*

*

Ads

Rabu, 06 Februari 2019

Pendekar Sakti Jilid 133

Di dalam Goa Tengkorak yang menyeramkan itu terdengar suara orang menangis.
“Kong-kong, aku bersumpah untuk membasmi keturunan An Lu Shan manusia jahanam itu!”

Terdengar orang yang menangis itu berkata dan suaranya lebih menyeramkan lagi karena bergema di dalam goa yang besar penuh tengkorak-tengkorak raksasa itu. Orang ini adalah Lu Kwan Cu yang berhasil mendapatkan Goa Tengkorak di mana kong-kong angkatnya telah meninggal dunia.

Ketika memasuki goa, Kwan Cu belum mengetahui bahwa Menteri Lu Pin telah meninggal dunia, akan tetapi setelah dia membaca tulisan berukir di dinding, mencabut pedang Liong-coan-kiam, lalu menuju ke hio-louw, dia melihat makam kong-kongnya itu dan menangislah dia. Hatinya amat terharu.

Mereka itu dua saudara yang gagah perkasa dan berjiwa pahlawan. Lu Sin dan Lu Pin. Dan keduanya merupakan orang-orang yang amat dijunjung tinggi dan dikasihani oleh Kwan Cu. Kini keduanya tewas karena membela kebenaran, membela negara dan bangsa. Dan hanya dia seoranglah yang berkewajiban membalas dendam, atau lebih tepat lagi berkewajiban melanjutkan cita-cita mereka berdua.

Kemudian Kwan Cu meninggalkan goa itu setelah menutupi goa itu dengan batu-batu dan alang-alang seperti yang dilakukan oleh Sui Ceng dulu. Hati dan pikirannya penuh cita-cita, dan dia merasa sebagai seorang yang memanggul banyak macam tugas kewajiban.

Pertama-tama, dia akan membalas dendam kepada para pembunuh Ang-bin Sin-kai, yakni Hek-i Hui-mo, Jeng-kin-jiu, Toat-beng Hui-houw, Pek-eng Sianjin dan para pembantu mereka. Ke dua, dia akan mencari keluar An Lu Shan dan akan membunuh mereka semua, sesuai dengan pesan kong-kongnya, Menteri Lu Pin. Urusan ke tiga, dia juga harus mencari Kun Beng dan Swi Kiat, untuk memenuhi permintaan Gouw Kui Lan, gadis yang bernasib malang itu.

Berpikir tentang Kun Beng dan Swi Kiat, Kwan Cu teringat akan Bun Sui Ceng. Hatinya berdebar kalau dia teringat akan pertemuannya dengan gadis itu beberapa hari yang lalu. Sui Ceng benar-benar telah menjadi seorang gadis yang melampaui keindahan gadis dalam mimpinya. Ia benar-benar jatuh hati kepada gadis itu, dan hatinya perih kalau teringat bahwa gadis itu telah ditunangkan dengan Kun Beng. Bukan perih karena cemburu atau iri, melainkan karena dia mendapat kenyataan batwa Kun Beng bukanlah seorang pemuda yang patut menjadi suami Sui Ceng. Bukankah Kun Beng telah melakukan hal yang amat rendah terhadap Gouw Kui Lan? Tidak, Kun Beng tidak seharusnya menjadi suami Sui Ceng. Dia akan mencegah terjadinya perjodohan itu! Kasihan kepada Kui Lan, juga kasihan kepada Sui Ceng.

Dengan cepat Kwan Cu melakukan perjalanan menuju ke kota raja karena dia hendak menyelidiki betul-betul dimana dia dapat mencari Hek-i Hui-mo, Jeng-kin-jiu, dan musuh-musuh yang lain.

la teringat kepada Lu Thong, cucu kong-kongnya yang berhati khianat itu, ia akan mempergunakan kekerasan, memaksa Lu Thong mengaku dimana adanya Jeng-kin-jiu Kak Thong Taisu. Juga dia akan mengunjungi An Kong putera An Lu Kui. Kali ini dia akan membunuh orang ini, juga An Lu Kui, karena mereka ini adalah keluarga An Lu Shan.

Semenjak Kwan Cu menyerbu ke kota raja dan berhasil menolong Kui Lan keluar dari gedung An Kong, tembok kota raja dijaga makin keras. Jangankan manusia biasa, seekor burung pun agaknya tak mungkin lewat di atas tembok kota raja tanpa terlihat oleh para penjaga yang banyak jumlahnya dan yang melakukan penjagaan secara bergilir .

Akan tetapi Kwan Cu bukanlah manusia biasa, juga bukan burung yang tidak mempunyai akal budi. Dengan gerakannya yang amat gesit, Kwan Cu dapat melewati penjagaan dan melompat ke atas tembok, mempergunakan kegelapan malam sehingga dia dapat masuk ke kota raja tanpa terlihat oleh siapapun juga.

Ternyata bahwa kota raja telah terjadi perubahan besar. Diantara mereka yang bersaingan merebutkan kedudukan, Si Su Beng kawan pemberontak An Lu Shan telah berhasil membunuh putera An Lu Shan yang dulu membunuh ayahnya sendiri. Kemudian Si Su Beng berhasil menduduki tempat tertinggi. Hal ini adalah berkat bantuan jago-jagonya, terutama sekali berkat bantuan Kiam Ki Sianjin, tosu yang berjuluk Pak-kek Sian-ong itu.

Biarpun diam-diam An Lu Kui dan kaki tangannya menaruh hati dendam karena pangeran yang terbunuh itu adalah keponakannya sendiri, namun An Lu Kui tidak berani berbuat sesuatu. Hanya diam-diam dia mengumpulkan kawan-kawannya mencari jalan untuk merampas kembali kedudukan yang dipertuan di Kerajaan Tang yang sudah dirampasnya itu.

Malam itu gelap dan dingin sekali hawanya. Kwan Cu pertama-tama segera menuju ke rumah gedung dimana tinggal An Kong pangeran botak putera An Lu Kui yang dulu pernah diserbunya ketika dia menolong Gouw Kui Lan.






Baginya An Kong juga keturunan atau keluarga An Lu Shan maka patut dibinasakan. Lagi pula, manusia macam An Kong itu memang sudah pantas kalau menerima hukuman mati, karena hidupnya hanya mengotorkan dunia dan melakukan kejahatan dan kekejian belaka.

Dengan kepandaiannya yang tinggi, Kwan Cu berhasil mengintai ke dalam. Di ruang tengah dia melihat An Kong tengah bercakap-cakap dengan dua orang perwira yang dikenalnya sebagai panglima-panglima pembantu An Lu Kui yang dulu pernah dikalahkan.

Mereka itu adalah Cang Kwan yang berwajah brewok dan Liong Tek Kauw, dua orang panglima yang memiliki kepandaian tinggi, akan tetapi yang bagi Kwan Cu bukan apa-apa.

Melihat An Kong, bangkit amarah di dada Kwan Cu, karena tidak saja pangeran botak ini mengingatkan dia akan Kui Lan yang bernasib malang, akan tetapi dia juga teringat, akan keluarga Lu yang terbinasa karena kekejaman keluarga An.

“An Kong anjing botak, aku datang untuk mengambil nyawamu!” kata Kwan Cu sambil melayang ke bawah.

Tadi ketika mengintai, dia mempergunakan dua kakinya dikaitkan pada balok melintang di bawah genteng dan kini tubuhnya melayang bagaikan seekor garuda menyambar.

An Kong dan dua orang panglima itu terkejut sekali. Pangeran botak ini cepat mencabut cambuk dan kebutannya, dan melihat bahwa yang datang adalah pemuda yang pernah merobohkannya dan merampas Kui Lan yang membuatnya tergila-gila, dia marah sekali.

“Bagus, kau datang mencari mampus!” serunya dan sebelum tubuh Kwan Cu tiba di atas lantai, kebutan dan cambuknya sudah menyambar dari kanan kiri.

Akan tetapi kali ini kedatangan Kwan Cu bukan untuk main-main atau menguji kepandaiannya. la datang dengan maksud membunuhi musuh-musuh besar yang membuat Menteri Lu Pin sekeluarga terbinasa secara sia-sia. Begitu melihat kebutan dan cambuk melayang dari kanan kiri, dengan sekelebatan saja dia sudah melihat dari pundak orang kemana arah tujuan serangan ini.

Tingkat kepandaian pemuda ini setelah menguasai pelajaran dari Im-yang Bu-tek Cin-keng memang tak dapat diukur lagi tingginya. Ia sudah mengatahui semua pokok dasar segala macam serangan ilmu silat, maka menghadapi serangan dari An-kong, dia telah tahu bagaimana untuk melayaninya.

Dengan tangan kirinya, dia menggunakan gerak tipu Kong-ciak-siu-po (Burung Merak Sambut Mustika), yakni sebuah jurus dari ilmu silat ciptaannya sendiri Kong-ciak-sin-na (Ilmu Silat Burung Merak). Dalam sekejap mata sebelum An Kong tahu apa yang telah terjadi, cambuknya telah kena dirampas oleh tangan kiri Kwan Cu.

Pemuda sakti ini tidak berhenti sampai disitu saja, dan pada saat kedua kakinya sudah menginjak lantai, tangan kanannya bergerak melakukan pukulan Pek-in-hoat-sut, menghantam ke arah kebutan yang memukul dari kanannya.

“Krak!” terdengar kebutan itu patah berikut tulang lengan An Kong disusul oleh menjeritnya pangeran botak itu yang terlempar ke belakang dan roboh sambil mengerang-erang kesakitan.

“Kau kejam sekali! Ada permusuhan apakah antara kau dan aku maka datang-datang kau menjatuhkan tangan maut?” teriak An Kong sambil memandang dengan mata terbelalak dan muka pucat.

Tidak saja dia terheran-heran dan amat kagum, akan tetapi dia juga amat ketakutan melihat sinar mata Kwan Cu yang tajam berpengaruh.

“Ingat saja apa yang sudah terjadi dengan keluarga Lu. Kau sebagai keluarga An harus mati.”

Setelah berkata demikian, dari tempat dia berdiri, Kwan Cu mengarahkan pukulan kepada pangeran botak itu. Biarpun jarak antara mereka ada dua tombak, dan tangan Kwan Cu tak pernah menyentuh dada An Kong, namun pangeran ini menjerit dan tewas pada saat itu juga karena hawa pukulan Pek-in-hoat-sut yang keluar dari pukulan tangan Kwan Cu telah menghancurkan isi dadanya!

Untuk sesaat, dua orang perwira pembantu An Lu Kui berdiri bengong dan tak dapat berkata-kata. Akan tetapi melihat pangeran itu rebah miring tak bernapas lagi, mereka menjadi marah dan segera menyerbu dengan senjata di tangan.

Namun Kwan Cu tentu saja tidak gentar, dan dia pun tidak sudi melayani orang-orang yang tidak ada sangkut pautnya dengan urusannya. Sekali tubuhnya bergerak dua orang perwira itu roboh tertotok. Mereka sendiri tidak tahu bagaimana hal itu bisa terjadi. Memang, dengan penglihatannya yang sudah luar biasa, pula karena dia memiliki gerakan cepat sekali, Kwan Cu telah mendahului mereka dan sebelum serangan mereka sampai dia telah menotok mereka dengan kedua tangannya.

Kwan Cu menyeret tubuh Cang Kwan, si panglima brewok, dijambaknya rambutnya dan diberdirikan, lalu dibebaskannya dari totokan.

“Hayo katakan, dimana adanya An Lu Kui ?” bentaknya setelah orang itu terbebas dari totokan.

Cang Kwan gemetar ketakutan. Ia adalah seorang panglima yang sudah banyak pengalaman bertempur dan kepandaiannya boleh dibilang sudah menduduki tempat cukup tinggi. Akan tetapi dalam tangan pemuda ini, dia tak lebih seperti seorang bocah yang bodoh dan canggung saja.

“An-ciangkun berada di gedungnya sendiri ” jawabnya perlahan.

“Di mana itu? Hayo kau antar aku!”

Kwan Cu mengempit tubuh yang tinggi besar itu bagaikan seorang dewasa mengempit sebuah boneka, lalu tubuhnya berkelebat keluar dari ruang itu terus melayang naik ke atas genteng. Atas petunjuk Cang Kwan, mereka tiba di atas sebuah gedung yang angker di dalam lingkungan bangunan-bangunan istana.

“Panggil An Lu Kui naik, lekas kalau minta nyawamu selamat!” Kwan Cu mengancam perlahan.

Karena sudah tidak berdaya dalam kempitan pemuda sakti ini, Panglima Cang Kwan lalu berteriak, suaranya parau memecah kesunyian malam,

“An-ciangkun, harap kau suka keluar, siauwte menanti di atas genteng. Penting sekali!” teriaknya.

Hening sesaat kemudian terdengar suara orang dari bawah genteng, terheran-heran.
“Eh, eh, eh, bukankah di atas itu Cang-ciangkun? Mengapa tidak turun saja?” itulah suara An Lu Kui, dan tak lama kemudian nampak bayangan orang di bawah genteng.

Kwan Cu melemparkan tubuh Cang Kwan ke bawah dan dia sendiri lalu melompat menyusul. Karena tadi sudah berjanji hendak mengampuni nyawa panglima itu, Kwan Cu mendahului, sampai di tanah dan dengan sebelah kaki dia menendang tubuh yang jatuh itu, mencegah tubuh itu terbanting hancur. Akan tetapi tendangan ini cukup membuat Cang Kwan pingsan untuk beberapa lama.

Adapun An Lu Kui ketika melihat siapa orangnya yang datang bersama Cang Kwan, menjadi terkejut sekali dan hendak berlari masuk. Namun dia kalah cepat dan dengan sebuah pukulan tangan kiri, Kwan Cu membuat An Lu Kui roboh terguling dengan tulang iga patah-patah!

“lnilah pembalasan dari keluarga Menteri Lu Pin yang telah binasa oleh keluargamu!” kata Kwan Cu.

Melihat panglima itu masih bergulat dengan maut, pemuda ini tidak tega dan sekali dia mengerahkan tenaga Pek-in-hoat-sut memukul ke arah An Lu Kui, panglima itu tewas tanpa banyak penderitaan lagi.

Tiba-tiba berkelebat empat sosok bayangan orang dan tahu-tahu Kwan Cu telah dikurung oleh empat orang kakek. Tiga orang di antaranya adalah tosu-tosu yang berjenggot panjang.

Kwan Cu segera mengenal bahwa seorang di antara tiga tosu itu bukan lain adalah Kiam Ki Sianjin yang lihai, dan tosu ke dua dia masih ingat adalah Pek-eng Sianjin, ketua dari Kun-lun Ngo-eng yang pernah dibasmi oleh Pak-lo-sian Siangkoan Hai dan Ang-bin Sin-kai. Yang seorang lagi adalah seorang hwesio berkepala gundul yang bertubuh gemuk. la tidak kenal siapa adanya hwesio ini dan tidak kenal pula tosu ke tiga, akan tetapi sikap mereka menunjukkan bahwa mereka pun memiliki kepandaian tinggi.






Tidak ada komentar :