*

*

Ads

Senin, 03 Desember 2018

Pendekar Sakti Jilid 010

Anak ini merasa ditinggalkan seorang diri. Kini kembali sebatang kara, ditinggalkan kepada nasibnya sendiri. Ia tidak berduka hanya menangis saking merasa terharu saja. Belum pernah ia dikasihi orang seperti nyonya janda tadi dan ciumannya pada jidatnya menghangatkan hatinya. Seakan-akan dia kehilangan seorang ibu!

Dengan kedua kaki lemas anak ini lalu pergi dari tempat itu. Akan tetapi baru saja berjalan beberapa langkah tiba-tiba di depannya telah menghadang tiga orang pemimpin Sin-to-pang yang terluka. Luka-luka mereka hanya luka-luka kulit saja dan sebentar saja mereka telah dapat berdiri kembali. Kini kemarahan mereka tertimpa pada Kwan Cu.

“Anak gundul, kalau bukan kau yang menjadi biang keladi, tak nanti Thio-toanio dapat merebut kembali anaknya!” kata yang berjenggot kasar dan ketika tangannya melayang, sebuah tempilingan keras telah melayang ke arah Kwan Cu.

Anak ini tentu saja kalah gesit dan terdengar suara “plak” yang keras sekali dan tubuh anak ini jatuh bergulingan. Ia hanya merasa pening sebentar, akan tetapi tidak merasa sakit, maka dengan cepat dia telah berdiri lagi dan memandang kepada tiga orang itu dengan sepasang matanya yang besar itu terbelalak lebar dengan sinar terang.

Pemukulnya menjadi heran sekali. Mengapa anak ini demikian kuatnya sehingga dapat menahan pukulannya? Orang ke dua lalu maju memukul ke arah dada Kwan Cu. Untuk kedua kalinya anak ini jatuh bergulingan di atas tanah dan debu mengebul.

Akan tetapi kembali Kwan Cu bangun lagi dan kelihatannya tidak sakit, sama sekali anak ini tidak mengeluh. Memang dia merasa dadanya sesak terkena hawa pukulan, akan tetapi sebuah tenaga yang tidak kelihatan seakan-akan mendesak perasaan tak enak ini dari sebelah dalam dan dalam sekejap mata saja rasa sesak itu lenyap lagi!

Sebelum Kwan Cu dapat berdiri tegak, sebuah tendangan dari orang ketiga mengenai lambungnya. Kini tubuh anak ini terlempar ke atas dan membentur batang pohon di bawah mana dia tadi duduk. Dengan menerbitkan suara keras tubuhnya tertumbuk pada pohon, lalu jatuh lagi bergulingan. Alangkah kaget dan herannya tiga pemimpin ini ketika melihat Kwan Cu kembali bangkit seperti tak pernah terjadi sesuatu.

Sekarang mereka saling pandang, juga anak buah Sin-to-pang yang telah berkumpul di situ memandang dengan muka heran. Seorang di antara pemimpin Sin-to-pang itu lalu mengambil goloknya yang tadi terlempar ke atas tanah, kemudian dengan langkah lebar dia mengejar Kwan Cu lalu mengangkat golok membacok ke arah Kwan Cu!

“Sute, jangan!” seru yang berjenggot kasar mencegah adiknya.

Akan tetapi terlambat, karena golok itu telah menyambar. Kwan Cu melihat sinar golok, menjadi silau, maka dia mengangkat tangannya melindungi lehernya. Golok itu membacok lengannya, di bawah siku.

Anehnya pembacok itu merasa seperti ada tenaga yang hebat menolak goloknya dan biarpun dia berhasil melukai lengan anak itu, akan tetapi lengan anak itu tidak putus, bahkan goloknya terpental dan terlepas dari pegangannya!

Benar-benar mengherankan sekali hal ini. Tiga orang pemimpin itu benar-benar tidak mengerti. Melihat gerakan anak ini, jelas bahwa dia tidak mengerti ilmu silat, buktinya ketika dipukul, ditendang, dan dibacok, anak itu tidak mengelak atau melawan sama sekali.

Akan tetapi anehnya, semua pukulan dan tendangan tidak melukainya. Bahkan lengannya kini terbabat golok yang dibacokkan dengan keras, mengapa lengan itu tidak putus, bahkan golok itu yang terlempar? Ketika mereka memandang ternyata bahwa lengan itu mengeluarkan darah banyak juga.

Hal ini sebetulnya tidak terlalu aneh. Tubuh anak ini telah memiliki tenaga mujijat dari khasiat buah ular yang dijejalkan ke dalam mulutnya oleh Tauw-cai-houw dan di samping tenaga mujijat ini, Kwan Cu juga tanpa disadarinya telah melatih diri dengan lweekang yang diajarkan oleh Loan Eng. Anak ini tekun sekali melakukan siulian (samadhi) maka diam-diam dia telah menampung tenaga lweekang di dalam tubuhnya tanpa dia ketahui sendiri!

Luka pada lengannya terasa perih sekali dan juga lengannya terasa ngilu dan lumpuh, akan tetapi benar-benar luar biasa daya tahan dari anak gundul ini. Ia hanya menggigit bibirnya dan sama sekali tidak mengeluh.






Kwan Cu menggunakan tangan kanan untuk mengusap-usap darah yang mengalir dari lengan kirinya, sambil berkata,

“Hm, Sin-to-pang hanya bisa menculik anak kecil dan melukai anak-anak pula. Apakah ini yang dahulu Bun-pangcu mengajarmu bertindak?”

Mendengar ucapan ini, pucatlah wajah tiga orang pemimpin Sin-to-pang ini. Tanpa disengaja, Kwan Cu telah mengingatkan mereka kepada larangan-larangan yang diadakan oleh mendiang Bun Liok Si, di antaranya bahwa semua anggauta Sin-to-pang dilarang keras mengganggu wanita, anak-anak dan orang-orang lemah!

Kemudian, wajah mereka yang pucat itu menjadi makin terbelalak lebar matanya ketika melihat pemandangan yang benar-benar sukar mereka percaya. Terdengar seruan-seruan “aaahh…..”,”aneh…” “dia seorang anak sin-tong!” dari para anggauta Sin-to-pang.

Memang mengherankan. Beberapa kali Kwan Cu mengusap luka di lengannya dan setelah darah yang mengering di luar luka itu lenyap, ternyata kulit lengan itu telah halus lagi, tidak nampak sedikit pun tanda-tanda bekas luka! Melihat ini, tiga orang pemimpin itu lalu menjatuhkan diri berlutut, diikuti oleh semua anak buah yang berjumlah lima puluh orang!

“Sin-siauwhiap (pendekar sakti cilik), mohon maaf dan mohon petunjuk yang berharga,” kata si jenggot kasar, orang tertua dari Huang-ho Sam-eng.

Benar-benar amat menggelikan tetapi juga mengagumkan betapa Kwan Cu yang diperlakukan seperti ini, dapat berkata dengan sikap bersungguh-sungguh dan tenang, seakan-akan dia memang benar seorang bocah sakti.

“Cu-wi sekalian mengapa begitu ribut-ribut? Nona Sui Ceng sudah bersumpah di depan arwah ayahnya bahwa ia menerima menjadi ketua dari Sin-to-pang, akan tetapi oleh karena ia masih sangat kecil dan belum memiliki kepandaian, mengapa dia tidak boleh ikut ibunya? Cu-wi melihat sendiri betapa hebat kepandaian Thio-toanio, kalau Siauw- pangcu (Ketua Cilik) belajar silat dari ibunya, bukankah kelak akan menjadi seorang pangcu yang benar-benar baik? Dari pada Cu-wi meributkan halnya calon pangcu itu, lebih baik Cu-wi menjaga agar perkumpulan Cu-wi tetap berjalan baik dan bersih sehingga kelak kalau Siauw-pangcu datang Cu-wi takkan dipersalahkan sebagai anggauta-anggauta yang melanggar kewajiban! Nah, aku sudah bicara, bolehkah sekarang aku pergi?”

Semua orang mengangguk-anggukan kepala tanda setuju. Tidak mengherankan apabila Kwan Cu dapat berbicara seperti itu, karena selama dua tahun ini memang dia amat tekun membaca kitab-kitab kuno sehingga dia tahu akan peraturan-peraturan dan filsafat-filsafat!

Dasar dia mempunyai otak yang luar biasa maka apa yang dibaca itu dapat diingatnya dengan amat baik dan bahkan kalau banyak orang dewasa tidak dapat menangkap inti sari dari pada kitab-kitab kuno itu, Kwan Cu dengan bakatnya yang luar biasa dapat menyelami arti-artinya!

Kata-kata Kwan Cu itu berkesan dalam hati para anggauta Sin-to-pang sehingga mereka ini melakukan kewajiban sebagaimana mestinya sambil menanti-nanti datangnya Siauw-pangcu yang di bawa lari oleh ibunya.

Adapun Kwan Cu lau meninggalkan tempat itu, dan untuk kedua kalinya dia berjalan kemana saja kakinya membawa dirinya, tiada arah tujuan, tiada bekal selain pakaian yang menempel pada tubuhnya.

**** 010 ****





Tidak ada komentar :