*

*

Ads

Selasa, 14 Mei 2019

Pendekar Bodoh Jilid 071

Gerakan-gerakan pedangnya ini luar biasa sekali hingga Ang I Niocu yang masih duduk di dekat api, ketika melihat ini menjadi kagum sekali. Ia merasa begitu bergembira, hingga diam-diam ia pun menggerakkan kedua tangan dan bersilat meniru-niru dan mengimbangi gerakan pedang Cin Hai!

Ia melihat betapa gerakan-gerakan anak muda itu masih nampak kaku, maka sambil menggerakkan kedua tangannya, ia berkali-kali menyerukan bahwa tangan kiri pemuda itu harus begini dan sikap tubuhnya harus begitu! Pendeknya, Cin Hai pada saat itu sedang menciptakan semacam ilmu pedang bersama-sama Ang I Niocu. Cin Hai mencipta ilmu pedangnya, sedangkan Gadis Baju Merah itu memperbaiki gerak gayanya!

Setelah Cin Hai selesai bersilat, Ang I Niocu lalu menghampiri rumpun bambu dan ketika ia membuka daun-daun yang menutupnya, ternyata batang-batang yang puluhan jumlahnya itu semua telah berlubang bekas tusukan ujung pedang Ci Hai! Ang I Niocu bersorak girang dan menari-nari bagaikan anak kecil!

Cin Hai juga merasa girang sekali dan ia tidak menolak ketika Ang I Niocu mengajak ia sekali lagi bertanding dan ia harus mempergunakan ilmu pedangnya yang baru saja diciptakannya itu!

Dan hasilnya benar-benar hebat! Tiap jurus apabila Cin Hai menyerang selalu serangannya ini membingungkan Ang I Niocu dan kalau saja pemuda itu menyerang dengan sungguh-sungguh, dalam sepuluh jurus saja Pendekar Wanita Baju Merah ini pasti akan roboh!

Ternyata bahwa Cin Hai telah menciptakan sebuah ilmu pedang yang benar-benar luar biasa, oleh karena ilmu pedangnya ini didasarkan atas kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan ilmu silat lain yang telah dilihatnya. Ia menggunakan kesempatan untuk mengisi lowongan-lowongan dan menyerbu bagian-bagian yang lemah dari gerakan-gerakan aneh, bahkan kadang-kadang kedudukan kaki atau tangannya berbalik dan merupakah kebalikan daripada gerakan ilmu silat biasa!

Ang I Niocu merasa girang sekali dan minta Cin Hai bersilat pedang lagi seorang diri. Pada gerakan yang kaku, gadis yang memang ahli tari dan memiliki gerak gaya indah ini lalu memperbaiki tanpa merusak gerakan asli.

Sampai fajar menyingsing, kedua orang ini tiada hentinya melatih, atau lebih tepat lagi Cin Hai melatih diri dan Ang I Niocu membantunya dengan nasihat-nasihat mengenai keindahan gerakannya. Semalam suntuk mereka tidak beristirahat.

Pada keesokan harinya mereka hanya beristirahat sebentar kemudian Cin Hai kembali melatih diri dengan ilmu silat pedangnya yang baru itu. Ang I Niocu melihat dari samping memberi petunjuk di bagian yang masih kaku gerakannya. Walaupun ilmu pedang ini dapat dilihat dan ditiru oleh Ang I Niocu, akan tetapi oleh karena untuk mempergunakan ilmu pedang ini harus sebelumnya dimiliki kepandaian dan pengertian pokok tentang segala gerakan ilmu silat sebagaimana yang telah dimiliki Cin Hai, maka ilmu pedang ini tidak akan ada gunanya bagi Ang I Niocu. Pendeknya, tanpa pengetahuan dasar yang diajarkan oleh Bu Pun Su, orang lain tidak mungkin mempergunakan ilmu ini dalam menghadapi lawan!

Demikianlah, setelah berlatih terus-menerus selama tiga hari tiga malam, akhirnya ilmu pedang ini dapat dimainkan dengan baik sekali oleh Cin Hai hingga Ang I Niocu menjadi puas dan girang. Ketika ia mencoba untuk melawan ilmu pedang ini dengan ilmu pedangnya, maka dalam tiga jurus saja pedangnya telah dapat dirampas oleh Cin Hai.

“Aduh Hai-ji! Ilmu pedangmu ini benar-benar luar biasa dan jangankan Hai Kong Hosiang biarpun Hek Pek Moko sendiri tentu akan roboh di tanganmu! Kionghi, kionghi! (Selamat).”

Tiba-tiba terdengar suara orang berkata dengan suara nyaring,
“Ya, kionghi, kionghi! Akan tetapi hati-hatilah kau, Cin Hai agar ilmu jahat ini tidak merusak hatimu menjadi jahat dan kejam pula!”

Cin Hai dan Ang I Niocu terkejut sekali dan tahu-tahu Bu Pun Su telah berdiri di dekat mereka!

“Cin Hai, ilmu pedang tadi memang baik sekali dan tidak kusangka bahwa kau yang bodoh ini dapat mencipta ilmu pedang seperti itu! Akan tetapi oleh karena kau melatih dengan melukai batang-batang bambu dengan ujung pedangmu, maka apabila menghadapi lawan, kau baru akan dapat merobohkan dia dengan tusukan yang melukainya pula! Ini jahat sekali, muridku!”

Cin Hai merasa bingung dan terkejut sekali oleh karena memang betul seperti yang dikatakan oleh gurunya ini. Tadi ia berhasil merampas pedang Ang Niocu oleh karena gadis pendekar itu terlalu terdesak oleh ilmu pedangnya hingga memungkinkan ia menyambar dan merampas pedang gadis itu, sedangkan kalau bertempur dengan lawan yang melawan mati-matian, maka untuk merobohkannya ia harus mempergunakan pedangnya yang mengirim serangan-serangan maut itu!

“Mohon ampun, Suhu, dan sudi memberi petunjuk-petunjuk kepada teecu,” katanya.






Bu Pun Su tersenyum dan tiba-tiba dengan suara sungguh-sungguh ia berkata,
“Coba cabutlah pedangmu itu dan seranglah aku!”

Cin Hai tidak ragu-ragu untuk melakukan hal ini oleh karena ia mempunyai kepercayaan penuh akan kesaktian suhunya, maka setelah memberi hormat sekali lagi, ia lalu mencabut Liong-coan-kiam dan menyerangnya dengan hebat.

Pedangnya berkelebat merupakan sinar yang melenggang-lenggok dan ia telah mempergunakan jurus ke lima yang dianggapnya cukup berbahaya. Ia maklum bahwa suhunya memiliki mata tajam sekali dan telah hafal sekali akan segala gerakan pundak yang mendahului semua gerakan pukulan tangan dan juga telah tahu akan pergerakan lutut yang mendahului semua gerakan kaki, maka ia lalu mengeluarkan serangan jurus ke lima ini.

Memang dalam menciptakan ilmu pedangnya, Cin Hai juga memikirkan kemungkinan apabila menghadapi seorang yang telah mempunyai kepandaian melihat gerakan orang seperti yang sudah dipelajarinya dari Bu Pun Su, maka dalam beberapa gerakan ia sengaja membuat ilmu serangan yang dilakukan dengan gerakan-gerakan terbalik!

Menurut gerakan ilmu silat biasa, jika pundaknya bergerak itu tentu menjadi tanda bahwa pedang di tangan kanannya akan ditusukkan ke depan, akan tetapi belum juga pedangnya menusuk, secepat kilat gerakan itu telah dibalik dan menjadi sabetan pada kedua kaki lawan dan sebelum sabetan ini diteruskan, telah dibalikkan pula dan menjadi sebuah serangan memutar ke arah leher!

“Ganas sekali!” Bu Pun Su berseru sambil meloncat ke belakang oleh karena guru yang lihai ini benar-benar tercengang dan terkejut melihat kehebatan serangan muridnya. “Hayo kau serang terus dan keluarkan semua ilmu pedangmu yang liar ini!” katanya dan Cin Hai tak berani membantah dan segera maju menyerang terus.

Akan tetapi, ilmu meringankan tubuh dari Bu Pun Su sudah sampai di tingkat tertinggi hingga boleh dibilang tubuhnya seperti sehelai bulu yang dapat bergerak pergi tiap kali angin pedang menyambar hingga biarpun pedang Cin Hai hampir menyerempet pakaian kakek itu, namun tetap pedang itu tak dapat melukainya!

Namun benar-benar kali ini Bu Pun Su menghadapi semacam ilmu pedang yang luar biasa dan hanya dengan mengerahkan seluruh ginkangnya saja maka ia dapat mengelak bagaikan seekor burung beterbangan di antara sambaran pedang!

Ang I Niocu memandang demonstrasi yang dilakukan oleh guru dan murid ini dengan mata terbelalak saking kagum dan herannya. Selama hidupnya belum pernah ia melihat kelihaian seperti ini dan hatinya diam-diam girang sekali memikirkan bahwa Cin Hai kini telah menjadi seorang jago pedang tingkat tinggi!

Ilmu pedang Cin Hai semuanya ada tiga puluh sembilan dan setelah dimainkan semua, akhirnya pemuda ini meloncat ke belakang sambil berkata dengan napas terengah-engah,

“Sudahlah, Suhu, teecu tak kuat lagi!”

Ia lalu berlutut dengan muka merah karena hatinya kecewa betapa dengan mudahnya kakek itu dapat mengelak serangannya. Ia anggap ilmu pedangnya ini tiada gunanya sama sekali dan bahwa ia telah menyia-nyiakan waktu tiga hari tiga malam!

“Ha, ha ha.” Bu Pun Su tertawa terkekeh-kekeh karena kakek ini maklum dan dapat membaca isi hati Cin Hai dari muka pemuda itu, “Jangan kau kecewa, Cin Hai. Ketahuilah, ilmu pedang yang baru saja kau mainkan ini kehebatannya jauh melebihi dugaanku semula!”

“Mohon Suhu jangan mentertawakan kebodohan teecu,” kata Cin Hai.

“Siapa mentertawakan kau? Anak bodoh, dengan ilmu pedangmu ini, kau boleh menjelajah di seluruh negeri dan mengharapkan kemenangan dari setiap pertempuran! Akan tetapi, jangan kira bahwa aku merasa senang atau bangga melihat ilmu pedangmu ini! Kau kira aku tidak percaya atau tidak suka kepadamu maka aku tak pernah menurunkan ilmu kepandaian menyerang kepadamu? Ketahuilah, dan kau juga Im Giok, aku memang sengaja tidak mengajarkan ilmu serangan kepadamu, oleh karena apakah baiknya menyerang orang? Akan tetapi, memang segala apa sudah ditentukan oleh takdir hingga kau yang tidak mempelajari ilmu menyerang, ternyata kini menghadapi banyak musuh yang lihai. Dan jangan kau anggap bahwa ilmu pedangmu ini saja akan cukup kuat untuk menghadapi Si Rangka Hidup Kam Ki Sianjin, supek dari Hai Kong Hosiang itu! Ah, kau terlalu mengunggulkan diri kalau kau mempunyai pikiran demikian! Di dunia ini banyak sekali terdapat orang-orang pandai dan mungkin kalau sewaktu-waktu kau akan menemui musuh yang lebih lihai lagi! Sekarang kau telah berhasil menciptakan semacam ilmu menyerang, maka biarlah agar jangan kepalang tanggung, kau pelajari juga Ilmu Pek-in-hoat-sut (Ilmu Sihir Awan Putih) dan Ilmu Silat Tangan Kosong Kong-ciak-sin-na.”

Bukan main girang rasa hati Cin Hai dan segera mengangguk-anggukkan kepala menghaturkan terima kasih.

“Juga kau yang telah banyak membuat jasa boleh mempelajari ilmu ini, Im Giok.” Ang I Niocu lalu berlutut dan mengucapkan terima kasih pula.

Demikianlah, selama dua pekan, Bu Pun Su memberi pelajaran dua macam ilmu silat itu kepada Cin Hai dan Ang I Niocu yang dipelajari dengan penuh perhatian oleh kedua pendekar muda itu.

Pek-in-hoat-sut adalah ilmu sihir yang sebetulnya hanya sebutannya saja ilmu sihir, oleh karena ilmu ini gerakan ilmu silat yang sepenuhnya digerakkan oleh tenaga khikang hingga dari kedua kepalan tangan yang memainkannya keluar uap putih bagaikan awan yang dapat menolak setiap hawa serangan yang bagaimana jahat pun dari lawan!

Uap ini terjadi dari keringat yang berubah menjadi uap sebagai akibat dari dorongan tenaga khikang yang panas dan disalurkan ke arah kedua lengan dalam setiap serangan. Biarpun lawan menggunakan ilmu hitam atau pukulan keji seperti Ang-see-ciang (Tangan Pasir Merah) dan lain-lain, apabila bertemu dengan orang yang mempergunakan Pek-in-hoat-sut ini akan mati kutunya, tenaga serangan mereka yang buyar dengan sendirinya. Oleh karena tenaga hebat inilah maka ilmu ini disebut ilmu sihir!

Ilmu ke dua adalah Ilmu Silat Tangan Kosong Kong-ciak-sin-na atau Ilmu Silat Tangan Kosong Burung Merak. Gerakan-gerakan ilmu silat ini selain memukul, juga menggunakan jari-jari tangan untuk mencengkeram dan merampas senjata musuh hingga tepat sekali dipergunakan dengan tangan kosong apabila menghadapi lawan yang bersenjata.

Setelah kedua orang itu mempelajari dua macam ilmu silat itu dengan sempurna, Bu Pun Su lalu berkata,

“Cin Hai dan Im Giok! Biarpun kalian tidak bertanya, akan tetapi aku maklum bahwa kalian ingin sekali mendengarkan tentang nasib Lin Lin.”

Cin Hai mendengarkan dengan wajah tiba-tiba berubah pucat, sedang Ang I Niocu juga mendengarkan dengan hati berdebar khawatir.

“Kalian jangan khawatir, menurut dugaanku Lin Lin telah selamat dan kalau tidak keliru ia sedang melakukan perjalanan dengan kawan-kawan baik. Sekarang ada hal yang lebih penting lagi. Orang-orang Turki dan orang-orang Mongol sedang berlomba untuk merebut sebuah pulau di laut timur dan apabila pulau ini sampai terjatuh ke dalam tangan mereka, maka bahaya besar mengancam seluruh negeri! Aku menyaksikan dengan mata sendiri, betapa ratusan orang-orang Turki dan Mongol dengan diam-diam dipimpin oleh orang-orang berilmu dari kedua bangsa itu dan secara bersembunyi mereka menyerbu ke daerah timur untuk berlomba menemukan pulau itu. Oleh karena ini, kalian berdua segera berangkatlah ke laut timur melalui sungai yang mengalir di sebelah utara ini, oleh karena hanya di sana saja, maka kalian akan dapat bertemu dengan Lin Lin, bahkan mungkin dapat bertemu dengan musuh besarmu yang bernama Hai Kong Hosiang itu. Nah, sekarang aku hendak pergi!”

Cin Hai dan Ang I Niocu maklum akan sikap aneh dari orang tua ini yang bicaranya selalu mengandung rahasia. Mereka maklum pula bahwa mereka secara membuta mereka harus menurut petunjuk ini, oleh karena petunjuk ini pasti betul dan biarpun tidak jelas, namun kalau tidak nyata takkan dikeluarkan dari mulut kakek luar biasa itu.

Tanpa menunda lagi, Cin Hai dan Ang I Niocu berlari cepat ke utara dan tak lama kemudian mereka bertemu dengan sungai yang melintang dan mengalir ke arah timur itu.

Di situ tidak terlihat perahu dan keadaannya sunyi sekali, maka keduanya lalu mempergunakan ilmu lari cepat dan mengikuti aliran sungai menuju ke timur. Akan tetapi, jalan di tepi sungai itu sukar sekali, penuh rawa dan hutan-hutan berbahaya, juga amat sukar dilalui.






Tidak ada komentar :