*

*

Ads

Kamis, 16 Mei 2019

Pendekar Bodoh Jilid 076

Dengan mempergunakan sebuah perahu besar dan mewah, Pangeran Vayami, pangeran bangsa Mongol yang menjadi pemimpin Agama Sakia Buddha itu berlayar ditemani oleh Hai Kong Hosiang dan Kiam Ki Sianjin. Di atas perahu besar ini telah disediakan dua buah perahu-perahu kecil untuk keperluan khusus dan perahu ini berlayar cepat ke tengah samodra.

Ketika terjadi pertempuran di malam hari, Pangeran Vayami dan Hai Kong Hosiang melihat dari atas perahu mereka. Akan tetapi mereka hanya melihat obor menerangi seluruh tepi dan mendengar suara teriakan mereka yang berperang.

Diam-diam Pangeran Vayami bersorak girang di dalam hatinya oleh karena tipu dayanya berhasil baik. Ia telah memberi perintah kepada anak buahnya, yaitu pendeta-pendeta Sakia Buddha untuk dengan diam-diam menuju ke Pulau Emas yang diperebutkan itu.

Tipu daya Pangeran Vayami amat jahat dan licin. Ia memerintahkan para pengikutnya itu untuk mengangkut harta benda berupa emas yang berada di pulau itu, setelah berhasil mencari dan mengangkutnya ke perahu, para pendeta itu diharuskan membakar sebuah telaga yang mengandung minyak bakar agar pulau itu terbakar habis!

Sebetulnya, ketika mendengar akan adanya Pulau Emas itu, Pangeran Vayami pernah pergi menyelidiki dan ia mendapat kenyataan bahwa pada malam hari, pulau itu mengeluarkan cahaya berkilauan dan terang sekali seakan-akan gunung di pulau itu seluruhnya terbuat dari pada emas yang bersinar gemilang,

Akan tetapi, ketika ia mendarat di pulau itu, ia tidak bisa mendapatkan di mana adanya emas yang bercahaya di waktu malam itu, bahkan yang didapatkannya hanya sebuah telaga kecil yang airnya berkilauan dan berwarna kehitam-hitaman. Untuk penyelidikan, ia mengambil sebotol air dan ketika pada malam harinya ia membuat penerangan, hampir saja tangannya terbakar. Tangan yang masih basah terkena benda cair itu tercium api, lalu bernyala hebat!

Ia tidak tahu bahwa pulau itu mengandung minyak tanah dan hanya menduga benda cair di telaga itu adalah air mujijat yang mudah terbakar. Ia lalu menyulut air di dalam botol itu yang berkobar dan terbakar dengan mudah sekali. Oleh karena inilah, ia menggunakan tipu daya untuk membakar telaga itu apabila emas sudah terdapat oleh kaki tangannya, agar semua orang yang berada di pulau itu dan hendak mencari emas, termakan habis oleh api yang membakar pulau dan anak buahnya dapat melarikan emas itu dengan aman!

Tentu saja ia tidak memberitahukan kepada Hai Kong Hosiang dan Kiam Ki Sianjin tentang tipu dayanya ini, oleh karena ia pun maklum bahwa kedua orang tua luar biasa ini mendapat tugas untuk menjaga dirinya, dan ia dapat menduga pula bahwa kaisar telah mencurigainya!

Pangeran Vayami sengaja memutar-mutar perahunya dan tidak mau membawa Hai Kong Hosiang menuju ke pulau itu untuk memberi kesempatan kepada anak buahnya. Demikianlah, perahunya hanya berputaran melalui pulau-pulau yang banyak sekali itu, dan ketika rombongan perahu Turki menyeberang ke lautan, Pangeran Vayami merasa kuatir sekali.

Anak buahnya belum kelihatan kembali dan sekarang perahu-perahu Turki telah menyeberang ke pulau itu! Ia menjadi gelisah sekali, terutama ketika melihat betapa rombongan perahu tentara kerajaan mengejar pula. Celaka, pikirnya, pulau itu tentu akan penuh dengan tentara kedua pihak dan mungkin sekali akan terjadi perang hebat di pulau itu. Bagaimana anak buahnya akan dapat bekerja baik?

Ia ingin sekali pergi ke pulau itu untuk memimpin sendiri pekerjaan anak buahnya, akan tetapi ia tidak berdaya oleh karena selalu ditemani oleh Hai Kong Hosiang dan Kiam Ki Sianjin. Tiba-tiba Pangeran Vayami yang cerdik ini mendapatkan akal baik.

Ketika itu, Hai Kong Hosiang juga berdiri di kepala perahu dan melihat betapa perahu-perahu Turki telah mendahului berlayar dan kemudian dikejar oleh perahu-perahu tentara kerajaan, dan hwesio ini memandang dengan kuatir. Ia dapat menduga bahwa peperangan semalam tentu dimenangkan oleh pihak musuh, kalau tidak demikian tentu musuh tak akan dapat menyeberang!

“Hai Kong Bengyu,” kata Pangeran Vayami. “Apakah kau dapat menduga apa yang menjadikan kegelisahan hatiku?”

Hai Kong Hosiang sebenarnya dapat menduga bahwa Pangeran Mongol ini tentu menjadi gelisah dan kuatir melihat pergerakan barisan Turki itu, akan tetapi ia pura-pura tidak tahu dan menggelengkan kepala.

“Hai Kong Bengyu, tidakkah kau melihat betapa barisan Turki sudah mempergunakan perahu-perahu dan menyeberang ke pulau-pulau? Ini berarti bahwa barisan kerajaanmu telah kalah perang! Dan apakah kau tega melihat hal itu terjadi begitu saja? Kurasa di pihak barisan Turki terdapat orang-orang pandai maka memang sebaiknya kau dan supekmu tinggal saja disini.”

Pangeran Vayami di samping mencela juga menyinggung-nyinggung hati pendeta itu, akan tetapi Hai Kong Hosiang diam saja, seakan-akan tidak mengerti akan maksud sindiran Pangeran Vayami.






“Untung sekali kau berada disini, Hai Kong Bengyu, kalau kau ikut menyerbu tentu kau berada dalam bahaya. Aku mendengar bahwa panglima Turki yang bernama Balutin atau Pouw Lojin, amat sakti dan lihai hingga kurasa tidak ada orang Han (Tionghoa) yang mampu mengalahkannya!”

Hai Kong Hosiang tak dapat menahan sabarnya lagi dan ia memandang kepada Vayami dengan mata mendelik. Akan tetapi Vayami tidak mempedulikannya bahkan berlaku seakan-akan tidak melihat kemarahan Hai Kong Hosiang, dan ia menambah omongannya seperti berikut,

“Celaka sekali. Aku mendengar bahwa suhengmu yang bernama Beng Kong Hosiang juga ikut dalam barisan kerajaan! Jangan-jangan Suhengmu terkena celaka, oleh karena aku merasa ragu-ragu apakah dia sanggup menghadapi Balutin yang sakti itu?”

“Vayami! Kau sungguh-sungguh memandang rendah kekuatan kami! Kau kira aku takut kepada segala macam orang seperti Balutin itu? Baik! Aku dan Suhuku akan menyusul dan menghancurkan mereka itu, anjing-anjing bangsa asing yang kurang ajar!”

Dalam makian ini, otomatis Vayami terkena dimaki juga, karena bukankah ia pun di hadapan Hai Kong Hosiang merupakan orang asing pula?

Hai Kong Hosiang lalu memberitahu kepada supeknya yang gagu itu, dan Kiam Ki Sianjin mengangguk-angguk menyatakan setuju untuk menggempur barisan Turki. Hai Kong Hosiang lalu menurunkan sebuah daripada perahu kecil yang berada di situ, kemudian ia menghampiri Vayami dan berkata,

“Pangeran Vayami, aku dan Supek akan pergi dulu, dan kau…”

Setelah berkata demikian, secepat kilat Hai Kong Hosiang mengulurkan tangan menotok, Vayami terkejut sekali, akan tetapi terlambat, oleh karena jari tangan Hai Kong Hosiang telah menotok jalan darahnya dengan tepat hingga pangeran itu roboh terduduk dengan tubuh lemas dan tak mampu bergerak lagi.

“Maaf, Pangeran Vayami. Aku terpaksa melakukan ini untuk menjaga agar kau tidak bisa sembarangan bergerak.”

Hai Kong Hosiang lalu tertawa bergelak-gelak dengan girangnya dan Vayami terpaksa tak dapat berdaya sesuatu dan hanya memandang keberangkatan dua orang itu dengan hati gemas dan mendongkol sekali.

Sambil tertawa-tawa puas melihat hasil kecerdikannya, Hai Kong Hosiang dan Kam Ki Sianjin mendayung perahu kecilnya menuju ke arah pulau dimana kedua barisan itu menuju.

Di atas pulau itu telah terjadi pertempuran hebat lagi antara barisan kerajaan yang telah mendapat bala bantuan. Akan tetapi, kembali Balutin mengamuk dan puluhan perajurit kerajaan tewas dalam tangannya. Banyak perwira mengeroyoknya, akan tetapi tak seorang pun yang dapat menandingi kelihaian pendeta gemuk ini.

Ketika tiba di tempat pertempuran, Hai Kong Hosiang mendengar tentang kematian suhengnya di tangan Balutin, maka bukan kepalang marahnya. Sambil mencabut keluar tongkat ularnya, ia melompat dan menerjang Balutin sambil berteriak,

“Balutin bangsat besar! Akulah lawanmu!”

Ia lalu menyerang dengan hebat sekali. Balutin terkejut melihat sepak terjang pendeta ini dan melawan dengan hati-hati. Mereka berdua ternyata merupakan tandingan yang setimpal dan seimbang, baik dalam kepandaian maupun dalam kehebatan tenaga mereka.

Tak seorang perwira dari kedua pihak berani maju mendekat oleh karena beberapa orang perwira yang mencoba untuk membantu kawan, ternyata baru beberapa gebrakan saja telah roboh dan tewas oleh amukan kedua orang yang sedang bertempur sengit ini.

Keduanya mengeluarkan seluruh kepandaian dan tenaganya. Adapun Kiam Ki Sianjin yang sudah tua itu memandang dan menonton dari pinggir saja, akan tetapi dengan penuh perhatian dan siap menolong apabila Hai Kong Hosiang berada dalam bahaya.

Perahu besar Vayami yang ditinggal seorang diri terapung-apung di atas laut, terdampar ombak dan kebetulan sekali mendekati pulau itu. Tiba-tiba kelihatan perahu kecil yang cepat sekali majunya dan perahu ini bukan lain adalah perahu yang ditumpangi oleh Cin Hai, Ang I Niocu, Ceng Tek Hwesio dan Ceng To Tosu.

Melihat perahu besar yang terombang-ambing seakan-akan tidak ada orangnya yang mengemudikannnya itu, Cin Hai dan Ang I Niocu lalu melompat ke atas perahu itu dan meninggalkan tosu dan hwesio itu di dalam perahu kecil.

Alangkah terkejutnya mereka ketika melihat Vayami duduk tak bergerak bagaikan patung batu. Juga Vayami terkejut sekali melihat kedua orang ini, akan tetapi ia hanya dapat duduk tanpa mengeluarkan suara apa-apa.

Cin Hai maklum bahwa pangeran ini berada di bawah pengaruh totokan, maka ia lalu mengulurkan tangan memulihkan totokan yang mempengaruhi tubuh Pangeran Vayami.

Pangeran Vayami lalu berdiri menjura dengan hormat sekali kepada Cin Hai dan Ang I Niocu.

“Terima kasih, Taihiap. Sukur engkau datang menolong, kalau tidak entah bagaimana dengan nasibku yang buruk ini.”

Sambil berkata demikian, ia mengerling kepada Ang I Niocu dengan bibir tersenyum, akan tetapi hatinya berdebar khawatir dan takut!

Cin Hai dan Ang I Niocu merasa sebal dan benci melihat pangeran ini, akan tetapi mereka berdua tertarik untuk mengetahui apakah yang sedang dilakukan oleh pangeran aneh dan licin ini di atas perahu di dekat Pulau Emas itu.

“Bagaimana kau bisa berada disini seorang diri dan berada dalam keadaan tertotok orang? Siapakah yang melakukan itu dan apa pula maksudmu berada disini?” tanya Cin Hai tanpa memakai banyak peradatan lagi.

Pangeran Vayami menghela napas da ia mengebut-ngebutkan pakaiannya yang indah model bangsawan Han itu.

“Dasar Hai Kong Hosiang yang jahat dan berhati palsu!”

Cin Hai girang sekali mendengar nama itu disebut-sebut.
“Eh, apakah bangsat Hai Kong Hosiang berada di sini? Katakanlah di mana dia!”

Vayami menghela napas dan memutar otaknya yang licin dan cerdik. Ia maklum bahwa di antara Hai Kong dan anak muda ini tentu terdapat permusuhan besar sekali hingga pemuda ini selalu berusaha membunuhnya, dan ia teringat pula bahwa dulu Cin Hai di perahunya pernah memberitahu bahwa Hai Kong Hosiang adalah musuh besarnya. Maka ia lalu mengarang sebuah alasan untuk mengadu domba lagi demi keuntungannya sendiri.

“Sebagaimana kau ketahui Hai Kong Hosiang membawaku untuk menemui kaisar, akan tetapi hwesio itu mendengar bahwa aku mengetahui tentang Pulau Emas di laut ini, lalu timbul hati jahatnya dan bersama Supeknya yang gila dan gagu itu, ia memaksa aku mengantarkan mereka berdua ke sini! Akan tetapi setelah sampai disini dan mengetahui tempat itu dia lalu menotokku dan mencuri perahu kecilku dan bersama dengan Supeknya ia lalu menuju kesana!”

Mendengar tentang Pulau Emas ini tiba-tiba Ang I Niocu dan Cin Hai teringat kepada si tosu dan si hwesio yang tak kelihatan lagi, dan ketika mereka memandang ternyata perahu kecil itu telah bergerak maju dan telah jauh meninggalkan tempat itu!

“Hai…!!” Ang I Niocu berteriak marah “Kembalilah kalian!!”

Akan tetapi dari jauh kedua pendeta hanya melambaikan tangan saja, si hwesio tetap tertawa dan si tosu tetap mewek! Ang I Niocu marah sekali dan hendak menggunakan perahu kecil yang berada di perahu besar Vayami itu untuk mengejar, akan tetapi Vayami mengangkat kedua tanganya dan berkata mencegah,

“Lihiap janganlah mengejar, mereka akan pergi ke Kim-san-to, biarlah mereka ikut dibakar hidup-hidup!”

Ang I Niocu dan Cin Hai terkejut dan memandang kepada pangeran yang tersenyum-senyum girang itu dengan heran. Pada waktu itu, hari telah gelap dan angin bertiup kencang.






Tidak ada komentar :