*

*

Ads

Sabtu, 29 Desember 2018

Pendekar Sakti Jilid 060

Maka setelah meninggalkan Can Kwan, kembalilah Ang-bin Sin-kai ke istana lagi. Keadaan di istana untuk sesaat gempar dengan peristiwa tadi dan kini jenazah Bi Lian atau Cui Hwa itu telah dirawat sebagaimana mestinya dan kaisar yang diberi tahu tentang hal itu, hanya mengeluarkan perintah untuk menangkap pemuda yang tidak dikenal siapa adanya.

Ang-bin Sin-kai langsung menuju ke dapur istana. Di depan pintu-pintu dapur itu terjaga kuat-kuat, namun dengan menggunakan ilmu kepandaiannya yang tinggi, Ang-bin Sin-kai melompat ke atas genteng dan membuka beberapa buah genteng, dan mengintai ke dalam. Ia melihat tukang-tukang masak sedang sibuk mempersiapkan hidangan malam untuk kaisar. Di atas sebuah meja yang besar telah berjajar hidangan yang lengkap, masakan-masakan istimewa dan yang masih mengebulkan asap.

Ang-bin Sin-kai beberapa kali menelan ludahnya. Uap masakan yang sedap menyerang hidungnya, membuat perutnya yang hampir kempis itu berkeruyukan. Di antara semua masakan yang terdapat di atas meja, yang paling menimbulkan air liurnya adalah masakan daging burung dara kebiri dan daging ikan emas.

Ingin sekali dia cepat menyerbu ke bawah dan menghabiskan masakan-masakan itu, akan tetapi dia tidak mau menimbulkan keributan, karena kalau terjadi hal demikian, tentu para pengawal akan datang mengeroyok dan akan mengganggu makannya.

Tukang-tukang masak dan pelayan yang bekerja di dalam dapur itu ada lima orang. Semuanya gemuk-gemuk, karena mereka ini adalah orang-ornag yang setiap hari galang-gulung dengan masakan enak, sehingga banyak juga gajih dan daging memasuki mulut mereka sehingga tubuh mereka menjadi gendut dan gemuk.

Mereka bekerja sambil bercakap-cakap gembira, diseling oleh percakapan mengenai Bi Lian. Siapa orangnya yang takkan merasa sayang melihat selir yang demikian cantik jelita membunuh diri?

Tiba-tiba, lima potong benda hitam melayang cepat dari atas tanpa menimbulkan suara dan sungguh aneh sekali. Lima orang tukang masak itu mendadak menjadi kaku seperti mereka telah menjadi patung!

Yang memegang mangkok masih tetap berdiri dengan mangkok di tangan, yang memasak masih tetap berdiri di depan api. Bahkan seorang pelayan yang diam-diam mencuri sepotong daging, masih berdiri dengan daging di tangan mendekati mulutnya yang sudah ternganga siap mencaplok daging itu! Apakah yang terjadi?

Ternyata bahwa Ang-bin Sin-kai telah mempergunakan kepandaiannya yang luar biasa. Dengan pecahan genteng, dia menyabit lima orang itu dan dengan tepat sekali menotok jalan darah tai-twi-hiat mereka sehingga lima orang itu menjadi kaku dan tak dapat bergerak sama sekali.

Pada saat itu, Ang-bin Sin-kai melayang turun dengan kecepatan seperti seekor burung walet. Gerakannya sukar diikuti dengan mata dan lima orang itu di dalam kekakuan mereka hanya melihat bayangan besar menyambar turun dan lenyap lagi. Kemudian, kembali lima potong benda hitam menyambar dari atas dan berbareng lima orang itu dapat bergerak kembali! Mereka saling pandang dengan mata terbelalak.

“Apa yang terjadi?”

“Kenapa tadi semua badanku menjadi kaku?”

“Apakah kau melihat bayangan menyeramkan tadi?”

“Setan! Tentu ada setan yang mengganggu kita….”

Lima orang itu menjadi kacau balau, akan tetapi karena tidak melihat sesuatu, mereka tidak berani membikin ribut, takut kalau mendapat teguran dari atasannya. Sebaliknya, mereka mempercepat pekerjaan mereka agar dapat segera meninggalkan dapur yang luas dan yang kini kelihatan menyeramkan itu. Tak lama kemudian, masakan-masakan pun sudah selesailah. Pelayan-pelayan dipanggil untuk mengangkut hidangan ke kamar makan kaisar.

“He, mana masakan burung dara?”

“Ah, juga masakan ikan emas telah lenyap!”

“Celaka…… tentu iblis tadi yang mengambilnya….”






“Ssttt, jangan keras-keras! Masih baik dia hanya mengambil masakan, tidak mengambil nyawa kita!”

Dengan cepat, masakan-masakan itu lalu dibawa keluar dan lima orang tukang masak itu bekerja cepat-cepat dengan bulu tengkuk berdiri. Ingin mereka segera pergi dari tempat itu.

Setelah semua orang pergi dan pintu dapur ditutup kembali, dari atas melayang turun tubuh Ang-bin Sin-kai sambil tertawa-tawa. Di kedua tangannya melihat dua mangkok masakan daging burung dara dan daging ikan emas yang lenyap tadi.

“Ha, ha, ha, sekarang aku bisa berpesta. Sayang masakan-masakan ini agak dingin karena dibawa ke atas. Harus dipanaskan dulu!”

Dengan enaknya, dia lalu menyalakan api dan memanaskan dua macam masakan itu. Kemudian tubuhnya berkelebat keluar dari atas genteng dan sebentar kemudian dia telah datang kembali membawa tiga guci arak wangi yang diambilnya dari gudang minuman! Tak lama kemudian, Ang-bin Sin-kai berpesta-pora, makan minum di dapur itu dengan senang-senangnya.

Ia sama sekali tidak tahu bahwa seorang diantara para tukang masak tadi, yang agak besar nyalinya, menyelinap di balik pintu dan mengintai ke dalam. Ketika dia melihat seorang kakek sedang makan minum, diam-diam dia lalu pergi dari situ dan membuat laporan kepada kepala penjaga.

“Di dalam dapur ada seorang maling…..” kata tukang masak itu dengan tubuh gemetar dan mukanya pucat.

“Apa? Mengapa tidak kau tangkap?”

Tukang juru masak yang gemuk itu terbelalak matanya.
“Ditangkap? Bagaimana aku bisa menangkapnya? Ia sakti sekali!”

Lalu diceritakannya bagaimana dia dan kawan-kawannya telah mengalami hal yang aneh terjadi.

Kepala penjaga ini adalah seorang tua bernama Song Cin atau yang biasa disebut Song-ciangkun. Sesungguhnya dia memang seorang perwira yang sudah banyak berjasa sehingga setelah dia tua, dia ditarik oleh kaisar menjadi kepala pengawal atau penjaga istana.

Song Cin memiliki kepandaian silat dan ilmu pedang yang tinggi dan di kalangan kang-ouw, namanya sudah terkenal sekali. Ketika mendengar penuturan tukang masak ini, dia mengerutkan keningnya.

“Apakah dia sudah tua, tingkahnya seperti orang gila dan pakaiannya penuh tambalan?” tanyanya menegas.

“Betul, betul, Song-ciangkun. Pakaiannya seperti pengemis!”

Song Cin mengangguk-angguk.
“Sudahlah, jangan ribut-ribut, kau mengasolah, biar aku membereskan orang itu.”

“Song-ciangkun….. apakah….. apakah dia setan penjaga dapur?” Tukang masak itu bertanya.

Song Cin mengangguk.
“Betul, dan kau tidak boleh mengganggunya kalau kau sayang nyawamu.”

Mendengar ini, tukang masak itu cepat-cepat pergi dan tanpa mencuci tangan lagi, ia lalu merayap ke bawah selimut di dalam kamarnya!

Adapun Song Cin sudah merasa yakin bahwa orang yang mengganggu dapur tentulah Ang-bin Sin-kai. Sudah beberapa kali kakek aneh itu menyerbu dapur dan dia tahu bahwa dia sendiri beserta semua anak buahnya bukanlah lawan bagi Ang-bin Sin-kai. Oleh karena itu, dia langsung menuju ke kamar makan kaisar.

Kaisar tengah duduk makan minum dengan beberapa selirnya dan tidak seperti biasanya, pada waktu itu kaisar tengah menjamu dua orang yang berpakaian seperti panglima perang besar.

Dua orang ini berpakaian seperti panglima perang suku Tajik, sebuah kerajaan yang pada masa itu menjadi besar dan kuat di samping Kerajaan Tibet. Song Cin tahu siapa adanya dua orang panglima ini, karena sore tadi dia sendiri yang menerima mereka dan menghadapkan mereka kepada kaisar. Dua orang panglima-panglima besar dari Kerajaan Tajik yang datang membawa surat dari Panglima An Lu Shan.

Sudah lama bangsa Tajik mengadakan penyerbuan-penyerbuan ke selatan dan kekuatan mereka memang besar sekali. Akan tetapi tiba-tiba setelah An Lu Shan diangkat menjadi panglima di utara oleh kaisar, serbuan-serbuan ini mengecil dan akhirnya, pada hari itu, dua orang panglima bangsa Tajik datang menghadap kaisar membawa surat dari An Lu Shan yang memberi laporan kepada kaisar bahwa bangsa Tajik kini telah menyatakan damai! Dua orang panglima Tajik itu merupakan utusan dari bangsa Tajik untuk memberi penghormatan kepada kaisar.

Tentu saja kabar girang ini diterima oleh Kaisar Hian Tiong dengan gembira sekali. Ia menganggap ini sebagai jasa besar dari An Lu Shan dan untuk menyatakan kegembiraannya, dia mengundang makan malam dua orang panglima besar Tajik ini.

Oleh karena sedang berpesta gembira tentu saja kaisar mengerutkan kening tanda tidak senang ketika Song Cin datang mengganggunya tanpa dipanggil.

“Song-ciangkun,” kata kaisar dengan suara tak senang, “apa keperluanmu menghadap tanpa dipanggil?”

“Mohon beribu ampun kalau hamba mengganggu kesenangan Baginda dan tamu agung,” kata Song-ciangkun dengan sikap merendah, “akan tetapi hamba terpaksa melaporkan karena pada saat ini, kembali dapur istana didatangi Ang-bin Sin-kai. Menunggu keputusan Baginda!”

Berubah air muka baginda kaisar mendengar laporan ini. Sungguh aneh, biarpun Song Cin dan kaisar tidak melihatnya, namun muka kedua orang tamu agung Panglima Tajik itu juga berubah dan nampak saling menukar pandang, nampaknya terkejut sekali. Namun kaisar dapat menentramkan hatinya lagi dan tiba-tiba tertawa.

“Bagus! Orang aneh itu menambahkan kegembiraan kami! Song-ciangkun, undang dia baik-baik untuk menemani kami minum arak!”

Song Cin tidak heran mendengar ini, karena memang kaisar mengagumi Ang-bin Sin-kai yang sebetulnya masih kakak dari menteri setia Lu Pin. Akan tetapi dua orang tamu Tajik itu benar-benar nampak terkejut sekali. Setelah memberi hormat, Song-ciangkun lalu mengundurkan diri dan berlari menuju ke dapur istana.

Song Cin mengetuk pintu dapur dan berkata keras,
“Ang-bin Sin-kai Locianpwe, siauwte Song Cin mohon bertemu, membawa perintah hong-siang (raja)!”

“masuklah, Song-ciangkun.”

Song Cin masuk dan dia melihat kakek aneh itu masih duduk menghadapi meja sambil minum arak. Cepat dia memberi hormat dan berkata,

“Siauwte membawa titah hong-siang mengundang Locianpwe untuk menemui baginda minum arak.”

Ang-bin Sin-kai tertegun, kemudian tertawa bergelak.
“Bagus, memang masakan di sini kurang lengkap. Baik aku pergi menghadap baginda!”

Sehabis berkata demikian, tubuhnya berkelebat dan Song Cin hanya merasa angin menyambar dan bayangan berkelebat di sisinya, dan kakek itu telah lenyap! Ia menghela napas dan mengagumi kelihaian kakek itu, kemudian melakukan penjagaan seperti biasa.

Ketika melihat Ang-bin Sin-kai muncul di ambang pintu, baginda kaisar melambaikan tangan sambil tersenyum.

“Mari, mari, Lu-koai-hiap (pendekar aneh she Lu), kau duduklah di sini bersama kami.”

Ang-bin Sin-kai menjura tanda menghormat.
“Terima kasih, sungguh merupakan kehormatan besar sekali bahwa Baginda yang mulia sudi mengundang hamba.”

Ia tanpa ragu-ragu lagi lalu bertindak maju dan menduduki sebuah bangku kosong, berhadapan dengan dua orang tamu itu. Sepasang matanya memandang tajam sekali sehingga dua orang Tajik itu merasa tidak enak sekali.

“Ha-ha-ha, Jiwi Ciangkun. Perkenalkanlah, ini adalah orang aneh dari timur, disebut Ang-bin Sin-kai. Dan Lu-koai-hiap, dua orang tamu ini adalah panglima-panglima Tajik yang mewakili pemerintahannya menyatakan perdamaian dengan negeri kita.”

Ang-bin Sin-kai menerima perkenalan ini dengan sikap dingin saja, kemudian tanpa sungkan-sungkan lagi dia mempergunakan sumpitnya yang panjang untuk menjangkau mangkok-mangkok masakan yang paling enak. Baginda Kaisar tertawa melihat ini dan memberi isyarat kepada pelayan untuk menambah arak.






Tidak ada komentar :