*

*

Ads

Selasa, 05 Februari 2019

Pendekar Sakti Jilid 128

Oie Liong tak sabar lagi, dia membentak keras sambil menyerang Kwan Cu dengan golok besarnya. Serangan ini hebat sekali datangnya dan mendatangkan angin keras.

Gadis yang tadi menyerang Kwan Cu melihat ini menjadi khawatir. Setelah kini dia mengerti bahwa pemuda yang tadi diserangnya bukan penjahat, ia ingin menolongnya dari ancaman serangan golok yang diketahuinya amat lihai itu. Ia hendak melompat dan menangkis serangan golok yang tertuju kepada Kwan Cu, akan tetapi Oei Hwa sudah mendahuluinya dan menyerang sambil membentak marah,

“Gadis liar, jangan berlagak!”

Terpaksa gadis itu menangkis dan terjadilah pertempuran yang hebat antara dua orang gadis yang sama cantiknya itu. Sama-sama bersenjata siang-kiam (sepasang pedang) lagi. Setelah bergerak, ternyata bahwa keduanya sama lincah dan gesit, akan tetapi setelah pertandingan berlangsung belasan jurus, segera kelihatan bahwa ilmu pedang dari Oei Hwa masih kalah jauh.

Ilmu pedang dari gadis itu benar-benat hebat sekali, ganas dan gerakannya sukar sekali diduga, ditambah pula dengan tenaga lweekangnya yang mengatasi Oei Hwa. Oleh karena itu, sebentar saja Oei Hwa terdesak hebat. Tentu saja Sin-jiu Siang-kiam ini terkejut dan heran sekali. Belum pernah ia menghadapi seorang lawan yang begini lihai, padahal sudah ratusan kali ia bertempur menghadapi orang kang-ouw!

Di lain fihak, Luan-ho Oei-liong juga sibuk sekali menghadapi Kwan Cu. Berkali-kali golok besarnya menyambar, membabat, menusuk dan membacok, akan tetapi pemuda yang bertangan kosong itu seakan-akan merupakan bayangan setan, selalu serangannya mengenai tempat kosong!

“Setan keparat!” bentaknya berkali-kali sambil memperhebat serangannya.

Akan tetapi sebentar saja, setelah beberapa kali Kwan Cu mempermainkannya dengan menjewer telinga, menyepak pantat, mencolok perut, Oei Liong menjadi kewalahan dan gentar sekali, mengira bahwa pemuda ini memang benar-benar iblis sendiri yang datang mengganggunya. Mana ada manusia memiliki kepandaian sehebat itu sehingga dengan tangan kosong dapat mempermainkannya sedemikian rupa, padahal tokoh-tokoh besar di dunia kang-ouw takkan berani main-main terhadap golok besarnya?

Tiba-tiba Oei Hwa bersuit keras sekali, memberi tanda kepada kakaknya untuk melarikan diri. Sebelum Kwan Cu dan gadis lihai itu mengerti apa maksud suitan itu, Oei Hwa dan Oei Liong melompat ke pinggir perahu terus terjun ke dalam air.

Pada saat itu, perahu besar itu bergoyang-goyang ke kanan kiri! Ternyata bahwa Oei Hwa melihat anak buahnya datang ke perahu besar dengan sampan, maka ia memberi tanda kepada kakaknya untuk melarikan diri. Kini, dengan bantuan anak buahnya, mereka berusaha menggulingkan perahu itu! Akan tetapi tidak mudahlah untuk menggulingkan perahu sebesar itu.

Kwan Cu dan gadis itu terhuyung-huyung di atas perahu dan gadis itu menjadi gelisah sekali.

“Celaka!” serunya akan tetapi ketika ia memandang kepada Kwan Cu, ia melihat pemuda itu tersenyum saja seenaknya, seakan-akan digoyang-goyang seperti itu di atas perahu merupakan ayunan yang menyenangkan baginya.

“Mengapa kau cengar-cengir saja seperti monyet? Berbuatlah sesuatau, Tolol!” Gadis itu membentak mengkal.

Kemudian gadis itu melihat perahunya di pinggir perahu besar, tergolek-golek karena gerakan air yang diakibatkan oleh usaha para bajak laut.

“Hayo lompat ke dalam perahu itu!” ajaknya.

Kwan Cu tersenyum, karena betapapun galaknya sikap gadis itu, ternyata untuk melarikan diri dan menyelamatkan diri masih teringat kepadanya sehingga mengajaknya lari bersama.

Gadis itu melompat terlebih dahulu. Akan tetapi segera terdengar jeritnya dan air muncrat tinggi-tinggi. Ternyata bahwa perahu itu adalah perangkap yang sengaja dipasang oleh Oei Hwa yang amat cerdik. Sukar untuk menggulingkan perahu besar, Oei Hwa sengaja membawa perahu kecil itu, dipasang sedemikian rupa sehingga dari atas kelihatan sebagai jalan satu-satunya untuk melarikan diri, akan tetapi sebenarnya dia dan kakaknya berada di bawah perahu. Begitu gadis itu meloncat, perahu kecil segera digulingkan dan ditarik tenggelam sehingga tentu saja gadis itu terjun ke dalam air!

Melihat ini Kwan Cu terkejut sekali. Baginya sendiri, masih banyak jalan untuk membebaskan diri dari kepungan bajak, akan tetapi melihat bahaya yang mengancam gadis yang disangkanya Bun Sui Ceng itu, dia terpaksa melompat pula ke dalam air!






Baiknya Oei Liong tergila-gila oleh kecantikan gadis itu, sehingga sebelum Oei Hwa turun tangan, terlebih dulu Oei Liong menangkap gadis itu dan dibawa tenggelam sehingga gadis itu menjadi lelah dan pingsan karena banyak minum air!

Sebaliknya, Oei Hwa juga mempunyai maksud hati yang sama dengan kakaknya, ia tertarik oleh ketampanan wajah Kwan Cu, maka bagaikan seekor ikan duyung, nona ini menangkap kedua kaki Kwan Cu dan menyeretnya ke bawah permukaan air!

Oei Liong memeluk tubuh gadis tawanannya, dibawa berenang ke perahu, demikian pula Oei Hwa. Pertama-tama, di atas perahu mereka menolong dua orang tawanannya itu. Tubuh gadis itu dijungkir-balikkan sehingga banyak air sungai keluar dari mulutnya. Akan tetapi anehnya, ketika Oei Hwa membalikkan tubuh Kwan Cu, tidak setetes pun air keluar dari pemuda ini! Oei Hwa menggaruk-garuk kepalanya, apalagi ketika ia melihat perut pemuda yang tadinya kembung itu kini telah kempes kembali.

“Hwa-moi (adik Hwa), gadis ini cantik sekali, tidak kalah olehmu. Dia pantas menjadi isteriku!” kata Oei Liong tertawa girang dan dia cepat mempergunakan tambang pengikat layar untuk membelenggu kaki tangan gadis itu, sedangkan sepasang pedang gadis itu yang diambil oleh anak buahnya dia rampas. Demikian pula Oei Hwa lalu membelenggu kaki tangan Kwan Cu.

“Hwa-moi, pemuda ini berbahaya sekali. Lebih baik lekas kita binasakan dia!” Kata Oei Liong

Adiknya melirik dengan pipi merah. Dalam pakaian basah kuyup dan rambut awut-awutan, warna merah di pipi itu membuat Oei Hwa kelihatan makin cantik.

“Kau memikirkan kepentingan dirimu sendiri saja, Twako. Pemuda ini kulihat seratus kali lebih baik dari padamu. Apa hanya kau saja yang memikirkan jodoh.?”

Oei Liong tertegun, kemudian tertawa bergelak-gelak sambil menudingkan telunjuknya kepada muka adiknya yang menjadi malu.

“Sudahlah, mari kita menghaturkan terimakasih kepada Dewa Air yng telah melindungi kita,” kata Oei Hwa.

Keduanya lalu maju dan berlutut di depan patung perunggu itu! Kemudian, diantarkan oleh anak buah mereka, kakak beradik ini lalu menggotong tubuh Kwan Cu dan gadis tawanan itu ke pantai dan langsung dibawa ke dalam hutan, sarang mereka.

Hati mereka girang sekali karena mereka menemukan orang-orang muda yang menjadi tawanan itu lihai sekali, namun mereka mempunyai daya untuk membuat dua orang tawanan mereka itu tak berdaya, yakni dengan jalan meminumkan obat beracun!

Tiba-tiba sebelum mereka jauh meninggalkan pantai, seorang anak buah mereka menjerit dan menudingkan telunjuk ke tengah sungai. Semua orang menengok dan aneh sekali! Perahu besar dimana patung perunggu itu disimpan perlahan-lahan tenggelam, seakan-akan di bawahnya bocor.

“Celaka, lekas cegah dia tenggelam!” teriak Oei Hwa dan Oei Liong.

Semua anak buah bajak berperahu dan cepat menuju ke perahu besar itu, akan tetapi terlambat, perahu itu telah tenggelam bersama arca yang mengerikan itu!

“Celaka!”

Sin-jiu Siang-kiam Oei Hwa membanting-banting kakinya melihat perahu tenggelam. Ia tidak begitu menyayangkan perahunya yang besar dan indah itu tenggelam, terutama sekali yang membikin ia merasa menyesal adalah tenggelamnya patung perunggu yang berada di atas perahunya. Tenggelamnya patung itu merupakan tanda bencana bagi dia dan kawan-kawannya!

“Sudahlah, Hwa-moi,” Luan-ho Oei Liong menghibur adiknya, “Untuk gantinya patung Dewa Air, aku sudah mendapatkan nona ini dan kau mendapatkan pemuda ganteng itu, bukankah mereka lebih baik? Mudah nanti kita mencari patung baru yang lebih baik.”

Terhibur juga hati Oei Hwa ketika ia melirik ke arah Kwan Cu yang dipondongnya, maka ia lalu melanjutkan perjalanannya bersama kakaknya dan para bajak sungai, menuju ke hutan yang mereka jadikan sarang.

Malam hari itu bulan bersinar gemilang dan di dusun dalam hutan itu, para bajak mengadakan perayaan pesta pernikahan dua orang pemimpin mereka. Pesta diadakan di lapangan yang luas dan dua orang tawanan itu dibelenggu kaki tangannya, didudukkan di tengah lapangan.

Para bajak sungai hendak menyaksikan betapa dua orang calon pengantin itu hendak diberi obat yang disebut oleh pemimpin mereka sebagai obat pengantin! Padahal obat itu adalah obat beracun yang akan membuat Kwan Cu dan nona tawanan itu mabuk dan kehilangan ingatan sehingga keduanya akan menurut segala kehendak Oei Liong dan Oei Hwa!

Kwan Cu saling lirik dengan nona di sebelahnya. Diam-diam pemuda ini merasa geli karena nona ini cemberut dan memandangnya dengan muka marah. Sedikitpun tidak kelihatan nona perkasa itu takut, maka diam-diam Kwan Cu menjadi kagum. Baginya sendiri, tidak ada yang perlu ditakutkan, karena kalau dia mau, sesungguhnya dengan beberapa gerakan saja semua belenggu kaki tangannya akan mudah dia putuskan dan dengan mudah pula dia akan dapat menolong keselamatan mereka berdua.

Akan tetapi dia tidak mau melakukan hal ini dan akan menanti dan melihat lebih dulu apa yang akan terjadi selanjutnya. Kwan Cu mengganggap semua itu sebagai lelucon yang menggelikan belaka, bahkan semua yang dihadapinya merupakan hiburan yang menggirangkan hatinya.

“Dasar kau yang menjadi biang keladi!” Nona di sebelahnya menggerutu kepadanya.

Kwan Cu tersenyum dan memandang dengan mata jenaka. Gadis itu makin marah, akan tetapi juga terheran-heran. Dia sendiri memang berhati tabah dan keras, sedikitpun tidak sudi memperlihatkan kelemahan hati dan tidak mau kelihatan takut.

Akan tetapi tersenyum-senyum seperti pemuda itu, dengan pandangan mata demikian jenaka seakan-akan merasa gembira sekali, tak mungkin dapat ia lakukan! Bagaimana dalam keadaan demikian berbahaya dan tidak berdaya, pemuda itu masih dapat tersenyum-senyum gembira?

“Kau cengar-cengir mau apakah?” bentaknya perlahan-lahan sambil melototkan matanya. “Sungguh, kalau bukan kau tolol atau gila, agaknya aku yang sudah berubah ingatanku melihat orang tertawan dan berada dalam keadaan bahaya masih cengar-cengir seperti badut!”

“Mengapa tidak bergirang hati? Kau dengar sendiri tadi, kau dan aku hendak dikawinkan oleh Oei Liong dan Oei Hwa. Siapa yang tidak girang?”

Nona itu menjebikan bibirnya yang merah.
“Hm, kau girang hendak menjadi suami Oei Hwa, siluman wanita itu? Dasar mata keranjang! Huh, muak perutku melihat mukamu!”

Kwan Cu makin geli hatinya.
“Jadi kau tidak suka dikawin oleh Oei Liong, kepala bajak yang gagah dan bermuka kuning itu?”

“Siapa sudi? Lebih baik aku mati!”

“Aha, sudah tentu kau tidak suka karena kau sudah bertunangan! Bukankah kau tunangannya The Kun Beng?”

Nona itu membelalakkan matanya dan mukanya berubah.
”Bagaimana kau bisa tahu? Siapakah kau?”

“Bun Sui Ceng, lupa lagikah kau kepadaku? Dahulu sudah seringkali kita bertemu.”

“Heeee….?? Siapa kau?” Gadis itu yang ternyata memang benar Bun Sui Ceng adanya, bertanya kaget.

“Aku selamanya takkan bisa lupa kepadamu, takkan lupa kepada mendiang ibumu yang berhati mulia. Aku adalah bocah gundul yang dulu pernah ditolong oleh ibumu.”

“Kwan Cu…. ?!? Kau Lu Kwan Cu… ?”

Sui Ceng memandang dengan mata terbelak dan sinar matanya mencari-cari, menyelidiki ke seluruh kepala dan muka Kwan Cu, maka tertawalah gadis itu, tertawa geli sekali.

Kwan Cu mengerutkan kening, kalau tadi dia mentertawai gadis itu, sekarang dia ditertawai. apanyakah yang menggelikan? Apakah mukanya bercoreng hitam?

“Eh, Sui Ceng, kau cekikikan itu ada apakah?” tanyanya mendongkol.

Sui Ceng makin geli, mengigit bibirnya agar mulutnya tidak terbuka dalam ketawanya, karena dia tidak mungkin dapat menggunakan tangan untuk menutupi mulutnya. Oleh gerakan bibir itu ia nampak lucu sekali.






Tidak ada komentar :