*

*

Ads

Selasa, 30 April 2019

Pendekar Bodoh Jilid 038

Sementara itu, Boan Sip dan kawan-kawannya melihat kesibukan tuan rumah karena datangnya seorang pemuda dan seorang gadis baju merah, menjadi tidak puas dan merasa betapa mereka dipandang ringan dan tidak dilayani seperti tamu agung.

“Eh, eh apakah tuan rumah lebih mementingkan kedatangan budak itu dari pada kami?”

Boan Sip dengan sikap sombong berkata sambil bertolak pinggang. Ketika Kwee In Liang memandang ke arahnya, ia berkata,

“Kwee Lo-enghiong, kau telah tahu akan maksud kedatanganku. Maka sekarang juga aku minta keputusanmu dan marilah kau memberi sedikit pengajaran kepadaku, untuk melanjutkan main-main yang kita lakukan di dalam hutan beberapa hari yang lalu. Aku telah berjanji akan datang, apakah kau tidak berani menyambutku?”

Bukan main marahnya hati Kwee In Liang mendengar kata-kata orang yang tidak sopan dan sikap yang kasar menantang ini. Ia maklum bahwa kepandaiannya masih kalah jika dibandingkan dengan perwira muda ini, akan tetapi ia tidak mau memperlihatkan kelemahannya.

“Orang she Boan! Agaknya kau telah melupakan kesopanan dan sengaja datang membawa kawan-kawanmu untuk mengacau pestaku!” orang tua ini lalu bertindak maju.

Akan tetapi, tiba-tiba Lin Lin telah mendahului ayahnya dan dengan sekali lompatan ia telah menghadapi Boan Sip.

“Orang she Boan, engkau menjabat pangkat tetapi tidak mengenal aturan! Kami tidak mengundang akan tetapi engkau telah menebalkan muka untuk datang di pesta kami. Apakah engkau tidak malu? Kalau hendak datang mengajak pibu, apakah engkau tidak dapat memilih lain hari?”

“Ha, ha, ha!” Boan Sip tertawa mengejek. “Kalau mengadu kepandaian hanya mengandalkan keberanian, tak perlu memilih waktu dan tempat. Sekarang kebetulan sekali, banyak orang menjadi saksi, kalau pihak Tuan rumah mempunyai kegagahan, silakan maju memperlihatkan kepandaian!”

“Bangsat, apa kau kira kami takut kepadamu?”

Lin Lin berseru dan meraba punggung untuk mencabut senjatanya akan tetapi pada saat itu berkelebat bayangan putih yang datang dari pihak tamu wanita dibarengi bentakan,

“Manusia sombong jangan jual banyak tingkah disini!”

Bayangan itu ternyata adalah Pek Toanio yang mewakili sumoinya dan langsung ia menyerang dengan tamparan keras ke arah pipi Boan Sip. Akan tetapi Boan Sip siang-siang sudah dapat memaklumi akan kelihaian wanita ini karena tamparannya mendatangkan angin pukulan dahsyat dan gerakannya ketika melompat tadi ringan sekali.

Ia mengangkat tangan menangkis dan sepasang lengan beradu keras. Boan Sip terkejut sekali karena ia terdorong ke samping sampai terhuyung-huyung! Sementara itu Lin Lin mengundurkan diri dan duduk di dekat gurunya yang memandang dengan sikap tenang.

Kwee Tiong dan ketiga orang adiknya ketika melihat sikap Boan Sip yang sombong dan sengaja datang mengacau itu, menjadi marah sekali dan mereka berempat sambil mencabut pedang lalu maju menghampiri dengan sikap mengancam.

Akah tetapi Kwee In Liang yang maklum bahwa kepandaian mereka ini masih terlampau rendah untuk menghadapi Boan Sip, segera membentak,

“Jangan kurang ajar, kalian mundurlah dulu!”

Kwee Tiong merasa penasaran sekali akan tetapi ia tidak berani membantah ayahnya, maka bersama adiknya ia lalu berdiri dan bersiap sedia menghalau musuh yang kurang ajar itu.

Boan Sip yang melihat hal ini lalu tertawa bergelak-gelak.
“Ha, ha! Kwee Lo-enghiong agaknya tahu akan kebodohan putra-putranya, maka tak mengijinkan anak-anaknya maju, bahkan telah mengumpulkan orang-orang gagah untuk mewakilinya! Sungguh cerdik!” Kemudian ia berkata kepada Pek I Toanio, “Tidak tahu siapakah Lihiap yang begitu baik hati mewakili tuan rumah menyambutku?”






“Orang she Boan, kalau sikapmu tidak begini menjemukan dan kesombonganmu tidak begitu besar, siapa yang sudi melayanimu? Akan tetapi engkau telah lupa akan sopan santun dan tidak memandang mata kepada tuan rumah dan para tamunya. Apakah kau kira engkau seorang saja yang memiliki kepandaian? Orang lain boleh engkau hina, tetapi aku Pek I Toanio tak sudi menerima hinaan dari orang macam engkau!”

Memang Pek I Toanio biarpun pendiam, akan tetapi kalau sudah mengeluarkan kata-kata, selalu tajam dan berterus terang. Boan Sip pernah mendengar nama ini dan maklum akan kelihaiannya, akan tetapi ia tidak takut.

“Hmm, apakah benar-benar engkau hendak mencoba kepandaianku?” tanyanya.

“Siapa yang sedang main-main padamu?” jawab Pek I Toanio dengan senyum mengejek hingga kemarahan Boan Sip makin meluap.

“Kalau begitu kau mencari penyakit sendiri!” bentaknya dan ia lalu maju menyerang.

Pek I Toanio cepat berkelit dan membalas menyerang hingga sebentar saja mereka berdua bertempur dengan seru.

Sementara itu, Cin Hai semenjak datang dan duduk di kursi terdepan, beberapa kali bertukar pandang dengan Lin Lin dan gadis yang sedang marah itu apabila terbentur pandangan matanya dengan Cin Hai, lalu tersenyum seakan-akan minta maaf bahwa ia tidak bisa menyambut sebagaimana mestinya karena terganggu oleh para perwira kasar itu.

Kebetulan sekali Kwee Tiong dan ketiga orang adiknya berdiri di dekat tempat ia duduk. Kwee Tiong hanya mengerling kepadanya tanpa ambil peduli. Cin Hai tahu akan hal ini, akan tetap ia tersenyum dan berdiri pula lalu menghampiri mereka.

“Tiong-ko, bagaimana, apakah engkau mendapat kemajuan besar?” tanyanya dengan manis.

Kwee Tiong memandang ke arahnya dengan acuh tak acuh, tetapi untuk kesopanan ia menjawab juga,

“Biasa saja, dan engkau sendiri telah belajar apakah?”

Juga Kwee Sin, Kwee Siang dan Kwee Bun menghampiri Cin Hai untuk melihat dan bertanya kepada anak muda ini. Sikap mereka tidak seangkuh Kwee Tiong, akan tetapi rata-rata mereka memandang rendah kepada Cin Hai.

“Aah, aku tidak belajar apa-apa,” jawab Cin Hai sederhana.

Ketika Cin Hai sedang bercakap-cakap dengan Kwee Bun, Kwee Tiong menegur mereka,

“Sudahlah, jangan banyak cakap. Sekarang bukan waktunya mengobrol. Lihat tamu kita bertempur untuk kita, tidak pantas kita hanya mengobrol saja!”

Memang benar ucapan Kwee Tiong ini, karena pada saat itu pertempuran sedang berlangsung hebat. Boan Sip sungguh lihai dan gerakan-gerakannya selain cepat, juga mantap dan keras hingga Pek I Toanio harus mengeluarkan segenap kepandaiannya untuk melayani lawan yang kosen ini.

Cin Hai hanya memandang sebentar tetapi ia tidak tertarik melihat pertempuran itu. Sebaliknya ia celingukan ke sana ke mari mencari Kwee An dengan matanya. Mengapa ia tidak melihat Kwee An? Ia lalu menowel lengan Kwee Bun dan ketika pemuda ini berpaling, ia bertanya sambil berbisik,

“Di manakah adanya Saudara Kwee An?”

“Dia pergi merantau, sudah empat tahun belum kembali.”

Ketika Cin Hai hendak bertanya lagi, Kwee Tiong menengok kepada mereka dengan pandangan tak senang, hingga Cin Hai dan Kwee Bun tidak melanjutkan percakapan mereka.

Sebetulnya pada saat itu, perhatian Kwee Tiong tidak tertuju sepenuhnya kepada pertempuran yang sedang berlangsung dengan hebatnya, akan tetapi sebagian besar tertuju kepada Dara Baju Merah yang duduk di dekat ibu tirinya. Dalam pandangan matanya, Ang I Niocu nampak demikian cantik dan ayu hingga sepasang matanya seakan-akan tertarik oleh besi sembrani, ingin sekali Kwee Tiong memperlihatkan kegagahannya dan melawan musuh agar dapat menarik perhatian dan kekaguman gadis jelita itu. Ia merasa heran sekali mengapa Cin Hai, anak tolol itu dapat datang bersama-sama dengan seorang gadis demikian cantiknya!

Ang I Niocu ketika melihat jalannya pertempuran, di dalam hati juga merasa terkejut. Baginya, kepandaian Pek I Toanio cukup tinggi dan hebat, akan tetapi ternyata bahwa orang she Boan itu lebih lihai lagi dan gerakan-gerakannya diperhebat oleh ilmu cengkeraman dari Mongol yang sukar diduga gerakannya, hingga beberapa kali kalau tidak berlaku cepat tentu lengan Pek I Toanio sudah kena dicengkeram!

Diam-diam Ang I Niocu menguatirkan keadaan paman dari Cin Hai, karena baru seorang lawan saja sudah begini tinggi kepandaiannya, belum lagi yang empat lainnya! Ia maklum bahwa di situ ada Biauw Suthai yang berkepandaian tinggi, akan tetapi sampai di manakah tingkat kepandaian kawan-kawan Boan Sip yang duduk dengan muka tenang dan sombong itu?

Ia mengerling ke arah Cin Hai yang duduk sambil memandang ke sana ke mari dan yang tidak memperhatikan jalannya pertempuran, dan pada saat Ang I Niocu memandang kepada Cin Hai, pandangan matanya terbentur dengan pandangan mata Kwee Tiong.

Ia terkejut dan cepat mengalihkan pandangan matanya dan hatinya merasa tak senang. Ia tahu bahwa pemuda tinggi tampan itu adalah putera dari Kwee In Liang karena tadi ia melihat betapa Kwee Tiong dan adik-adiknya hendak turun tangan tetapi mereka dicegah oleh Kwee In Liang. Mengapa pemuda itu memandangnya begitu macam? Apakah kebetulan saja?

Sekali lagi Ang I Niocu mengerling ke arah Kwee Tiong dan tetap saja ia melihat betapa pemuda itu menatapnya dengan pandangan mata penuh arti! Ang I Niocu merasa sebal dan marah, akan tetapi diam saja dan sama sekali tidak mau memandang ke arah anak muda itu lagi.

Pertempuran itu benar-benar berjalan seru dan hebat. Pek I Toanio adalah murid pertama dari Biauw Suthai dan memiliki kepandaian tinggi dan sudah hampir mewarisi kepandaian gurunya, maka dapat dibayangkan betapa lihainya.

Akan tetapi Boan Sip adalah seorang Perwira Sayap Garuda kelas satu hingga tentu saja kepandaiannya sudah cukup tinggi, karena kalau tidak berkepandaian tinggi, ia yang masih muda tidak akan dapat menduduki pangkat yang besar itu, Karena rata-rata Perwira Sayap Garuda kelas satu adalah orang-orang yang telah berusia tinggi dan sedikitnya berusia hampir lima puluh tahun.

Setelah bertempur beberapa puluh jurus dengan hebat, tiba-tiba Boan Sip merubah gerakannya dan sekarang ia mulai menyerang dengan limu Golok Keledai Gila Bergulingan.

Tubuhnya berguling-guling ke arah lawan dan sambil bergulingan tubuhnya tertutup dan terlindung oleh perisai, sedangkan golok menyambar-nyambar ke arah kaki lawan! Ilmu gerakan ini benar-benar berbahaya dan cepat dan ke mana saja Pek I Toanio loncat menghindar, selalu Boan Sip dengan cepat mengejar sambil bergulingan dan melancarkan serangan berbahaya. Ia tidak hanya bergulingan sambil menyerang kaki akan tetapi secara tiba-tiba ia bangun dan menyerang dengan golok itu kemudian bergulingan pula!

Diserang secara begini, Pek I Toanio menjadi gugup sekali dan tidak berdaya melancarkan serangan balasan. Ia menjadi gemas dan penasaran lalu melakukan sebuah gerakan dan serangan nekad.

Sambil berseru nyaring Pek I Toanio lalu menjatuhkan diri bergulingan dalam gerak tipu Daun Kering Tertiup Angin! Ia mengimbangi gerakan lawan dan sambil bergulingan ia membabat dengan pedangnya dari samping dan karena serangannya ini hampir menempel lantai, maka tak mungkin tertangkis dengan perisai.

Pada saat itu terdengar teriakan kaget dan ternyata bahwa Cin Hailah yang berteriak itu. Seperti lakunya seorang yang bingung dan gugup pemuda ini menyambar bangku yang didudukinya dan melemparkan bangku itu dengan sambaran ke arah mereka yang sedang bertempur sambil bergulingan!

Kwee Tiong dan adik-adiknya serta orang-orang lain yang duduk dekat Cin Hai merasa heran sekali melihat perbuatan pemuda ini. Sementara itu, pada saat Cin Hai melemparkan bangkunya, Pek I Toanio setelah pedangnya kena tangkis, lalu bergulingan pergi menjauhi Boan Sip yang telah siap untuk melempar goloknya.

Ketika mendapat kesempatan baik dan pada saat tubuh Pek I Toanio yang bergulingan pergi membelakanginya, ia lalu menyambitkan goloknya ke arah punggung lawan! Akan tetapi, tepat pada saat itu, bangku yang dilempar oleh Cin Hai telah tiba di antara mereka hingga sebelum golok itu terlepas dari tangan Boan Sip, ia keburu menahan gerakannya kembali dan tidak jadi melontarkan goloknya.






Tidak ada komentar :