*

*

Ads

Minggu, 12 Mei 2019

Pendekar Bodoh Jilid 069

“Ha-ha, anak muda. Memang kau pantas merasakan masakan daging luar biasa itu. Ketahuilah, daging yang kau makan itu adalah daging hewan ternakku!”

Kwee An tercengang dan sama sekali tidak pernah menduga bahwa daging buaya yang liar itu demikian enaknya. Kini ia mengerti mengapa Iblis Hitam ini memelihara hewan ternak yang luar biasa ini.

“Apakah memang pekerjaan Lopek memelihara hewan ternak yang luar biasa ini?”

Hek Moko mengangguk-angguk.
“Memang inilah pekerjaanku sejak dulu! Tadinya buaya ini hanya ada beberapa belas pasang saja akan tetapi sekarang telah menjadi beratus-ratus pasang banyaknya! Dan hanya orang gagah dan orang besar saja yang mendapat kesempatan merasakan kenikmatan daging hewan ternakku ini. Tahukah kau bahwa untuk daging seekor saja kaisar berani membayar dengan tiga puluh potong uang emas? Ha, ha, ha!”

“Lopek, kau benar-benar orang luar biasa dan baik hati. Aku telah berlancang tangan membunuh banyak hewan ternakmu, akan tetapi kau tidak marah kepadaku, sebaliknya kau telah menolong dan merawatku. Sungguh aku berhutang budi kepadamu!”

“Hush! Jangan kau berkata begitu. Di antara ayah dan anak tidak ada perhitungan budi!”

Kwee An terkejut dan heran sekali, oleh karena ia benar-benar tidak mengerti akan maksud kata-kata Iblis Hitam ini. Di antara ayah dan anak? Apa maksudnya?

Kembali Si Iblis Hitam tertawa bergelak-gelak,
“Ya, di antara ayah dan anak tidak ada perhitungan budi dan kau akan menjadi anakku yang baik!”

Bukan main terkejutnya Kwee An. Ia pikir bahwa Iblis Hitam ini telah menjadi gila dan mengaku dia sebagai anaknya. Akan tetapi ia maklum akan kelihaian iblis ini, maka ia pikir untuk sementara waktu baik ia tidak membantahnya dan tinggal diam saja.

“Eh, anak muda yang gagah. Kau bernama siapa dan mengapa kau bisa hanyut di sungai ini?”

Sambil bertanya demikian, Iblis Hitam itu memandang dengan mata tajam dan pandang mata menyelidiki.

“Namaku Kwee An,” jawab pemuda itu dan tiba-tiba ia mendapat sebuah pikiran baik. Ia maklum bahwa iblis ini lihai sekali dan kepandaiannya mungkin sekali lebih tinggi daripada kepandaian Hai Kong Hosiang, maka ia lalu melanjutkan, “Dan aku hanyut karena perbuatan seorang hwesio bernama Hai Kong Hosiang.”

Benar saja, disebutnya nama hwesio ini membuat Hek Moko memandang heran.
“Hai Kong? Bagaimana kau bertemu dengan hwesio itu?”

“Aku adalah seorang perantau dan ketika aku hendak menyeberang sungai ini, aku bertemu dengan Hai Kong Hosiang. Kami berebut perahu dan kami berkelahi. Akan tetapi aku kalah dan ia melemparku ke dalam sungai.”

“Ha, ha, ha! Kau benar-benar patut menjadi puteraku! Kau telah bertempur melawan Hai Kong dan kau tidak mendapat luka! Bagus, bagus! Aku tidak suka akan namamu dan mulai sekarang kau bernama Siauw Moko (Iblis Kecil).”

Kwee An merasa mendongkol sekali, akan tetapi ia tidak begitu bodoh untuk memperlihatkan perasaan ini. Ia hanya berkata,

“Lopek, aku telah berhutang budi kepadamu maka tentu saja aku tidak berani membantah kehendakmu. Akan tetapi, nama yang kau berikan kepadaku itu kurang sedap didengar!”

Hek Moko memandangnya dengan mata melotot.
“Apa? Kurang sedap didengar? Hai, anak muda, sampai di manakah kepandaianmu hingga kau merasa kurang patut bernama Siauw Moko? Ketahuilah, aku yang bernama Hek Moko memiliki kepandaian yang jauh lebih tinggi darimu. Kau harus menurut segala kata-kataku oleh karena kau adalah anakku Siauw Moko yang dulu telah meninggal, akan tetapi sekarang kau hidup kembali. Anakku yang baik, jangan kuatir, aku akan melatihmu dan dalam beberapa bulan saja jangan kata baru seorang Hai Kong Hosiang, biar ada tiga orang Hai Kong, engkau tak usah merasa takut lagi!!”






Setelah berkata demikian, Hek Moko lalu maju memeluk dan menciumi muka Kwee An sebagai seorang ayah menciumi anaknya dengan penuh kasih sayang!

Kwee An merasa terkejut, takut, dan juga terharu sekali. Ia dapat menduga bahwa dulu tentu Iblis Hitam ini mempunyai seorang putera dan putera itu meninggal dunia. Dan ketika melihatnya, iblis ini teringat kepada puteranya hingga tiba-tiba saja mengakui ia sebagai anaknya! Akan tetapi diam-diam Kwee An merasa girang juga oleh karena ia akan menerima pelajaran silat dari kakek iblis yang berbahaya dan lihai ini!

Memang dugaan Kwee An itu tepat. Dulu, Hek Moko mempunyai seorang putera yang wajahnya hampir sama dengan wajah Kwee An. Dan puteranya ini meninggal dunia karena terserang semacam penyakit berbahaya. Padahal ia telah menunangkan puteranya itu dengan puteri Pek Moko, yaitu Pek Bin Moli yang cantik jelita dan berotak miring.

Tentu saja kematian puteranya ini membuat Hek Moko menjadi sedih dan membuat ia menjadi makin jahat, liar dan gila! Bersama Pek Moko yang menjadi sutenya, ia merupakan sepasang hantu yang menjagoi seluruh daerah Tibet dan mendengar namanya saja, semua orang telah ketakutan setengah mati.

Tempat tinggal Hek Pek Moko memang tidak tentu dan mereka ini merantau dari satu ke lain jurusan. Akan tetapi, kebanyakan mereka selalu berdua dan jarang nampak mereka berpisah.

Kali ini Pek Moko tidak nampak bersama suhengnya oleh karena Iblis Putih ini sedang pergi mencari anak perempuannya, yaitu Pek Bin Moli yang telah lama minggat dan mencari suaminya, yaitu Ong Hu Lin yang menjadi piauwsu dan mengadakan perhubungan dengan Giok-gan Kui-bo kakak seperguruan Ang I Niocu sehingga timbul perkelahian antara Giok-gan Kui-bo dan Pek Bin Moli dan akhirnya Pek Bin Moli dapat menemukan kembali suaminya itu yang dibawanya pergi!

Sejahat-jahatnya manusia, ia masih mempunyai perasaan kasih sayang yang bersifat suci murni terhadap anaknya. Demikian pun Hek Moko biarpun manusia ini telah terkenal sebagai iblis yang jahat dan kejam, akan tetapi kini setelah bertemu kembali dengan puteranya, ia memperlakukan Kwee An dengan baik sekali hingga diam-diam Kwee An menjadi terharu dan timbul rasa kasihan di dalam hatinya terhadap iblis tua ini.

Kwee An memang telah kehilangan ayahnya dan dulu ia telah lama meninggalkan ayahnya, yaitu ketika merantau mempelajari ilmu, maka kini biarpun maklum akan kejahatan dan kekejaman Hek Moko, namun mendapat perlakuan yang demikian penuh perhatian dan baik, serta menerima latihan-latihan silat dengan penuh keikhlasan, timbul juga rasa sayang dalam hatinya terhadap Iblis Hitam ini!

Atas paksaan Hek Moko, Kwee An menyebut ayah kepada iblis pendek yang luar biasa ini, sedangkan Hek Moko menyebutnya Siauw-moi atau Setan Kecil. Kwee An belajar dengan tekun dan rajin dan biarpun ia merasa girang menerim latihan ilmu silat yang amat tinggi dan lihai dari ayah angkatnya ini, namun diam-diam ia bergidik menyaksikan betapa ilmu silat yang dipelajarinya ini benar-benar keji dan ganas!

Akan tetapi baru satu bulan saja mendapat kemajuan pesat sekali, oleh karena memang ia telah mempunyai dasar ilmu silat tinggi hingga tambahan pelajaran ini, mudah saja diterima olehnya dan tentu saja Moko menjadi girang sekali. Ketika merasa bahwa ilmu silat yang diajarkan sudah cukup, Hek Moko lalu berkata,

“Siauw-mo anakku, sekarang kau takkan kalah menghadapi Hai Kong!”

Kwee An menghaturkan terima kasih dengan sepenuh hatinya.
“Ayah, sekarang juga anakmu mau pergi mencari Kong untuk membalas dendam karena kekalahan yang lalu!”

“Bagus, bagus! Tidak ada orang di dunia ini yang boleh menghina anakku! Aku akan pergi bersamamu dan menghajar hwesio gundul itu!”

Kwee An terkejut, karena ia ingin mencari Cin Hai, bagaimana ia bisa nembawa serta ayah angkatnya ini? Ia lalu mencari akal dan berkata,

“Ayah, apakah Ayah mau membikin aku menjadi malu? Kalau Ayah ikut, Hai Kong akan menganggap bahwa aku takut kepadanya dan sengaja mengajak kau orang tua! Untuk menghadapi Hai Kong saja, aku yang telah menerima kepandaianmu, sudah cukup. Untuk apa Ayah harus mencapaikan diri dan mengotori tangan untuk menghukum dia. Dan pula, bagaimana dengan hewan ternak di sini kalau Ayah ikut pergi?”

Hek Moko terdiam dan tak dapat menjawab, ia memikir bahwa anaknya ini benar juga dan pantas alasan-alasannya, maka ia lalu mengurungkan maksudya hendak ikut.

“Baiklah, kau pergi dan hajarlah hwesio itu. Aku menunggumu di sini! Tetapi kau harus lekas kembali, dan jangan meninggalkan Ayahmu lama-lama, Siauw-mo. Ingat, aku sudah tua sekali dan mungkin hidupku di dunia ini takkan lama lagi!”

Ucapan ini menusuk perasaan Kwee An dan menyentuh sanubarinya. Ia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan Iblis Hitam itu dan berkata,

“Ayah, aku takkan melupakan kau selama hidupku!”

Setelah berkata demikian, Kwee An lalu meninggalkan tempat itu. Ia segera menuju ke tempat di mana dulu dia dan Cin Hai bertemu dengan Pangeran Vayami, akan tetapi di situ telah sunyi dan tidak terlihat sedikit pun bekas-bekas adanya Cin Hai. Kwee An berdiri termenung di tepi sungai dengan hati bingung dan sedih.

Tiba-tiba terdengar gerakan perlahan di belakangnya dan ia tahu bahwa itu adalah Hek Moko yang datang! Benar saja, suara Hek Moko segera terdengar dan Iblis Hitam itu telah berada di belakangnya.

Kwee An segera menengok dan melihat bahwa ayah angkatnya itu telah datang beserta Pek Moko yang kelihatan menyeramkan sekali oleh karena wajahnya yang buruk itu kini nampak muram dan marah, sedangkan rambutnya telah putih semua yang membuat ia nampak tua sekali! Iblis putih ini memandang kepada Kwee An dengan tajam dan ia mengangguk-angguk sambil berkata,

“Anak pungutmu ini terlalu cakap, Suheng, tapi ia cukup baik menjadi anakmu!”

Hek Moko tertawa senang dan berkata kepada Kwee An,
“Anakku, ini adalah Susiokmu yang bernama Pek Moko. Kau cukup menyebutnya Pek-susiok saja!”

Kwee An berpura-pura belum pernah melihat Pek Moko dan ia lalu berlutut memberi hormat,

“Pek-susiok, terimalah hormat teecu.”

Pek Moko mengeluarkan suara jengekan dari hidungnya.
“Jangan terlalu menghormat, Siauw-mo, aku tidak biasa dihormati orang seperti ini!”

Kwee An terkejut, akan tetapi Hek Moko hanya tertawa senang.
“Siauw-mo, kau takkan dapat mencari Hai Kong oleh karena hwesio itu telah pergi mencari Pulau Emas! Bahkan aku dan Susiokmu ini pun hendak pergi ke sana pula. Hayo kau ikut kami dan tentu di sana kau akan dapat bertemu dengan Hai Kong Hosiang!”

Kwee An menjadi girang, akan tetapi sebetulnya ia tidak senang harus pergi bersama sepasang iblis ini.

“Bagaimana Ayah bisa tahu bahwa dia pergi ke Pulau Emas dan dimanakah letak pulau itu?” tanyanya.

Hek Moko lalu menceritakan pengalaman Pek Moko. Ternyata bahwa ketika mencari anak perempuannya, yaitu Pek Bin Moli, Pek Moko dapat menemukan anak perempuannya itu dalam keadaan mati! Ong Hu Lin, mantunya yang menjadi suami Pek Bin Moli dalam keadaan terpaksa itu, setelah dibawa pergi oleh isterinya yang gila, di tengah jalan lalu mencari akal dan akhirnya pada suatu malam, ketika isterinya yang berotak miring itu sedang tidur pulas, ia dengan kejam telah membunuh isterinya ini!

Ketika Pek Moko mendengar tentang hal ini, lalu mencari Ong Hu Lin dan setelah bertemu, ia menyiksa dan membunuh Ong Hu Lin dengan penuh kemarahan hingga tubuh Ong Hu Lin dihancurkan sampai tidak karuan macamnya lagi!

Peristiwa ini membuat Pek Moko berduka sekali hingga seluruh rambutnya memutih dan wajahnya menjadi kejam dan muram selalu. Kemudian dengan kebetulan Iblis Putih ini mendengar tentang adanya Pulau Emas yang kini sedang dicari-cari dan agaknya dijadikan rebutan antara orang-orang Turki, suku bangsa Mongol, dan oleh Pemerintah Kaisar sendiri!

Ia segera mencari kakak seperguruannya, yaitu Hek Moko dan setelah ia menceritakan semua ini, Hek Moko lalu mengajak menyusul Kwee An yang baru saja pergi dari situ untuk diajak bersama-sama pergi mencari Pulau Emas.

Kwee An yang mendengar semua cerita ini, lalu berpikir pula bahwa besar kemungkinan Hai Kong Hosiang juga pergi mencari pulau itu dan apabila Hai Kong pergi ke sana, maka jika Cin Hai masih hidup, tentu pemuda itu mengejar juga ke sana! Oleh karena ini, tanpa ragu-ragu pula ia lalu menyatakan kesediaannya untuk ikut dengan Hek Moko ini. Berbeda dengan rombongan Nelayan Cengeng, Hek Pek Moko menuju ke laut melalui jalan darat dan mengikuti sepanjang tepi sungai.

**** 069 ****





Tidak ada komentar :