*

*

Ads

Selasa, 30 April 2019

Pendekar Bodoh Jilid 037

Pada bulan itu juga tanggal lima belas, di rumah Kwee In Liang yang besar tetapi sederhana itu diadakan perayaan untuk memperingati hari ulang tahun ke enam puluh dari Kwee In Liang.

Sebenarnya orang she Kwee ini tidak hanya khusus merayakan hari lahirnya untuk bersenang-senang saja, akan tetapi ia mengandung lain maksud. Puterinya Lin Lin, semenjak kembali dari perguruan telah memiliki kepandaian tinggi sekali dan telah berusia tujuh belas tahun.

Putera-puteranya yang berjumlah lima orang itu telah dipertunangkan, kecuali Kwee An yang tetap tidak mau dicarikan jodoh. Kini Kwe In Liang mengadakan perayaan dan mengundang orang-orang gagah yang telah dikenalnya, dengan maksud sekalian hendak mencari-cari seorang calon mantu yang cocok untuk Lin Lin.

Mengapa Kwee-ciangkun meletakkan jabatan dan menjadi orang biasa? Hal ini juga terpengaruh oleh kembalinya Lin Lin. Memang Kwee-ciangkun tadinya terkenal sebagai seorang panglima yang setia dan gagah. Ia mematuhi perintah dan menunaikan kewajibannya tanpa ingat akan kepentingan dan perasaan sendiri. Oleh karena ini jasanya besar sekali dan ia mendapat penghargaan dari kaisar.

Akan tetapi, ketika Lin Lin pulang dengan diantar oleh Biauw Suthai, wanita gagah ini dan muridnya lalu mengadakan percakapan dengan Kwee In Liang dan membujuk supaya Kwee-ciangkun tidak membantu lagi kaisar yang sebenarnya lalim dan tidak adil itu. Dengan alasan-alasan kuat Lin Lin membujuk ayahnya, disertai penuturan Biauw Suthai tentang pengalaman-pengalamannya yang membongkar semua rahasia kejahatan kaki tangan kaisar, terutama barisan Sayap Garuda yang mengganggu dan memeras rakyat.

“Kalau Ayah tidak mengundurkan diri, aku kuatir sekali kelak kita akan dimusuhi oleh orang-orang gagah sedunia!” kata Lin Lin dengan bujukannya.

Akhirnya Kwee In Liang menginsyafi kedudukannya yang berbahaya dan akan keadaan di dunia luar. Ia adalah seorang yang berhati tabah dan pemberani, dan sama sekali ia tidak takut akan ancaman orang kang-ouw karena kedudukan sebagai panglima.

Yang ia takuti ialah bahwa karena membantu dan berada di pihak tidak benar, maka jangan-jangan namanya akan dikutuk orang dan akan meninggalkan nama busuk setelah meninggal kelak. Kedua kalinya, ia ini telah tua dan sudah merasa bosan dan capai untuk memegang pangkat.

Oleh karena ini, ia lalu mengajukan permohonan berhenti dari pekerjaannya dengan alasan sudah terlalu tua dan lemah. Atasannya menerima permohonannya dan ia berhenti dengan hormat, lalu pindah ke Sam-hwa-bun, membeli beberapa mou sawah dan hidup bertani.

Pada hari itu, rumah keluarga Kwee telah dihias dengan kertas warna-warni dan kembang. Tampak putera-putera keluarga Kwee, yakni Kwee Tiong, Kwee Sin, Kwee Siang dan Kwee Bun. Yang seorang lagi yakni Kwee An, tidak tampak diantara mereka. Telah lebih dari empat tahun yang lalu, Kwee An pergi meninggalkan rumah ketika ia bertengkar dan berkelahi dengan Kwee Tiong. Pemuda ini hanya meninggalkan surat dan memberitahukan kepada ayahnya bahwa ia hendak pergi merantau.

Keempat putera keluarga Kwee yang hadir di situ nampak gagah dan bersemangat. Terutama Kwee Tiong yang nampak gagah dan cakap dalam pakaiannya yang indah mentereng. Mereka ini oleh ayah mereka dilatih ilmu silat, bahkan akhir-akhir ini mereka berguru kepada seorang hwesio yang bernama Tong Kak Hosiang dari Kelenteng Ban-hok-tong di luar tembok kota Tiang-an.

Hwesio ini adalah seorang perantau yang akhirnya bertempat tinggal di Ban-hok-tong. Oleh karena ini, maka kepandaian keempat putera Kwee In Liang ini boleh dibilang tinggi juga, terutama Kwee Tiong yang memiliki tenaga besar. Hanya Kwee An yang telah pergi merantau tiada kabarnya itu saja yang agaknya tidak mendapat kemajuan dalam pelajaran silat, karena pemuda itu lebih mengutamakan ilmu kesusasteraan.

Para tamu datang berbondong-bondong hingga tak lama kemudian penuhlah ruang yang disediakan untuk tempat pesta. Kwee In Liang sendiri bersama empat orang puteranya duduk di ruang depan dan menyambut datangnya para tamu dengan sikap ramah dan menghormat.

Lin Lin sibuk membantu ibu tirinya di belakang dan setelah semua hadir, baru mereka berdua keluar dan menyambuti tamu-tamu wanita yang banyak juga menghadiri pesta itu. Di antara tamu-tamu wanita terdapat pula Biauw Suthai yang diminta datang oleh Lin Lin untuk mengharapkan bantuannya karena mungkin sekali akan… ada bahaya mengancam dari pihak perwira Sayap Garuda yaitu Boan Sip.

Perwira she Boan ini adalah pengganti Kwee-ciangkun dan menjadi kepala penjaga keamanan kota Tiang-an, dan ia adalah seorang perwira Sayap Garuda yang terkenal memiliki kepandaian tinggi. Ketika melihat kecantikan Lin Lin, orang she Boan itu mengajukan lamaran tetapi yang ditolak keras oleh Kwee In Liang dan Lin Lin. Oleh karena inilah maka ia menaruh hati dendam hingga beberapa hari yang lalu ia sengaja mengganggu Lin Lin dan ayahnya di dalam hutan.






Oleh karena ini maka kedatangan Biauw Suthai dalam pesta itu tidak hanya menggirangkan hati Lin Lin, tetapi juga membuat Kwee In Liang bernapas lega.

Selain Biauw Suthai, disitu nampak juga seorang wanita berusia kurang lebih tiga puluh tahun dan berpakaian serba putih. Sikapnya pendiam dan tak banyak bicara, akan tetapi sinar matanya berpengaruh. Ini adalah murid pertama dari Biauw Suthai yang bernama Bwee Leng dan yang memiliki kepandaian tinggi hingga terkenal dengan nama Pek I Toanio atau Nyonya Gagah Baju Putih.

Bwee Leng adalah seorang wanita yang telah menjadi janda. Juga nyonya ini berhasil dibujuk oleh Lin Lin yang menjadi sumoinya. Memang, baik Biauw Suthai maupun Bwee Leng sangat sayang kepada Lin Lin.

Perjamuan berjalan dengan gembira diselingi oleh datangnya tamu-tamu yang mengucapkan selamat kepada tuan rumah. Arak wangi dan hidangan-hidangan dikeluarkan oleh pelayan yang sibuk melayani para tamu.

Tiba-tiba seorang diantara para tamu, seorang kakek yang berpakaian sebagai seorang petani yang telah terkenal di antara para tamu sebagai seorang pendekar tua dari selatan yang bernama Bhok Ki Sun, berdiri dari tempat duduk nya. Sambil menjura kepada tuan rumah yang duduk tak jauh dari situ, ia berkata,

“Kwee-enghiong, aku orang tua selain menghaturkan selamat kepadamu dengan doa supaya kau diberkahi panjang umur, juga menyatakan kegirangan hatiku mendengar bahwa kau telah bertemu kembali dengan puterimu yang baru kembali dari belajar silat. Kau memang beruntung sekali, Kwee-enghiong, karena puterimu telah menjadi murid dari Biauw Suthai yang terkenal lihai, dan yang kulihat hadir di sini. Kuharap Kwee-enghiong suka berlaku murah dan memberi kepuasan kepada sepasang mataku yang tua ini untuk menikmati keindahan ilmu silat Kwee-siocia. Bagaimana Cuwi sekalian, apakah usulku ini tidak cukup baik?” tanyanya kepada semua yang hadir.

Di tempat itu hadir banyak pemuda-pemuda yang telah mendengar tentang puteri keluarga Kwee yang tersohor cantik jelita dan kabarnya telah mempelajari ilmu silat tinggi, maka tentu saja mereka merasa gembira sekali dan menyambut dengan tepuk sorak gembira.

Sebetulnya di luar tahunya semua orang, Kwee In Liang yang cerdik telah minta bantuan Bhok Ki Sun yang menjadi kawan baiknya, untuk sengaja mengeluarkan usul ini agar terbuka jalan baginya mencari seorang mantu yang cocok. Maka sekarang, sambil tersenyum lebar ia berdiri dari tempat duduknya dan menjura kepada semua tamunya sambil berkata,

“Cuwi sekalian, Bhok-enghiong terlalu memuji, apakah kebisaan anakku yang muda? Tetapi karena di pesta ini tidak ada hiburan apa-apa, sudah menjadi kewajiban kami untuk mengadakan sesuatu yang kiranya dapat menghibur dan menggembirakan Cuwi sekalian. Lin Lin, kau penuhilah permintaan Bhok-enghiong setelah mendapat perkenan dari Gurumu!”

Lin Lin adalah seorang gadis yang lincah dan tabah. Menghadapi sekian banyak mata yang memandang ke arahnya, sedikit pun ia tidak merasa gugup. Dengan tenang ia minta ijin dari gurunya dan setelah Biauw Suthai memberi persetujuannya, dara ini dengan tabahnya menuju ke tempat bersilat yang memang sudah disediakan di tempat itu, tepat di tengah-tengah ruang yang luas itu.

Setelah menjura sebagai pemberian hormat kepada semua yang hadir, Lin Lin lalu mulai bersilat dengan gayanya yang indah dan cepat. Ia memainkan ilmu Silat Pat-kwa-kun-hwat atau Ilmu Silat Pat-kwa yang mempunyai gerakan selain indah, juga cepat sekali hingga sebentar saja mata orang yang tak begitu tinggi ilmu silatnya menjadi kabur dan melihat seakan-akan tubuh gadis itu berubah menjadi tiga empat orang.

Tepuk sorak terdengar riuh rendah menyambut ilmu silat yang memang hebat ini. Tiba-tiba baru saja Lin Lin menghentikan ilmu silatnya, terdengar suara orang tertawa mengejek dari luar. Suara tertawa ini terdengar nyaring sekali hingga semua tamu menengok keluar. Juga Kwee In Liang memandang keluar dan ia menjadi pucat karena yang datang adalah Boan Sip dan empat orang lain yang juga memakai tanda Sayap Garuda pada topi mereka dan kesemuanya memakai jubah merah, tanda bahwa mereka ini adalah perwira-perwira kelas satu. Yang menarik hati ialah bahwa di antara mereka ini terdapat seorang perwira yang usianya telah lebih dari lima puluh tahun tetapi tampaknya masih gagah dan kuat.

“Sungguh bagus, orang-orang bergembira dan berpesta pora sampai lupa mengundang sahabat!” Perwira tua itu berkata keras dan dialah yang tadi mengeluarkan suara ketawa itu.

Kwee In Liang sudah kenal kepada perwira tua ini, karena dia ini adalah Ma Ing, seorang yang terkenal sekali karena memiliki kepandaian tinggi dan menjadi salah seorang diantara para perwira terkemuka di istana.

Diam-diam orang she Kwee ini merasa terkejut sekali karena ia maklum bahwa pihak musuh sangat kuat dengan adanya Ma Ing ini. Akan tetapi ia dapat menetapkan hatinya dan cepat-cepat maju menyambut sambil menjura memberi hormat,

“Ngo-wi yang mulia, silakan duduk di dalam.”

Boan Sip sambil tertawa menyeringai mendahului masuk diikuti oleh kawan-kawannya. Mereka berlima masuk ke ruang itu sambil mengangkat dada dan dengan tindakan kaki lebar, sama sekali tidak memandang mata kepada sekalian yang hadir. Boan Sip langsung menghampiri Lin Lin yang masih berdiri ditengah ruang tempat bermain silat dan sambil menyeringai ia berkata,

“Kwee-siocia, ilmu silatmu tadi sungguh-sungguh indah dipandang dan manis sekali!”

Lin Lin memandang dengan mata melotot dan gadis ini marah sekali karena teringat betapa beberapa hari yang lalu ia telah tertangkap oleh orang she Boan ini dan hampir saja diculik pergi! Hampir saja ia tak dapat menahan kesabaran hatinya dan memaki atau menyerangnya akan tetapi pada saat itu dari luar terdengar suara yang nyaring,

“Ie-ie!!”

Lin Lin cepat menengok dan melihat Cin Hai, diikuti oleh seorang gadis cantik jelita berbaju merah.

Cin Hai langsung berlari menghampiri Loan Nio atau Nyonya Kwee yang duduk di bagian tamu wanita. Loan Nio yang belum diberitahu oleh suaminya tentang perjumpaannya dengan Cin Hai, berdiri memandang dengan mata terbelalak kepada pemuda tampan yang menghampirinya, Cin Hai menjatuhkan diri berlutut sambil berkata,

“Ie-ie, aku Cin Hai menghadap. Apakah selama ini Ie-ie baik-baik saja?”

“Cin Hai, kaukah ini?”

Loan Nio menubruk dan mengangkat bangun anak itu, sementara tak tertahan lagi air matanya mengucur keluar dari kedua matanya.

Cin Hai juga mengeluarkan air mata dari kedua matanya karena terharu dan girang. Kemudian ia memperkenalkan Ang I Niocu kepada ie-ienya.

“Ie-ie, ini adalah Nona Kang Im Giok yang sangat berbudi dan telah banyak menolongku.”

Loan Nio memandang Ang I Niocu dengan kagum dan mempersilakan gadis itu duduk di bagian tamu wanita. Ketika bertemu dengan Biauw Suthai lalu berkata,

“Eh, tidak tahunya Ang I Niocu yang datang. Silakan, silakan, aku masih ingat akan pertolonganmu di gua dulu itu!”

Dengan ramah Biauw Suthai memperkenalkan Ang I Niocu kepada Pek I Toanio dan mereka segera bercakap-cakap dengan gembira. Sementara itu, Lin Lin juga lari menghampiri mereka dan diperkenalkan dengan Ang I Niocu, sedangkan Cin Hai lalu menghampiri ie-thionya untuk memberi hormat dan mengnaturkan selamat. Dengan ramah Kwee In Liang lalu menyuruh pemuda itu duduk di tempat tamu.






Tidak ada komentar :