*

*

Ads

Rabu, 02 Januari 2019

Pendekar Sakti Jilid 064

“Toat-beng Hui-houw, lepaskan muridku kalau kau tak ingin mampus!” bentaknya marah dan disusul oleh bunyi “tar! tar! tar!” keras sekali.

Dalam kemarahannya, Kiu-bwe Coa-li telah mengeluarkan cambuknya dan kini sembilan helai bulu cambuk menyambar-nyambar mengancam di atas kepala Toat-beng Hui-houw.

Kakek berkuku panjang itu melepaskan cekikannya, akan tetapi dia memegangi tangan Sui Ceng dan berkata menyeringai.

“Kiu-bwe Coa-li, siapa mau mengganggu muridmu! Aku hanya main-main saja.”

“Bangsat tua bangka! Siapa tidak mengenal watakmu yang curang? Hayo kau lepaskan muridku. Berlaku lamban berarti kepalamu akan hancur oleh cambukku!” Kiu-bwe Coa-li mengancam dengan sikap garang sekali.

“Ha-ha-ha! Kalau aku curang, apakah kau juga boleh dipercaya? Muridmu berada di dalam tanganku dan cobalah kau bergerak kalau berani. Sebelum aku terkena cambukmu, nyawa muridmu akan melayang lebih dulu!”

“Apa yang kau kehendaki manusia jahat?”

Kiu-bwe Coa-li ragu-ragu untuk menyerang, karena maklum bahwa Toat-beng Hui-houw bisa membuktikan ancamannya itu.

“Aku mau melepaskan muridmu ini, akan tetapi bocah gundul ini akan kubawa. Otaknya baik sekali untuk punggungku yang suka sakit di musim dingin karena sudah kurang isinya! Dan pula, sebelum aku melepaskan muridmu, kau harus berjanji takkan menyerangku!”

Kiu-bwe Coa-li memutar otaknya. Ia lebih menyayangkan nyawa muridnya dan tentang Kwan Cu, ia tidak peduli akan anak itu. Maka ia lalu berkata dengan suara dingin,

“Kau mau bawa anak gundul itu, bukan urusanku. Kalau kau melepaskan muridku, akupun tak sudi berurusan dengan orang macam kau lagi!”

Tadinya memang Kiu-bwe Coa-li amat membutuhkan bantuan Kwan Cu, akan tetapi sekarang anak itu sudah memberi tahu tentang kitab sejarah yang menjadi petunjuk dimana adanya kitab Im-yang Bu-tek Cin-keng, dan kitab itu sudah dicuri oleh Jeng-kin-jiu, maka untuk apa lagi membawa anak itu? Membikin repot saja!

Setelah mendengar kata-kata gurunya ini, Sui Ceng terkejut sekali.
“Suthai jangan berikan Kwan Cu kepadanya! Siluman itu hendak memecahkan kepala Kwan Cu dan hendak makan otaknya!”

“Peduli amat! Aku tidak perlu lagi dengan anak itu!” jawab subonya.

Adapun Toat-beng Hui-houw setelah mendengar janji yang dikeluarkan oleh Kiu-bwe Coa-li, menjadi girang dan segera melepaskan Sui Ceng. Kemudian dia melompat dan mengempit tubuh Kwan Cu, pergi dari situ sambil berkata,

“Selamat tinggal, Kiu-bwe Coa-li!”

“Siluman jahat, lepaskan Kwan Cu!” Sui Ceng membentak dan hendak mengejar.

“Sui Ceng, jangan kejar dia!” Gurunya mencegah.

“Suthai, dia hendak membunuh Kwan Cu! Dan dialah pembunuh ibuku! Bagaimana teecu harus diam saja??”

Kembali Sui Ceng menggerakkan kadua kakinya hendak mengejar, akan tetapi tiba-tiba gurunya memegang pundaknya sehingga dia tidak dapat bergerak lagi.

“Tidak, Sui Ceng. Aku sudah memberi janjiku tidak akan mengganggunya. Soal pembalasan dendam, mudah saja. Lain kali kalau kita bertemu dengan dia, pasti dia takkan kuberi ampun lagi. Kali ini aku terpaksa melepaskannya, karena kalau tidak, kau tadi tentu dibunuhnya.”






Sui Ceng memandang ke arah bayangan Toat-beng Hui-houw yang membawa Kwan Cu dan air matanya membanjir keluar.

“Kwan Cu…..! Kwan Cu…….!” Ia menjerit-jerit dengan hati perih.

Kwan Cu yang dikempit oleh Toat-beng Hui-houw dan dibawa lari cepat, merasa mendongkol sekali kepada Kiu-bwe Coa-li.

“Kiu-bwe Coa-li benar-benar orang bong-im-pwe-gi (orang tak kenal budi). Biarpun ia mendapatkan kitab Im-yang Bu-tek Cin-keng, mana bisa ia membacanya? Dan orang macam Toat-beng Hui-houw ini dengan kepandaiannya yang rendah dan sifatnya yang pengecut, mana bisa dia menjagoi di dunia kang-ouw?”

Mendengar kata-kata ini, Toat-beng Hui-houw melepaskan kempitannya dan menurunkan Kwan Cu di atas tanah.

“Kau bicara apa tadi?” tanyanya.

“Aku bicara sendiri, apa hubungannya dengan kau?”

“Aku hendak makan otakmu, akan tetapi kalau otakmu miring, jangan-jangan aku ikut menjadi gila. Kau bicara seorang diri, kalau tidak miring otakmu, apa lagi? Kau sebut-sebut Im-yang Bu-tek Cin-keng, kau tahu apakah tentang kitab itu?”

“Toat-beng Hui-houw, kau mengimpi! Kiu-bwe Coa-li membawaku, ada perlu apakah kalau tidak menghendaki kitab itu? Hanya aku seorang yang akan bisa mendapatakan kitab itu. Sayang kitab itu akan terjatuh ke dalam tangan orang yang tidak pandai membacanya, karena mendiang Gui-siucai hanya mengajarkan tulisan itu kepadaku seorang,”

Kwan Cu dengan cerdik menggunakan akal untuk menarik perhatian orang menyeramkan ini.

“Apa maksudmu? Apakah benar-benar di dunia ini terdapat kitab Im-yang Bu-tek Cin-keng?”

“Tentu saja ada! Lima tokoh besar dunia sedang memperebutkan kitab itu dan siapa saja yang mendapatkannya dan dapat membacanya, tentu akan memiliki kepandaian yang tak terlawan oleh siapapun juga di dunia ini. Akan tetapi kau, yang mempunyai kesukaan makan otak dan darah, perlu apa bertanya-tanya? Mau bunuh padaku, lekas bunuh, agar aku tidak dipaksa-paksa oleh para tokoh kang-ouw untuk mencarikan kitab itu dan untuk menterjemahkannya!”

“Benarkah kau bisa mencarikan kitab itu, bocah gundul? Dimana adanya kitab itu?”

“Mau apa kau bertanya-tanya?”

“Setan cilik! Kalau kau bisa mendapatkan kitab itu untukku, aku mau menukar dengan kepalamu!”

“Sukar, sukar……! Untuk mendapatkan kitab Im-yang Bu-tek Cin-keng, hanya ada satu petunjuk yang terdapat di dalam kitab sejarah peninggalan Gui Tin siucai.”

“Dimana adanya kitab sejarah itu?“

Toat-beng Hui-houw mendesak dan Kwan Cu girang sekali melihat umpannya mulai berhasil.

“Kitab itu telah dicuri oleh Ang-bin Sin-kai!”

Terbelalak mata Toat-beng Hui-houw mendengar ini.
“Sukar kalau begitu!” ia menggeleng-gelengkan kepalanya yang botak lalu memandang ke arah Kwan Cu yang gundul kelimis, agaknya mulai tertarik lagi oleh otak di dalam kepala gundul itu.

Kwan Cu cepat berkata,
“Apa sukarnya! Memang, kepandaian Kiu-bwe Coa-li amat tinggi dan seandainya kitab itu berada di tangannya, akan sukarlah bagimu merampasnya. Akan tetapi Ang-bin Sin-kai…..? Kakek yang berpenyakitan itu? Ah, menghadapi Kiu-bwe Coa-li saja dia kalah jauh dan tidak dapat menahan serangan nenek itu lebih dari sepuluh jurus!”

“Apa katamu? Ang-bin Sin-kai terkenal dengan kepandaiannya yang amat tinggi!”

“Toat-beng Hui-houw, kalau tidak percaya sudahlah. Aku tidak mau banyak bicara lagi.”

Toat-beng Hui-houw mulai tertarik lagi melihat sikap Kwan Cu.
“Bocah gundul, betul-betulkah kata-katamu itu?”

“Siapa membohong? Ang-bin Sin-kai mendapatkan kitab itu atas bantuanku. Kemudian dia dan aku bertemu dengan Kiu-bwe Coa-li dan aku menyaksikan dengan mata kepala sendiri betapa dia melarikan diri setelah dihajar oleh cambuk Kiu-bwe Coa-li. Kini dia lari dan dikejar-kejar oleh Kiu-bwe Coa-li, dan hanya aku yang tahu dimana Ang-bin Sin-kai dengan kitab sejarah yang dibawanya itu?”

“Di mana?”

“Di kota raja!”

Toat-beng Hui-houw berpikir-pikir sejenak. Apa salahnya kalau dia pun mencoba-coba mendapatkan kitab itu untuk kemudian mendapatkan kitab Im-yang Bu-tek Cin-keng! Sudah lama dia mendengar tentang kitab pelajaran yang tiada bandingannya di dunia ini dan kalau benar-benar dia bisa mendapatkan kitab itu atas bantuan anak gundul ini, bukankah dia akan menjagoi di seluruh permukaan bumi? Ia takkan perlu takut lagi menghadapi Kiu-bwe Coa-li dan tokoh-tokoh lain. Adapun anak ini…… andaikata membohong, masih belum terlambat baginya untuk memecahkan batok kepalanya dan makan otaknya. Dan apa salahnya kalau kelak setelah dia bisa mendapatkan Im-yang Bu-tek Cin-keng atas bantuan anak ini, dia makan juga otaknya?

“Kalau begitu, mari kita menyusul ke kota raja,” katanya kemudian.

“Apa kau tidak mau makan otakku lagi?” tanya Kwan Cu berani.

“Tidak, otakmu perlu kupergunakan untuk mencari Im-yang Bu-tek Cin-keng. Akan tetapi awas kalau tidak berhasil mendapatkan kitab itu, tidak hanya otakmu yang kumakan, juga darahmu kuminum habis!”

Kwan Cu mengangkat pundak, acuh tak acuh.
“Apa bedanya? Kalau aku mati, otakku akan dimakan cacing dan darahku diminum semut! Lebih baik kalau dimakan dan diminum oleh seorang manusia seperti kau sekalipun!”

Akan tetapi Toat-beng Hui-houw tidak mau banyak cakap lagi dan setelah membebaskan Kwan Cu dari totokannya, dia lalu menggandeng tangan anak ini dan diajaknya berlari cepat sekali menuju ke kota raja.

“Kita harus mendahului Kiu-bwe Coa-li ke kota raja dan merampas kitab sejarah dari tangan Ang-bin Sin-kai!”

Kwan Cu berkata dan ucapan ini membuat Toat-beng Hui-houw membawanya berlari seperti di kejar setan cepatnya.

**** 064 ****





Tidak ada komentar :