*

*

Ads

Jumat, 29 Maret 2019

Ang I Niocu Jilid 068

Diam-diam Cheng-jiu Tok-ong terkejut sekali ketika memperhatikan permainan pedang nenek ini. Ia mengenal gerakan-gerakan ilmu pedang itu akan tetapi kalau ia melihat wajah yang keriputan ini, ia menjadi ragu-ragu.

“Tahan! Twanio, siapakah kau dan mengapa kau memusuhi kami?” Chengjiu Tok-ong berseru.

Terdengar nenek itu tertawa dan orang menjadi terheran-heran mendengar suara ketawanya, begitu merdu seperti suara ketawa seorang gadis belasan tahun!

“Cheng-jiu Tok-ong, kau telah menjadi kaki tangan pemberontak dan berani sekali menghina muridku. Benar-benar keterlaluan!”

Seperti juga suara ketawanya, kata-katanya ini diucapkan dengan suara yang merdu sekali!

Mendengar suara ini, Cheng-jiu Tok-ong dan Ang I Niocu hampir berbareng berseru,
“Bi Sian-li Pek Hoa Pouwsat…”

Nenek yang berambut putih dan berwajah keriputan itu sekali lagi tertawa merdu, nadanya mengejek.

“Pek Hoa… mengapa kau menyerangku? Dia itu muridmu, akan tetapi mengapa berani sekali melawanku? Biarpun demikian, kalau kau menghendaki, aku bisa mengampunkan dia. Mari kita bicara baik-baik, Pek Hoa…”

Akan tetapi Pek Hoa Pouwsat atau nenek buruk itu hanya tertawa terkekeh-kekeh dan tiba-tiba sepasang pedangnya bergerak secara aneh sekali! Gerakan ini disusul oleh seruan kaget dari para pengeroyoknya dan dalam beberapa gebrakan saja empat orang pengeroyoknya telah roboh dan tewas!

Cheng-jiu Tok-ong kaget setengah mati, apalagi ketika ia menyaksikan sepasang pedang dari bekas muridnya ini yang benar-benar luar biasa sekali, gerakannya demikian indah dan halus, dan nenek yang tubuhnya masih nampak langsing itu bergerak-gerak seperti orang menari secara amat menggairahkan!

Biarpun hal ini nampak lucu karena nenek itu tua, namun tetap saja masih mendatangkan pengaruh yang luar biasa terhadap para pengeroyoknya. Inilah ilmu pedang ciptaan Pek Hoa Pouwsat yang disebut ilmu pedang Bi-jin-khai-i, ilmu pedang yang mengandung kekuatan sihir dan bahkan sudah berhasil merobohkan pendekar sakti seperti Han Le!

Juga Im Giok terheran-heran. Tidak salah lagi pendengarannyag suara itu adalah suara bekas gurunya, Bi Sian-li Pek Hoa Pouwsat. Akan tetapi dahulu Pek Hoa Pouwsat adalah seorang wanita yahg amat cantik jelita seperti bidadari, mengapa sekarang menjadi nenek-nenek tua sekali yang buruk?

Betapapun juga, kedatangan nenek yang membantunya ini dan melihat kelihaiannya, hati Im Giok menjadi besar dan pedangnya menjadi sinar bergulung-gulung seperti naga mengamuk. Untuk mengimbangi keindahan permainan sepasang pedang Pek Hoa Pouwsat, Ang I Niocu lalu mainkan limu pedangnya yang seperti tarian indah, akan tetapi kehebatannya luar biasa sekali sehingga tiap kali berkelebat tentu ada lawan yang roboh!

Betapapun juga sepak terjang Im Giok, masih belum ada artinya kalau dibandingkan dengan Pek Hoa Pouwsat. Nenek ini benar-benar mengerikan sekali sepak terjangnya. Kalau pedang kanan atau kiri di tangannya berkelebat, bukan satu orang yang roboh, sedikitnya ada tiga orang roboh tak bemyawa lagi. Sebentar saja di tempat itu berubah menjadi tempat yang mengerikan di mana mayat bertumpuk-tumpuk dan darah membanjir.

Cheng-jiu Tok-ong makin terdesak hebat oleh sepasang pedang bekas muridnya sendiri itu. Ngeri ia memikirkan betapa ia terancam bahaya maut di tangan bekas muridnya sendiri. Terbayanglah semua peristiwa yang terjadi dahulu ketika Bi Sian-li Pek Hoa Pouwsat masih menjadi muridnya.

Pek Hoa adalah seorang anak perempuan yatim-piatu, karena ayah bundanya yang menjadi kepala penyamun telah tewas di dalam tangan Cheng-jiu Tok-ong. Melihat bocah perempuan yang berkulit halus putih dan berbibir merah itu, Cheng-jiu Tok-ong tertarik lalu membawanya pulang dan bocah berusia tujuh tahun ini diambil menjadi muridnya.

Pek Hoa menjadi dewasa dalam asuhan orang yang berwatak bejat, bahkan Cheng-jiu Tok-ong tidak malu, untuk mempermainkan muridnya sendiri sehingga semenjak kecil Pek Hoa sudah diajar segala macam perbuatan buruk dan tak tahu malu. Akhimya Pek Hoa meninggalkannya dan kemudian ia mendengar bahwa bekas murid, juga bekas kekasihnya itu telah menjadi murid Thian-te Sam-kauwcu dan memiliki kepandaian yang luar biasa tingginya.






Sekarang, teringat akan ini semua, Cheng-jiu Tok-ong mengeluarkan keringat dingin. Sangat boleh jadi bahwa Pek Hoa yang kini sudah kenyang akan pengalaman di dunia kang-ouw, dapat menduga bahwa dialah yang telah membunuh ayah bunda dari Pek Hoa.

Boleh jadi sekali bekas muridnya ini sekarang datang untuk membalas dendam! Teringat akan hal ini, Cheng-jiu Tok-ong lalu berlaku nekad dan diam-diam ia mengeluarkan jarum-jarumnya yang beracun, juga mengeluarkan Cheng-tok-see (Pasir Hijau Beracun).

Ia maklum bahwa ia tidak akan mendapat ampun dan pula tidak mungkin baginya untuk melepaskan diri lagi. Maka ketika kembali Pek Hoa Pouwsat merobohkan empat orang kawannya sehingga yang lain-lain menjadi gentar dan menjauhkan diri, Cheng-jiu Tok-ong mempergunakan kesempatan selagi Pek Hoa mencabut pedangnya dari tubuh lawan yang dirobohkan, segera menyerang bertubi-tubi.

Jarum dan pasir beracun disambitkannya dan semua ini dibarengi dengan serangan golok Cheng-tok-to secara nekad dan mati-matian.

Pek Hoa Pouwsat terkejut juga menghadapi serangan ini. Ia berhasil menangkis golok dan mengelak ke kiri, terus menusukkan pedangnya yang tepat mengenai ulu hati bekas gurunya.

Akan tetapi tiga batang jarum juga tepat mengenai leher, pundak, dan dadanya! Tiga batang jarum ini adalah Cheng-tok-ciam dan Pek Hoa tahu bahwa nyawanya takkan tertolong lagi. Ia membiarkan jarum-jarum ini menelusup memasuki dagingnya dan sambil tertawa terkekeh-kekeh melihat gurunya berkelojotan lalu tewas, ia mengamuk terus!

Di lain pihak, Im Giok dalam amukannya melihat Lie Kian Tek berlari mendekati Tiauw Ki dengan pedang terangkat tinggi. Gadis ini maklum akan maksud putera gubemur ini, tentu hendak membunuh kekasihnya yang masih duduk tak berdaya karena luka-lukanya.

Cepat ia melompat bagaikan terbang dan tepat sekali datangnya ini. Terlambat sedikit saja tentu kekasihnya tak dapat ditolong pula. Dengan gemas ia menangkis sambil mengerahkan tenaga. Terdengar suara keras dan pedang di tangan Lie Kian Tek terbabat putus dan di lain saat tubuh putera gubernur itu terlempar jauh terkena tendangan kaki Im Giok!

Im Giok masih marah dan hendak mengejar tubuh Lie Kian Tek yang sudah pingsan itu untuk dibunuhnya, akan tetapi ia dihadang oleh belasan orang perwira sehingga ia mengamuk lagi.

Para perajurit dan perwira-perwiranya melihat betapa Lie Kian Tek sudah terluka hebat dan Cheng-jiu Tok-ong sudah tewas, menjadi lenyap semangat mereka. Apalagi sudah terlalu banyak kawan mereka yang tewas. Maka sambil membawa tubuh Lie Kian Tek yang pingsan, mereka lalu melarikan diri di atas kuda dan membalapkan kuda tunggangan mereka!

Im Giok sudah terlalu lelah untuk mengejar mereka. Sebaliknya, ia melihat Pek Hoa Pouwsat mengeluh, melepaskan sepasang pedangnya dan terhuyung-huyung mau roboh.

Cepat Im Giok melompat dan memeluk wanita itu. Melihat betapa Pek Hoa telah menjadi seorang wanita yang mukanya tua dan buruk seperti iblis, dan melihat pula betapa bekas gurunya ini sekarang menderita luka berat dalam usahanya menolong nyawanya, hati Im Giok menjadi terharu sekali dan semua kebencian yang timbul di hatinya terhadap bekas guru ini lenyap, terganti oleh kasih sayang yang hangat seperti yang dulu terkandung di hatinya terhadap bekas guru ini.

“Enci Pek Hoa…” bisiknya sambil memondong tubuh bekas gurunya itu, dibawa ke tempat yang bersih dari tumpukan mayat.

Tiauw Ki menguatkan tubuh dan setengah merangkak ia pun menghampiri tempat itu.

Pek Hoa Pouwsat membuka matanya dan terlihatlah oleh Im Giok bahwa nenek ini benar-benar Pek Hoa Pouwsat gurunya. Sepasang mata yang bersinar-sinar dan bening bagus itu memang mata Pek Hoa. Tidak ada wanita kedua yang memiliki mata sebagus mata Pek Hoa, demikian pikir Im Giok. Ketika pandang matanya melihat luka di leher, pundak, dan dada yang mengeluarkan darah hijau, Im Giok menahan isak.

“Enci Pek Hoa…!” bisiknya lagi.

Pek Hoa tersenyum dan terbukalah mulutnya yang ompong. Im Giok bergidik. Dahulu gigi Pek Hoa bukan main indahnya, berderet rapi dan putih bersih laksana mutiara.

“Im Giok, anak baik, kau makin cantik saja…” Kemudian ia muntahkan darah yang wamanya hijau pula.

“Im Giok…, aku… aku takkan lama lagi dapat bertahan… kau cantik, sayang sekali kalau lenyap kecantikanmu… kau pergilah ke Pek-tiauw-san (Gunung Rajawali Putih) carilah telur Pek-tiauw… campur dengan obat ini… kau minum setengah tahun sekali… selama hidup kau akan tinggal muda dan cantik…”

Pek Hoa menghentikan kata-katanya dan tangannya mengeluarkan sebuah bungkusan, kemudian ia tertawa ha-ha-hi-hi, nampaknya geli dan seperti ada sesuatu yang lucu, tertawa terus akan tetapi suara ketawanya makin lama makin lemah sehingga akhirnya terhenti sama sekali!

“Enci Pek Hoa, kau mati karena aku… terima kasih…” bisik Im Giok di dekat telinga bekas gurunya dan tak tertahan pula dua titik air mata menetes di kedua pipinya.

Sayang sekali Im Giok tidak sempat mendengar tentang pengalaman Pek Hoa, tidak tahu tentang riwayatnya sehingga ia menyimpan obat pemberian bekas gurunya itu tanpa ragu-ragu lagi. Kalau saja ia tahu… kiranya ia akan membuang obat itu jauh-jauh dengan ngeri hati.

Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, setelah dikalahkan oleh Bu Pun Su dan terusir dari Pulau Pek-le-tho, Pek Hoa-Pouwsat pergi dengan hati perih sekali. Ia tidak berdaya menghadapi Bu Pun Su kakek sakti itu dan betapapun sakit hatinya, ia tak dapat berbuat apa apa.

Yang lebih menyakitkan hatinya adalah karena ia telah mengandung. Ia mendekati dan menggoda Han Le bukan sekali-kali karena ia mencinta pengemis Sakti itu. Tadinya ia bermaksud menundukkan Han Le agar cita-citanya membalas dendam tercapai, agar ia mendapat pembantu yang lihai.

Memang ia berhasil karena bukankah ia telah berhasil menewaskan Bok Beng Hosiang dan Kok Beng Hosiang dua orang tokoh Siauw-lim-pai, juga menewaskan Cin Giok Sianjin tokoh Kun-lun-pai atas bantuan Han Le!

Sayang sekali bahwa biarpun bantuan dari Han Le, tetap saja ia tidak mampu mengalahkan Bu Pun Su yang amat lihai itu. Dan semua itu dibelinya dengan penghinaan hebat. Tadinya ia hendak mengganggu Han Le, tidak tahunya ada juga rasa kasih sayang di dalam lubuk hatinya terhadap Han Le, apalagi ia telah mengandung! Dan kini ia terusir dari pulau itu, terpisah dari Han Le dan sama sekali tidak dapat membalas dendamnya.

Bukan main marah dan kecewanya hati Pek Hoa. Ia bersembunyi di dalam hutan lebat, menanti saat kelahiran anak yang dikandungnya. Wanita ini memang berhati keras dan merupakan seorang yang luar biasa sekali. Tanpa bantuan siapa-siapa, berkat lwee-kangnya yang tinggi dan kepandaiannya yang sudah sampai di tingkat puncak, ia dapat melahirkan anak yang dikandungnya dengan selamat.

Akan tetapi apa yang terjadi? Setelah anaknya terlahir, terjadi perubahan hebat pada dirinya! Kulitnya mengeriput, rambutnya yang hitam panjang berubah menjadi putih, sebaliknya kulitnya yang putih menjadi hitam dan tubuhnya menjadi kurus kering!

Pek Hoa Pouwsat semenjak kecil mengutamakan kecantikan dan untuk menjaga kecantikannya ia bahkan setengah tahun sekali makan telur Pek-tiauw yang dicarinya dengan susah payah. Dengan obat ini ia memang tidak pemah menjadi tua dan selalu tetap cantik dan muda.

Sekarang ia berubah menjadi demikian tua dan buruk, tentu saja hal ini merupakan pukulan yang hebat sekali baginya. Ia tidak mengira sama sekali bahwa khasiat obat itu akan musnah bahkan menjadi sebaliknya, merusak semua kecantikannya apabila ia mempunyai anak!

Kini baru ia tahu dan saking marah dan sedihnya, Pek Hoa Pouwsat seperti orang gila lalu membanting mati anaknya sendiri! Kemudian ia lalu berlari-lari seperti orang gila, merantau ke sana ke mari sampai akhimya ia bertemu dengan Im Giok yang dikeroyok oleh Cheng-jiu Tok-ong dan orang-orangnya.






Tidak ada komentar :