*

*

Ads

Rabu, 09 Januari 2019

Pendekar Sakti Jilid 071

Orang biasa saja kalau diserang oleh jarum-jarum ini, akan celakalah dia karena nyawanya takkan tertolong lagi. Bahkan orang-orang ahli silat yang kurang pandai, sukar membebaskan diri dari sambaran jarum-jarum itu, apalagi dalam keadaan sedang berdiri di atas pagar tembok yang lebarnya hanya pas saja dengan kaki!

Namun, yang diserang adalah Pak-lo-sian Siangkoan hai, Si Dewa Tua dari Utara, mana dia jerih menghadapi jarum-jarum ini? Entah kapan diambilnya, tahu-tahu di kedua tangannya telah terpegang sepasang kipas hitam putihnya dan kini sambil tersenyum mengejek, Pak-lo-siang Siangkoan Hai mengebutkan kipas putih di tangan kirinya ke arah jarum-jarum yang menyambarnya ke atas itu. Aneh sekali, jarum-jarum kecil itu ketika terkena sambaran angin kebutan kipas putih, tiba-tiba membalik dan runtuh semua ke bawah.

“Ha, ha, ha, siluman rase! Hendak ku ukur dengan jarum-jarummu sampai berapa dim tebalnya bedak di mukamu!”

Siangkoan Hai tertawa sambil cepat mengebutkan kipas hitam di tangan kanannya. Hebat sekali akibatnya! Jarum-jarum belasan batang banyaknya itu kini terbawa hawa kebutan kipas hitam dan meluncur, seluruhnya menuju ke muka Ui-eng Suthai!

Ui-eng Suthai menjerit marah dan segera memutar pedangnya, memukul runtuh semua jarum-jarumnya sendiri. Memang semenjak tadi melihat kelihaian lawan, ia telah mencabut pedangnya bersiap sedia. Kemudian, sambil memekik nyaring tokouw ini lalu menggerakkan tubuhnya yang cepat melayang ke atas menyerang Siangkoan hai dengan pedangnya.

Akan tetapi, terdengar suara ketawa bergelak dan tiba-tiba Siangkoan Hai telah lenyap dari atas tembok itu, karena ketika tadi Ui-eng Suthai melayang naik, dia telah membetot tangan kedua muridnya dan membawa mereka melompat turun ke dalam.

“Bangsat tua, bagus sekali kau mengantarkan nyawa!” bentak Pek-eng Sian-jin yang segera menyerang dengan pedangnya, dan melihat serangan ini, tahulah Siangkoan Hai bahwa ilmu pedang Pek-eng Sianjin benar-benar lihai dan tenaganya bahkan lebih kuat daripada Ui-eng Suthai.

Maka dia pun tidak berani berlaku ayal. Tanpa dapat terlihat saking cepatnya, dia telah menyimpan kembali sepasang kipasnya dan kini Pak-lo-sian Siangkoan Hai mengeluarkan tombaknya!

Ia mainkan tombak itu dan berkunang-kunanglah pandangan mata Pek-eng Sianjin ketika melihat ujung tombak di tangan kakek pendek kecil itu berubah menjadi puluhan banyaknya!

Tombak itu tergetar dan mengaung dengan suara menyakitkan telinga, sedangkan tiap kali pedangnya terbentur oleh ujung tombak, hampir saja pedangnya terpental dan terlepas dari pegangan.

Ketika dengan nekat Pek-eng Sianjin melompat ke atas lalu menukik ke bawah sambil membabat dengan pedangnya ke arah leher lawannya, Siangkoan Hai memutar tombaknya sehingga pedang lawan tertempel dan ikut terputar.

“Turun kau!” bentak Siangkoan Hai dan benar saja, tanpa dapat menahan diri lagi Pek-eng Sianjin terbetot turun dan pedangnya menancap di atas tanah dengan tubuhnya masih di atas!

Untuk sesaat, seakan-akan Pek-eng-Sianjin berubah menjadi sebatang tongkat panjang, dengan tangan memegang gagang pedang yang tertancap di atas tanah dan kakinya lurus ke atas, akan tetapi dia segera dapat melompat dan membalik sehingga dia dapat berdiri lagi lalu mencabut pedangnya.

“Nanti dulu sebelum kalian melanjutkan permaian wayang ini!” Pak-lo-sian Siangkoan Hai berseru “Aku datang bukan untuk mencari permusuhan, sungguhpun aku tidak akan menolak setiap pertempuran yang menggembirakan. Akan tetapi, sesungguhnya kedatanganku ini untuk bertanya kepada kalian, mengapa kalian suka menculik anak-anak muda? Dimana mereka itu semua dan mengapa melakukan kejahatan itu?”

Pek-eng Sianjin tertawa mengejek.
“Hm, pernah pinto mendengar nama Pak-lo-sian Siangkoan Hai sebagai seorang gagah, tidak tahunya hanyalah seorang kakek kate yang lancang mulut lancang tangan dan tukang mencampuri urusan orang lain! Kami memilih dan mengumpulkan murid-murid kami agar dapat mewarisi ilmu pedang kami, ada sangkut pautnya apakah dengan kau orang tua?”

Mendengar ucapan ini. Pak-lo-sian Siangkoan hai terkejut dan tertegun. Kalau demikian halnya, dia telah salah duga! Ia melirik ke kanan kiri dan melihat disitu terdapat belasan orang-orang muda laki-laki dan perempuan yang kesemuanya berwajah tampan dan cantik sekali, mereka ini dengan pedang ditangan telah pula mengurung Kun beng dan Swi Kiat! Sikap mereka itu semua bermusuh, seakan-akan mereka tidak suka ada orang-orang mengganggu lima orang guru mereka!






Akan tetapi, pandangan mata Siangkoan Hai amat tajam dan dari sinar mata orang-orang muda yang layu dan keluar dari wajah yang kepucatan, dia tahu bahwa orang-orang muda itu menderita sekali dalam batin mereka. Entah apa yang telah terjadi dengan mereka, namun Siangkoan Hai tahu bahwa ada sesuatu yang tidak wajar dengan orang-orang muda itu. Ia teringat akan sesuatu dan bertanya lagi,

“Ah, begitukah gerangan mengapa kalian berlima mengumpulkan pemuda-pemuda tampan dan dara-dara cantik?” ia menghitung dengan matanya, lalu bertanya lagi, “Jadi murid-muridmu semua berjumlah tujuh belas orang?”

Pek-eng Sianjin mengangguk sambil tertawa.
“Murid-muridku hebat semua, bukan? Pak-lo-sian, kau juga mempunyai dua orang murid yang baik, tak perlu kau merasa iri hati.”

Pak-lo-sian Siangkoan Hai mengangguk-anggukkan seakan-akan merasa setuju dengan omongan ini. Akan tetapi dia lalu berkata keras sambil menepuk kepalanya.

“Ucapanmu benar! Akan tetapi, melihat murid-muridmu banyak yang perempuan dan manis-manis pula, mendadak timbul keinginanku untuk mempunyai seorang murid perempuan pula! Eh, Kun-lun Ngo-eng, kalian seperti garuda-garuda yang suka menyambar anak-anak ayam, berikanlah seorang anak murid perempuan kepadaku!”

Kun-lun Ngo-eng main mata dan saling pandang sambil tersenyum. Tidak tahunya kakek pendek kecil yang lihai ini tidak banyak bedanya dengan mereka! Ang-eng Sianjin yang berpakaian serba merah itu tertawa bergelak lalu berkata,

“Ha-ha-ha, orang tua pendek kecil, kau rakus juga ya? Karena kau telah datang dan berhasil masuk kesini, nah…. lihatlah murid-murid kami yang cantik-cantik, dan pilihlah yang paling jelita menurut penglihatanmu!”

Ang-eng Sianjin memang cerdik dan dapat berpikir cepat. Ia tadi telah menyaksikan kelihaian kakek kecil ini dan tahu bahwa biarpun mengeroyok lima, belum tentu dia dan saudara-saudaranya akan dapat menang, maka lebih baik kehilangan seorang “murid” daripada harus menghadapi resiko yang lebih berbahaya.

Adapun Kun Beng dan Swi Kiat ketika mendengar percakapan ini, merahlah muka mereka dan dengan muka melotot mereka memandang kepada suhu mereka. Kedua orang anak ini sudah mengenal baik kebersihan hati suhu mereka, mengapa suhunya kini berkata seperti itu? Sudah miringkah otak guru mereka ini? Hampir saja Swi Kiat yang berwatak keras ini membuka mulut, akan tetapi tangannya disentuh oleh Kun Beng. Bocah ini masih tidak percaya dan menduga bahwa suhunya tentu main-main saja dengan lima orang aneh itu.

Pak-lo-sian Siangkoan Hai memang betul main-main dan sengaja mengeluarkan ucapan tadi untuk memancing saja. Kini dia memandang kepada murid-murid perempuan yang cantik dan berpakaian mewah itu, lalu menggeleng kepalanya dan berkata,

“Tidak ada yang cocok! Kembang-kembang ini sudah terpengaruh oleh pelajaran kalian, aku tidak mau. Aku ingin yang masih bersih, yang masih baru. Eh, Kun-lun Ngo-eng, bukankah kemaren kalian menculik anak perempuan kepala suku bangsa Hui? Dimana dia? Mengapa tidak ada di antara mereka? Coba kau keluarkan yang itu, mungkin cocok menjadi muridku!”

Berubahlah wajah lima orang aneh itu ketika mendengar ini. Mereka tahu bahwa ternyata kakek ini datang untuk mencari perkara. Terdengar Kun-lun Ngo-eng berseru keras dan lima batang pedang dicabut serentak.

“Kau memang mencari mampus!” bentak Pek-eng Sianjin dan segera memimpin empat orang saudaranya menyerang.

Siangkoan Hai tertawa bergelak.
“Ha, ha, ha, terbukalah kedokmu sekarang! Kau kira aku tidak tahu bahwa anak-anak ini telah terpengaruh oleh racun dan kehilangan kehendak sendiri? Kalian benar-benar iblis yang harus mampus!”

Setelah berkata demikian, dia menggerakkan tombaknya secara luar biasa sekali cepat dan kuatnya sehingga lima orang lawannya mencelat mundur untuk menghindarkan diri dari sambaran hawa pukulan tombak itu!

Belasan orang anak murid Kun-lun Ngo-eng juga serentak bergerak menyerang Kun Beng dan Swi Kiat. Dua orang anak muda ini cepat melawan. Kun Beng mempergunakan tombaknya dan Swi Kiat mempergunakan sepasang kipasnya.

Ternyata bahwa orang-orang muda itu merupakan makanan lunak bagi Kun Beng dan Swi Kiat karena mereka itu hanya pandai beraksi belaka dengan pedang mereka, namun tidak memiliki ilmu kepandaian yang berarti. Sebentar saja beberapa orang diantara mereka roboh tunggang-langgang.

Baiknya kedua orang murid Pak-lo-sian ini sudah dipesan oleh suhu mereka agar tidak menewaskan nyawa lawan, kalau tidak tentu mereka akan mengamuk, terutama sekali Swi Kiat yang sudah merasa marah sekali.

Adapun Pak-lo-sian Siangkoan Hai yang kini sudah tahu akan rahasia lima orang lawannya yang benar-benar jahat dan merupakan penjahat-penjahat cabul yang berkedok pakaian pendeta, menjadi marah sekali dan permainan tombaknya makin lama makin kuat sehingga lima orang lawannya benar-benar terdesak hebat.

Ilmu pedang mereka memang luar biasa, namun menghadapi jago tua tokoh besar dari utara ini, mereka benar-benar kalah pengalaman, kalah latihan dan juga kalah tenaga. Pak-lo-sian memang mempunyai dasar watak yang amat baik dan berbudi tinggi, namun sekali dia marah, dia bisa berubah menjadi ganas di samping kesombongannya dan sifat yang tidak mau kalah oleh siapapun juga dalam hal ilmu silat!

Makin lama, gerakan ilmu pedang lima orang Garuda Kun-lun-san itu makin mengendur dan mereka berkelahi sambil mundur, masuk ke dalam ruangan depan bangunan itu.

Akan tetapi Pak-lo-sian Siangkoan Hai mana mau memberi ampun dan melepaskan mereka? Dengan ganasnya dia menyerbu terus dan mengejar mereka masuk ke dalam bangunan.

Ketika itu, kakek kate ini yang sedang marah agak kehilangan kewaspadaannya dan dengan nekat ia menyerbu. Niatnya hanya satu, yaitu membasmi lima orang ini dan membalaskan dendam orang-orang muda yang terjatuh kedalam tangan Kun-lun Ngo-eng dan menjadi seperti boneka-boneka hidup itu.

Lima orang Garuda Kun-lun itu tidak kuat menghadapi amukan Siang-koan Hai, maka mereka lalu meloncat ke dalam serta menutup pintunya. Sekali ayunkan tombaknya, terdengar suara keras dan pecahlah pintu itu!

Pak-lo-sian Siangkoan Hai menyerbu masuk dan tiba-tiba dari atas turun batu besar menimpa kepalanya! Namun Siangkoan Hai tidak akan mendapat sebutan Dewa Utara dan takkan disebut tokoh terbesar di utara kalau dia tidak dapat menghadapi bahaya serangan mendadak ini.

Batu yang beratnya seribu kati itu menimpa kepalanya dari atas dengan tiba-tiba dan agaknya tidak dapat dielakkan pula. Siangkoan Hai tidak menjadi gugup, bahkan dia hanya mempergunakan tangan kirinya, mendorong batu itu dari samping sehingga batu itu tidak menimpa kepalanya, sebaliknya terlempar ke depan ke arah lima orang lawannya!

Kun-lun Ngo-eng terkejut bukan main dan cepat meloncat mundur sehingga batu itu menimpa lantai dan sambil menerbitkan suara gaduh, lantai itu pecah dan berhamburan! Ketika debu yang tebal itu menipis, Siangkoan Hai tak melihat lawan-lawannya lagi yang sudah melenyapkan diri melalui tirai debu tadi.

“Lima ekor anjing busuk, kalian jangan harap akan dapat melepaskan diri dari tombakku!” bentak Siangkoan Hai yang menjadi makin marah, terus kakek ini meloncat dan menendang roboh pintu terusan sehingga daun pintu itu pecah.

Ia tiba di sebuah ruangan yang aneh bentuknya dan yang membuat dia bingung untuk sejenak. Ruangan ini pintunya dipasangi cermin sehingga dia melihat bayangannya sendiri di dalam cermin-cemin itu terbuka dan dari situ menyambar puluhan anak panah.

Siangkoan Hai hendak memutar tombaknya, akan tetapi tiba-tiba lantai yang diinjaknya merosot turun membawa tubuhnya ke bawah pula! Ia tidak dapat keluar dari kurungan ini, karena semua pintu menyemburkan anak panah, maka terpaksa dia hanya bersiap sedia menghadapi segala bahaya.

Lantai yang turun ini berhenti dan Siangkoan Hai mendapatkan dirinya terkurung di dalam sumur yang dindingnya terbuat daripada besi tebal dan keadaan disitu gelap sekali!






Tidak ada komentar :