiang yang berdiri jungkir balik itu melihat kedatangan Cin Hai dan Ang I Niocu, hwesio ini lalu berseru keras,

“Hai, bagus sekali kalian datang mengantar kematian!”

Dan ia lalu memberi tanda dengan kedua tangannya yang menggerak-gerakkan jari-jari tangan ke arah kakek tua renta itu. Kakek ini lalu memutar tubuhnya menghadapi Ang I Niocu dan Cin Hai dengan gerakan ringan sekali dan dari atas tumpukkan tengkorak itu ia mengirim pukulan dengan kedua tangannya ke arah Cin Hai dan Ang I Niocu!

Sungguh hebat tenaga pukulan kakek itu yang dilancarkan dari tempat jauh. Ang I Niocu merasa betapa angin tenaga raksasa mendorongnya dan cepat-cepat gadis ini meloncat ke samping agar jangan sampai terluka oleh tenaga pukulan maut ini.

Sebaliknya, Cin Hai yang dapat juga merasai datangnya tenaga hebat ini, segera menggunakan kedua tangannya untuk mendorong ke depan dan mengerahkan tenaga khikangnya! Dua tenaga raksasa bertemu dari dorongan dua orang ini dan Cin Hai lalu terhuyung mundur sampai empat langkah! Sedangkan kakek itu kedudukannya menjadi miring, tanda bahwa ia pun kena dorong oleh tenaga Cin Hai yang tidak lemah!

Ang I Niocu terkejut karena maklum bahwa adu tenaga ini menyatakan bahwa kakek tua renta ini masih lebih kuat dan lebih lihai daripada Cin Hai. Hal ini belum seberapa, akan tetapi kenyataan bahwa kakek ini mentaati permintaan Hai Kong Hosiang yang dilakukan dengan gerak tangan menandakan bahwa kakek ini berdiri di pihak Hai Kong Hosiang! Hal ini berbahaya sekali oleh karena dapat diduga betapa tingginya kepandaian kakek itu!

Akan tetapi pada saat itu, kakek tua renta dan Hai Kong Hosiang tiba-tiba berseru keras sekali. Kemudian keduanya lalu bergerak dan meloncat turun dari tumpukan tengkorak bagaikan orang ketakutan!

Ketika Ang I Niocu memperhatikan, ia pun merasa terkejut sekali dan hampir saja ia menjerit. Ternyata bahwa di antara sekian banyaknya tengkorak yang ditumpuk, di tengah-tengah tumpukan, tengkorak yang dinaiki Hai Kong Hosiang tadi terdapat sebuah kepala yang bukan tengkorak, oleh karena kepala ini mempunyai sepasang mata yang dapat melirik ke sana ke mari dan masih berambut sungguhpun rambutnya telah putih semua!






Tidak ada komentar :