*

*

Ads

Rabu, 02 Januari 2019

Pendekar Sakti Jilid 061

Biarpun nampaknya bersikap acuh tak acuh, namun diam-diam Ang-bin Sin-kai memperhatikan gerak-gerik dua orang tamu, panglima-panglima yang bertubuh tinggi besar itu. Tiba-tiba mukanya berubah pucat dan perhatiannya tercurah kepada tangan-tangan kedua orang tamu itu yang memegang sumpit.

Pada saat mereka telah minum kosong cawan arak dan baginda nampak gembira sekali, seorang diantara dua tamu itu mengambil guci arak dengan tangan kanan dan mengisi cawan kosong baginda kaisar. Kemudian dia pun memenuhi cawan Ang-bin Sin-kai dan cawannya sendiri dengan kawannya.

“Hamba menyuguhkan secawan arak untuk keselamatan kaisar. Hidup Baginda Kaisar, semoga panjang usianya!” katanya sambil mengangkat cawan araknya.

Kaisar Hian Tiong tertawa dan mengangkat cawan araknya, akan tetapi sebelum dia meneguk araknya, tiba-tiba tangan Ang-bin Sin-kai bergerak dan cawan itu terlempar dari tangan baginda!

“Lu-koai-hiap…..!” kaisar menegur marah akan tetapi Ang-bin Sin-kai memandang kepada penyuguh arak itu dengan marah sekali. “Kalian bukan orang Tajik! Kalian jahanam-jahanam pembunuh, hayo mengaku siapa kalian!”

Ang-bin Sin-kai berdiri dan sikapnya mengancam sekali. Kaisar Hian Tiong pucat dan mengira bahwa pengemis sakti itu sudah menjadi mabuk. Selagi dia hendak menegur, tiba-tiba dua orang tamunya itu menggerakkan tangan dan berkeredepan benda-benda menyambar ke arah kaisar dan Ang-bin Sin-kai. Benda-benda ini adalah pisau-pisau mengkilat, semacam senjata rahasia yang tajam, runcing dan dilemparkan dengan tenaga kuat sekali.

Kaisar memekik kaget dan hendak membuang diri ke belakang untuk mengelak, akan tetapi Ang-bin Sin-kai sudah mendahuluinya, menggerakkan sepasang sumpitnya mengibas, maka runtuhlah empat buah pisau yang menyambar baginda. Adapun empat buah lagi yang menyambar ke arah Ang-bin Sin-kai, dipukul runtuh dengan tangan kirinya!

“Celaka…..!”

Seorang diantara dua orang Tajik itu mengeluh, akan tetapi pada saat itu Ang-bin Sin-kai telah melompat dan tubuhnya menyambar ke arah penyuguh arak dengan sepasang sumpit menusuk matanya!

Panglima Tajik itu cepat mengelak, akan tetapi sumpit di tangan Ang-bin Sin-kai seakan-akan bermata, karena sumpit itu mengejar terus dan akhirnya terdengar jerit mengerikan ketika sepasang sumpit daging itu menancap pada mata panglima yang tadi menyuguhkan arak kepada kaisar!

Tubuhnya terguling dan dia berkelojotan. Tiba-tiba menyambar pisau-pisau terbang dan kali ini pisau-pisau itu mengenai tubuh orang yang sudah terluka matanya ini, menancap di ulu hati dan leher sehingga orang itu seketika tewas tanpa dapat bersambat lagi.

Orang Tajik ke dua itulah yang melepas pisau membunuh kawannya sendiri dan kini tubuhnya berkelebat lari ke arah pintu.

“Bangsat hina, hendak lari kemana?”

Ang-bin Sin-kai melompat mengejar akan tetapi penjahat itu gerakannya benar-benar cepat sekali sehingga sebentar saja dia telah melompat ke atas genteng. Namun, mana Ang-bin Sin-kai mau memberi hati kepadanya? Kakek sakti ini pun melompat dan mengejar terus dengan kecepatan melebihi anak panah.

Kaisar Hian Tiong menepuk tangan memberi tanda kepada para penjaga dan ramailah keadaan disitu tak lama kemudian, ruangan itu penuh dengan para penjaga dan pengawal kaisar.






Song Cin mengepalai para penjaga untuk melakukan pengejaran pula dan dia sendiri lalu melompat ke atas genteng mengejar Ang-bin Sin-kai yang masih berlari-lari menyusul tamu Tajik tadi.

“Bangsat pengkhianat, kau hendak lari kemana?”

Ang-bin Sin-kai berseru keras, tangan kanannya menjangkau ke depan hendak mencekik tengkuk penjahat. Karena merasa tiada gunanya melarikan diri dari kakek sakti itu, penjahat ini tiba-tiba membalikkan tubuhnya dan kedua tangannya terayun, delapan buah pisau terbang menyambar kepada Ang-bin Sin-kai.

Boleh jadi kepandaiannya melempar pisau terbang itu untuk orang lain amat berbahaya, akan tetapi terhadap Ang-bin Sin-kai, serangan ini tiada bedanya dengan permainan kanak-kanak belaka.

Dengan menggerakkan kedua tangannya, delapan pisau itu telah tertangkap semua oleh Ang-bin Sin-kai! Penjahat itu terbelalak memandang kehebatan lawannya ini dan dia lalu berlaku nekat.

Ketika Ang-bin Sin-kai menubruk, tubuh penjahat itu tanpa sebab telah terpelanting jatuh dan menggelundung di atas genteng. Ang-bin Sin-kai merasa heran dan cepat menyambar tubuh orang yang akan jatuh ke bawah itu, karena dia ingin menangkapnya hidup-hidup untuk ditanyai keterangan. Akan tetapi ternyata bahwa orang itu telah mati dengan sebatang pisau menancap di ulu hatinya!

Melihat kedatangan Song Cin, Ang-bin Sin-kai lalu melemparkan tubuh penjahat yang sudah menjadi mayat itu kepada kepala penjaga ini, kemudian dia berlari kembali ke ruang makan. Ternyata bahwa penjahat yang pertama juga sudah mati.

“Lu-koai-siap, bagaimana kau bisa tahu bahwa mereka bukan orang Tajik dan mereka mengandung maksud tidak baik kepada kami?” tanya kaisar kepada Ang-bin Sin-kai.

Kakek ini tersenyum.
“Mudah saja. Ketika tadi hamba makan bersama mereka, hamba melihat cara mereka memegang sumpit tidak seperti kebiasaan orang-orang Tajik yang hamba ketahui baik-baik. Sumpit ke dua mereka pegang antara ibu jari dan telunjuk seperti cara kita, sedangkan kebiasaan orang-orang Tajik memegang sumpit ke dua di antara telunjuk dan jari tengah. Kemudian, ketika penyuguh arak tadi menuangkan arak dari guci ke cawan Paduka, hamba ada melihat dia melepaskan bubuk putih secara pandai dan tidak kentara, maka tahulah hamba bahwa dia mencampuri racun ke dalam arak itu dan hamba segera bertindak mencegah Paduka meminumnya.”

Kaisar mengangguk-angguk.
“Sungguh heran sekali mengapa mereka bisa membawa surat dari An-ciangkun!”

“Hm, kalau hamba yang mengurus perkara ini, akan hamba selidiki keadaan An Lu Shan itu! Paduka terlampau banyak mencari hiburan dan kesenangan sehingga lalai memperhatikan keadaan para petugas. Juga kematian selir Paduka belum lama ini, adalah akibat dari kelalaian Paduka sendiri. Maafkan kelancangan hamba ini, akan tetapi hamba hanya mau membuka mulut bukan semata untuk mencela, melainkan demi kebaikan Paduka dan negara! Sekarang ijinkanlah hamba pergi!” Tanpa menanti ijin dari kaisar, Ang-bin Sin-kai berkelebat dan lenyap dari situ.

Akan tetapi pada keesokan harinya, datang serombongan perwira utusan An Lu Shan yang menyatakan bahwa cap kebesaran An Lu Shan telah tercuri orang dan bahwa kini panglima itu minta cap baru dari kaisar.

Pemberitahuan ini dilakukan karena khawatir kalau-kalau cap yang lenyap itu disalah gunakan oleh orang lain! Dengan adanya pemberitahuan ini, lenyaplah semua kecurigaan kaisar terhadap diri An Lu Shan dan inilah kesalahan kaisar.

Kalau saja dia menyuruh orang menyelidiki lebih teliti, tentu akan diketahuinya bahwa memang diam-diam An Lu Shan mempunyai cita-cita memberontak dan dua orang yang mengaku sebagai perwira-perwira Tajik itu sebenarnya adalah kaki tangannya yang diberi tugas untuk membunuh kaisar!

**** 061 ****





Tidak ada komentar :