*

*

Ads

Rabu, 06 Februari 2019

Pendekar Sakti Jilid 132

Kwan Cu nampak kecewa.
“Benar katamu, Sui Ceng. Kau……. kau tentu tidak sudi melakukan perjalanan bersamaku.”

Sui Ceng tertawa melihat sikap pemuda ini.
“Bukan begitu, memang kita tidak mempunyai keperluan untuk melakukan perjalanan bersama. Bahkan aku mengajak kau berlomba, siapakah yang akan dapat memenuhi pesanan kong-kongmu itu lebih dahulu.”

“Hm… kau tidak adil. Kau sudah tahu akan pesanan itu, sedangkan aku belum. Baiklah, aku segera akan menyusulmu, Sui Ceng. Kita pasti akan bertemu lagi kelak.”

“Selamat berpisah,” kata Sui Ceng sambil memutar tubuhnya.

“Selamat berpisah sampai berjumpa kembali,” kata Kwan Cu tanpa memutar tubuh, bahkan memandang kepada gadis itu yang mulai berjalan pergi.

Akan tetapi tiba-tiba Sui Ceng membalikan tubuhnya sambil berseru.
“Kwan…”

Ia terpaksa menghentikan panggilannya karena melihat bahwa pemuda itu ternyata belum pergi, masih berdiri memandangnya! Merah muka Sui Ceng melihat kenyataan ini.

“Ada apakah, Sui Ceng? Masih ada sesuatau yang harus kita bicarakan agaknya?”

“Aku lupa untuk bertanya tentang sikapmu tadi ketika kita masih dibelenggu,” berkata sampai di sini, wajah nona itu menjadi makin merah dan sepasang matanya menyinarkan cahaya penasaran. “Kau bilang bahwa kau gembira sekali karena keaadan kita waktu itu menyatakan bahwa kita seakan-akan saling……. saling menikah? Mengapa? Mengapa kau gembira?”

Terbelalak lebar sepasang mata Kwan Cu yang bersinar tajam dan berpengaruh itu. Perlahan-lahan kedua pipinya merah sekali. Akan tetapi, pemuda ini semenjak bersumpah di depan Liyani, gadis raksasa itu bahwa dia mencintai seoang gadis yang bernama Bun Sui Ceng, dia sering kali melamun dan bermimpi tentang gadis ini. Dan semenjak itu dia betul-betul merasa betapa dia mencintai Sui Ceng!

Terdorong oleh kejujurannya, pula karena dia melihat bahwa Sui Ceng juga seorang gadis jujur, dia lalu memberanikan diri, menekan hatinya yang berguncang, lalu berkata dengan gagahnya.

“Mengapa aku gembira dapat menikah dengan engkau? Sui Ceng, karena aku……. aku cinta kepadamu!”

Sui Ceng bengong. Belum pernah selama hidupnya ia bertemu dengan seorang pemuda yang demikian terus terang, tanpa tedeng aling-aling lagi menyatakan isi hatinya, mengaku cinta padanya. Akan tetapi ia lalu teringat akan sesuatu dan mukanya menyatakan kemarahan.

“Kwan Cu, bagus benar watakmu! Bukankaah kau sudah tahu bahwa aku ini tunangan The Kun Beng?”

“Memang aku sudah tahu,” kata Kwan Cu mengangguk.

“Dan kau masih berani menyatakan ci……. cinta … padaku?”

“Mengapa tidak?”

“Kau mengkhianati Kun Beng yang kau anggap kawan sendiri!”






Kwan Cu mengangguk.
“Memang, akan tetapi kalau aku tidak berterus terang, bukankah itu berarti aku mengkhianati hati sendiri? Pula, terus terang saja kukatakan bahwa Kun Beng tidak berharga untuk menjadi suamimu!”

Makin terheranlah gadis itu dan untuk kedua kalinya ia bengong. Kemudian ia bertanya bibirnya tersenyum mengejek,

“Hm, dan kau pikir bahwa kaulah orang yang paling berharga untuk menjadi……… menjadi suamiku?”

Kwan Cu mengangguk.
“Memang, begitulah pikiranku.”

Sui Ceng membanting-banting kakinya.
“Kau kurang ajar sekali, Kwan Cu. Kau besar mulut! Kalau ada pedang di tanganku, tentu kau akan kuserang!”

“Kau sudah melakukan hal itu di atas perahu.”

“Ya, akan tetapi terganggu, belum sampai aku menusuk dadamu.”

”Kau ingin sekali membunuhku?”

“Ya, kalau kau begitu sombong, begitu kurang ajar, dan begitu rendah hati memburukkan nama orang lain di depanku.”

“Dengan ang-kinmu itu pun kau dapat melakukan pembunuhan terhadapku, Sui Ceng. Mengapa kau tidak lakukan hal itu?”

Sui Ceng tertegun.
“Selain sombong….. kau… kau… ”

“Ya….”

“Kau juga tabah sekali. Kau orang aneh, agaknya kau sudah miring otakmu.”

Setelah berkata demikian, Sui Ceng lalu membalikkan tubuhnya dan lari meninggalkan Kwan Cu.

Kwan Cu mengangkat kedua tangan, meraba-raba kepalanya sendiri dan menggerutu.
“Benar-benarkah sudah miring otakku? Mengapa aku begini tergila-gila setelah melihatnya? Ah…. jangan-jangan sudah miring benar-benar otakku…. ”

Sambil menggerutu dan mengeluh panjang pendek, Kwan Cu pergi dari situ, langsung menuju bukit dimana terdapat Goa Tengkorak, tempat bersembunyi kong-kongnya, yakni Menteri Lu Pin.

**** 132 ****





Tidak ada komentar :