*

*

Ads

Rabu, 27 Februari 2019

Pendekar Sakti Jilid 177

Setelah melakukan tugas membantu perjuangan rakyat beberapa tahun lamanya, para orang gagah yang tidak gugur dalam peperangan, kembali ke tempat masing-masing termasuk Pak-lo-sian yang mengajak Swi Kiat kembali ke utara. Kun Beng yang mendapat pukulan batin hebat karena peristiwa dengan Gouw Kui Lan, melenyapkan diri, agaknya untuk menebus dosa. Sui Ceng lalu menyusul gurunya, Kiu-bwe Coa-li untuk memperdalam ilmu silatnya serta mempelajari kebatinan. Hatinya masih terluka dan dia masih menderita patah hati serta duka, mengandung cinta kasih yang tidak tercapai.

Bagaimana dengan Kwan Cu, pendekar sakti itu? Pemuda ini menderita batinnya. Cinta kasihnya terhadap Sui Ceng mengalami kegagalan, membuat dia makin merasa jemu terhadap kehidupan. Biarpun usianya baru dua puluh empat tahun, namun dia seperti seorang yang jauh lebih tua.

Namun, semangat membalas dendam masih terkandung dalam hatinya, terhadap An Kai Seng, musuh besar yang tinggal satu-satunya itu. Oleh karena itu, setelah peperangan selesai dan pemerintah Tang berdiri kembali, Kwan Cu lalu mulai melakukan perjalanan untuk mencari musuh besarnya ini. Akhirnya dia mendapat berita, bahwa An Kai Seng tinggal di kota An-keng di Propinsi An-hui. Segera dia menuju ke selatan untuk mencari musuh besarnya ini.

Kota An-keng terletak di tepi Sungai Yang-ce-kiang dan merupakan kota yang besar dan ramai. An Kai Seng tinggal di kota besar ini bersama isterinya dan dia tetap mempergunakan nama Tan Kai seng. Tak seorang pun pernah mengira bahwa Tan Kai Seng ini adalah cucu dari An Lu Shan si pemberontak yang sudah mendatangkan banyak sekali malapetaka kepada rakyat jelata.

Setelah mengetahui bahwa musuh besarnya, yakni Lu Kwan Cu yang amat lihai menghendaki nyawanya, An Kai Seng dan isterinya telah memperdalam ilmu silatnya sehingga kepandaiannya jauh lebih maju kalau dibandingkan dengan dahulu ketika dia bertemu dengan Kwan Cu.

Isterinya bahkan belajar lagi dari gurunya, yakni Lui Kong Nikouw, sedangkan An Kai Seng belajar dari beberapa orang guru silat yang pandai. Tidak demikian saja, bahkan An Kai Seng yang kaya raya itu kini mendatangkan banyak jago-jago silat untuk menjadi pengawalnya dan menjaga keselamatannya. Juga Lui Kong Nikouw kini ditarik olehnya dan tinggal di kota An-keng.

Di samping Lui Kong Nikouw, masih ada tiga orang lagi yang dia amat andalkan, yakni tiga jago yang disebut Sin-to Sam-eng (Tiga Orang Gagah Bergolok Sakti). Mereka ini adalah murid-murid Siauw- lim-si yang diusir dari partai itu karena melanggar peraturan. Dengan pandai mereka dapat menyelundup ke Go-bi-san dan menjadi murid partai Go-bi-pai pula, akan tetapi lagi-lagi mereka diusir karena memang mereka bukan orang baik-baik.

Akan tetapi setelah menerima pelajaran ilmu silat dari dua partai ini, ditambah pula dengan pengalaman-pengalaman mereka dan pergaulan mereka dengan kaum hek-to (penjahat), kepandaian tiga orang ini benar-benar amat lihai. Yang tertua bemama Ang Kian, berjuluk It-to-cilan (Setangkai Bunga Cilan), seorang jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) yang ditakuti orang. Setiap kali melakukan perbuatan terkutuk, dia selalu meninggalkan sebatang cilan-piauw, yakni semacam senjata rahasia berbentuk bunga cilan, maka dia mendapat nama julukan It-to-cilan.

Orang ke dua bernama Yap Ki, seorang ahli mempergunakan racun sehingga dijuluki Tok-ong (Raja Racun), sedangkan orang ke tiga adalah adiknya sendiri bernama Yap Ek yang paling lihai ilmu goloknya di antara dua orang kawannya.

Tiga orang penjahat ini dengan menggabungkan ilmu silat Siauw-lim-si dan Go-bi, dapat menciptakan ilmu golok yang mereka namakan Sin-sam-to-hiap (llmu Golok Tiga Serangkai Yang Sakti), nama yang benar-benar menggambarkan betapa sombong adanya tiga orang ini.

Namun, memang ilmu golok mereka jarang ada yang dapat menandingi dan hal ini membuat mereka makin sombong dan tinggi hati. Hanya dengan harta bendanya yang banyak serta senyum serta lirikan mata Wi Wi Toanio yang menggiurkan, maka Ang Kai Seng berhasil menarik tiga orang ini menjadi sahabatnya atau lebih tepat disebut pengawal pribadinya.

Ia maklum bahwa antara isterinya dan It-to-cilan Ang Kian yang berwajah tampan ada hubungan yang tidak seharusnya, akan tetapi An Kai Seng hanya dapat mengelus dada saja. Kepandaian isterinya lebih tinggi daripada kepandaiannya sendiri, sedangkan An Kian juga memiliki kepandaian yang tak mampu dia melawannya. apalagi Ang Kian dan kawan-kawannya adalah pelindung-pelindungnya, maka dia merasa bahwa menjaga keselamatan diri sendiri lebih penting daripada kebahagiaan rumah tangganya. Maka dia tidak mempedulikan lagi kepada isterinya, bahkan ditemani oleh kawan-kawannya ini, dia mulai mencari hiburan di luar dan memelihara banyak selir di luaran.

Selain melakukan penjagaan yang amat kuat di rumahnya, juga di kota An-keng dan di sekitarnya, dia melepas banyak kaki tangan untuk menyelidiki kalau-kalau ada datang Kwan Cu musuh besarnya.






Akan tetapi sampai beberapa tahun tidak ada kabar ceritanya tentang Kwan Cu. Paling akhir dia mendengar bahwa musuhnya itu membantu kaum pejuang, maka dia menganggap bahwa pemuda itu tentu gugur dalam peperangan. Hatinya mulai lega dan tenang.

Akan tetapi, alangkah terkejutnya ketika pada suatu hari dia mendapat kabar dari pengurus hotel Liok-an yang menjadi kaki tangannya pula bahwa di hotel itu datang seorang pemuda yang mengaku bemama Lu Kwan Cu! Kalau ada geledek menyambarnya di waktu tengah hari, Kai Seng agaknya takkan sekaget itu. Cepat dia mengumpulkan jago-jagonya dan mengadakan perundingan.

“Belum tentu kalau yang datang itu musuh besarmu, Tan-wangwe,” kata Ang Kian menghibur. “Baiknya kita semua pergi ke hotel itu dan kau melihat sendiri apakah dia betul-betul musuh besarmu itu. Kalau betul, tak usah banyak ribut lagi kita terus membunuhnya.”

Memang Ang Kian amat sombong dan memandang rendah kepada musuh besar majikannya ini.

“Tak bisa, tak bisa!” kata Kai Seng yang sudah ketakutan. “Kalau benar dia Lu Kwan Cu, begitu melihat aku, tentu dia akan menyerangku!”

“Takut apa? Kita membawa kawan-kawan dan tak mungkin dia dapat mengalahkan kita,” kata Yap Ki.

“Tidak tepat,” lagi-lagi Kai Seng mencela, “lebih baik lekas panggil Kwa-sian-seng.”

Yang disebut Kwa-sianseng adalah seorang kaki tangannya yang selalu berpakaian seperti sastrawan, dan memang betul dia adalah seorang terpelajar yang terkenal ahli dalam melukis. Melihat sesuatu, dia dapat melukisnya cepat dan cocok sekali. Di samping kepandaian ini, dia pun mengerti ilmu silat cukup tinggi sehingga di kota An-keng dia dijuluki Bun-bu-siang-pit. Senjatanya adalah siang-pit (sepasang pit) yang tidak saja lihai kalau dipergunakan untuk menggambar, akan tetapi juga lihai kalau dimainkan sebagai senjata.

Orang she Kwa ini dipanggil dan segera mendapat tugas untuk menyelidiki pemuda di hotel Liok-an yang bemama Lu Kwan Cu itu. Kwa-sianseng menerima tugas ini dengan senyum menyeringai, karena setiap kali mendapat tugas dari hartawan she Tan ini, selalu dia akan pulang dengan kantong penuh uang.

Pemuda yang datang di hotel Liok-an itu memang benar Lu Kwan Cu. Biarpun pemuda ini dapat menduga bahwa tentu di kota ini An Keng Seng mempunyai banyak kaki tangan dan mata-mata, namun dia sengaja menuliskan nama asli di buku tamu. Apa yang dia takutkan? Pemuda ini merasa yakin akan kepandaiannya sendiri dan dia sudah merasa pasti bahwa betapapun juga akhimya dia akan berhadapan muka dengan musuh besarnya. Setelah membersihkan diri, dia lalu pergi ke rumah makan untuk makan siang.

Seperti juga di hotel Liok-an, di rumah makan itu terdapat banyak pelayan yang amat memperhatikan dia. Dengan pandangan matanya yang sudah awas itu, Kwan Cu dapat membedakan perhatian orang biasa dan perhatian orang yang mengandung maksud tertentu.

Akan tetapi dia pura-pura tidak melihat dan makan dengan tenang, sungguhpun dia amat berhati-hati dan mencoba setiap masakan lebih dulu, menjaga kalau-kalau fihak musuh menaruh racun.

Di dalam rumah makan itu hanya ada beberapa orang tamu yang makan siang. Akan tetapi diantara mereka, hanya seorang yang menarik perhatian Kwan Cu dan diam-diam dia mengawasi gerak-gerik orang ini.

la melihat orang ini sebagai seorang sastrawan dan biarpun orang itu kelihatan makan minum seorang diri, namun dia tahu bahwa orang itu amat memperhatikannya dan tiba-tiha dia melihat orang itu mencorat-coret sehelai kertas dengan pitnya. Melihat pit itu makin besar kecurigaan hati Kwan Cu. Pit itu, gagangnya terbuat daripada kuningan dan lebih tepat kalau dipergunakan sebagai senjata.

Akan tetapi Kwan Cu pura-pura tidak melihatnya dan mempercepat makannya. Setelah membayar heres, dia lalu keluar. Akan tetapi ketika dia sengaja lewat di dekat meja sastrawan itu dan melirik ke atas mejanya, dia menjadi terkejut dan heran karena biarpun orang itu cepat-cepat menutupi kertas yang dicoret-coretnya, dia masih melihat sekelebatan bahwa di atas kertas itu tergambar wajahnya sendiri!

Namun Kwan Cu dapat menekan perasaannya dan cepat melangkah keluar. la segera menyelinap dan bersembunyi di tempat agak jauh sambil memasang mata. Apakah kehendak sastrawan itu yang menggambar mukanya demikian cepat dan demikian cocok?

Tak lama kemudian dia melihat orang itu keluar, menengok ke kanan kiri lalu berjalan dengan tindakan kaki tergesa-gesa ke kiri. Kwan Cu mengikutinya dari jauh. Orang itu masuk ke dalam rumah gedung yang mewah dan terjaga kuat. Di pintu pekarangan saja dia melihat lima orang laki-laki yang sikapnya seperti tukang pukul, duduk sambil bercakap-cakap. Melihat sastrawan itu, lima orang penjaga menjura sambil tertawa.

“Lopek, bukankah rumah gedung itu tempat tinggal Kwan-wangwe (hartawan she Kwan)?” tanya Kwan Cu kepada seorang tua yang memikul tahu.

Kakek itu menggerakkan alisnya heran.
“Eh, anak muda, masa kau tidak tahu bahwa itu adalah gedung dari Tan-wangwe?”

Kwan Cu berdebar girang, akan tetapi dia tidak memperlihatkan kegembiraannya, bahkan nampak kecewa.

“Aku mencari rumah hartawan Kwan.”

“Entahlah, aku tidak tahu dimana rumah hartawan Kwan. Kalau gedung itu memang rumah hartawan Tan Kai Seng, siapa orangnya tidak mengenal rumahnya?” Tukang tahu itu lalu pergi lagi setelah Kwan Cu menghaturkan terima kasihnya.

“Hm, tak salah lagi. Di situ tempat tinggal anjing she An itu,” pikimya dan tanpa membuang waktu lagi dia lalu melangkah lebar menuju ke pintu gerbang pekarangan gedung itu.

“Siapa kau? Mau apa menyelonong kesini?” bentak seorang diantara lima penjaga pintu pekarangan.

“Katakanlah kepada Tan-wangwe bahwa seorang sahabat dari jauh hendak bertemu dengan dia,” jawab Kwan Cu tenang.

“Tan-wangwe sudah memesan kepada kami bahwa hari ini dia tidak mau terima tamu. Kau lekas tinggalkan nama dan alamat biar nanti kami yang menyampaikan. Besok pagi boleh datang lagi menerima keputusan.”

“Hm, dia hendak menyembunyikan diri? Tidak apa, aku bisa masuk sendiri menemuinya.”

Sambil berkata demikian, Kwan Cu tidak pedulikan lagi para penjaga itu dan terus berjalan masuk.

“Heiii, kau ini bangsat dari mana begini tidak tahu aturan? Berhenti!”

Lima orang penjaga mengejar, akan tetapi Kwan Cu berjalan terus memasuki pekarangan.

“Kau harus dilempar keluar!” bentak seorang diantara mereka sambil mencengkeram pundak Kwan Cu dan hendak melemparkan pemuda itu keluar dari pekarangan.

Akan tetapi, segera dia berseru kaget ketika tiba-tiba tubuhnya sendiri yang terpelanting keluar dari pekarangan, jatuh di jalan raya mengeluarkan suara berdebuk!

Empat orang penjaga yang lain menjadi marah dan mereka lalu memukul. Terdengar suara “bak-buk-bak-buk” dan bukan yang dipukul yang jatuh, melainkan para pemukulnya yang memekik kesakitan dan terguling roboh!

Jeritan para penjaga pintu terdengar oleh orang-orang yang berada di dalam gedung. Tak lama kemudian keluarlah berlarian beberapa orang dan Kwan Cu menjadi girang bukan main, karena diantara sekian banyak orang itu dia mengenal An Kai Seng dan Wi Wi Toanio!

“Bangsat she An, bersiaplah untuk mampus!” bentak Kwan Cu sambil menghunus pedang Liong-coan-kiam dari pinggangnya.

Akan tetapi sekali berkelebat, Kai Seng dan Wi Wi Toanio lenyap di dalam gedung dan ketika Kwan Cu hendak mengejar, dia dihadang oleh lima orang. Orang pertama adalah si sastrawan tadi yang bukan lain adalah Kwa-sianseng. Orang ke dua adalah Lui Kong Nikouw yang sudah dikenal oleh Kwan Cu. Adapun tiga orang lain adalah Sin-to Sam-eng yang belum dikenalnya.






Tidak ada komentar :