*

*

Ads

Kamis, 02 Mei 2019

Pendekar Bodoh Jilid 042

Tan Bu maju selangkah dan mengangkat kedua tangan sambil berkata,
“Bukankah engkau ini Ang I Niocu? Ah, sudah lama aku mendengar namamu yang besar, maka alangkah beruntungnya hari ini dapat menyaksikan kelihaianmu. Jangan kauhiraukan Boan-sute yang memang berdarah panas, dan marilah kita mencoba-coba kepandaian!"

Ang I Niocu terpaksa menghadapi Tan Bu.
“Orang she Tan! Sungguh harus disesalkan bahwa orang yang memiliki kepandaian seperti engkau ini telah berlaku sembrono dan mengacau pesta orang lain.”

“Ang I Niocu kita sama-sama orang luar dan peduli apa sama segala urusan remeh? Yang terpenting bagi kita sekarang ialah mencoba kepandaian masing-masing pada kesempatan yang baik ini, untuk meluaskan pengetahuan.”

“Baiklah, kalau engkau menghendaki demikian. Nah, engkau majulah!”

Ang I Niocu lalu membuat gerakan yang indah dan lemah gemulai dengan pedangnya hingga semua penonton bertepuk tangan kagum. Tan Bu maklum akan kelihaian lawan, maka ia segera mendahului, dan mengirim serangan kilat dengan toyanya yang hebat.

Akan tetapi, dengan menari indah Ang I Niocu mudah saja menghindarkan diri dari serangan dan menghadapi lawan tangguh ini dengan tenang dan dengan tarian indah sekali hingga keduanya merupakan dua orang mahluk yang sangat berbeda.

Para penonton merasa kagum sekali dan belum pernah seumur hidupnya mereka menyaksikan seorang gadis cantik menghadapi ilmu silat toya yang ganas itu dengan hanya menari-nari, akan tetapi sedikit pun tidak kena terpukul!

Tidak hanya para penonton yang kurang paham ilmu silat, bahkan Lin Lin, Pek I Toanio, Kwee An, dan yang lain memandang dengan melongo dan kagum. Juga Biauw Suthai nampak mengangguk-anggukkan kepala sambil menggunakan sebelah matanya memandang dengan penuh perhatian.

Akan tetapi kegembiraan mereka tercampur kekuatiran karena ilmu toya Tan Bu benar-benar hebat dan dahsyat. Perwira yang kosen ini karena tahu bahwa kepandaian Ang I Niocu sangat tinggi dan lihai, lalu mengeluarkan ilmu toyanya yang paling hebat dan berbahaya, jauh lebih hebat dari pada ketika ia menghadapi Pek I Toanio tadi.

Oleh karena ini diam-diam Ang I Niocu merasa terkejut juga dan tak pernah disangkanya bahwa sebenarnya Tan Bu memiliki kepandaian ilmu toya setinggi ini. Ia bertempur dengan hati-hati sekali dan selama itu belum pernah membalas dengan desakan, hanya mempertahankan diri sambil memperhatikan dan mempelajari gerakan lawan.

Melihat keragu-raguan Ang I Niocu ini, Cin Hai merasa tidak puas sekali. Dia yang telah mempunyai pengertian pokok rahasia segala macam ilmu silat, telah memiliki pemandangan tajam dan tahu bahwa gerakan-gerakan toya Tan Bu sebenarnya hanyalah ganas dan dahsyat karena toya itu selain berat, juga orang she Tan itu memiliki tenaga besar dan kalau saja Ang I Niocu mengeluarkan kegesitannya, maka Nona Baju Merah itu tak akan sukar mengalahkan lawannya. Oleh karena itu, maka diam-diam Cin Hai lalu mengeluarkan sulingnya.

Lin Lin yang duduk tidak jauh dari Cin Hai, dan semenjak tadi seringkali mengerling ke arah pemuda yang sangat menarik hatinya itu, menjadi kaget dan heran, lalu tak dapat ditahan lagi mengajukan pertanyaan,

“Eh, Engko Hai, mengapa kau keluarkan sulingmu pada saat seperti ini?” Ia bertanya sambil tersenyum geli.

Cin Hai juga tersenyum dan jawabannya menghilangkan senyum gadis yang menjadi sangat terheran itu ketika mendengar Cin Hai berkata,

“Aku meniup suling untuk mengiringi tarian Niocu.”

Sebelum Lin Lin dapat bertanya lanjut, Cin Hai telah meniup suling maka tiba-tiba terdengarlah tiupan suling yang merdu di ruangan itu. Semua orang menjadi heran sekali dan Kwee Tiong memandang kepada Cin Hai dengan marah. Ia anggap pemuda ini benar-benar tolol dan tidak pantas menyuling! Ia melangkah maju dan hendak melarang Cin Hai menyuling, akan tetapi Lin Lin memandang kepada Kwee Tiong dengan mata dilebarkan dan berkata,

“Engko Tiong, biarkan saja dan jangan ganggu dia!”






Kwee Tiong merasa mendongkol sekali, akan tetapi semenjak adik perempuannya ini kembali membawa kepandaian yang tinggi, ia tunduk dan tidak berani melawan. Ia hanya memandang dengan mata marah kepada Cin Hai yang masih menyuling dengan asyiknya.

Akan tetapi, tiba-tiba ketika suara suling Cin Hai makin keras, nyaring dan meninggi, terdengar seruan-seruan orang menyatakan terkejut dan kagum. Ketika Kwee Tiong memandang kepada mereka yang bertempur, ia pun menjadi silau karena ternyata tubuh Ang I Niocu telah lenyap dan kini gadis itu berubah bayang-bayang merah yang berkelebat ke sana ke mari dengan luar biasa sekali!

Lin Lin memandang kagum dan diam-diam ia memuji ilmu pedang yang tiada taranya dalam hal keindahan itu. Juga, Biauw Suthai merasa kagum dan diam-diam nenek tua yang lihai ini mengerling ke arah Cin Hai. Ia tahu bahwa suara suling itu tepat sekali mengiringi semua gerakan Ang I Niocu dan seakan-akan suara suling itulah yang menuntun dan membuat gerakan Dara Baju Merah itu menjadi demikian luar biasa!

Oleh karena ini, diam-diam nyonya tua ini memperhatikan Cin Hai dan timbul dugaan di dalam hatinya bahwa pemuda ini hanya berpura-pura tolol, tetapi sebetulnya berkepandaian tinggi!

Memang sebetulnya Ang I Niocu masih melayani lawannya dengan gerakan hati-hati sekali, tiba-tiba ia mendengar suara suling yang ditiup Cin Hai. Tiba-tiba hatinya berdebar girang dan timbul semangatnya. Suara suling itu baginya mempunyai pengaruh seakan-akan orang yang minum arak baik dan rasa hangat menjalar di seluruh tubuhnya dan membuat semangatnya bernyala-nyala. Ia lalu tersenyum manis dan tiba-tiba gerakan pedangnya berubah.

Alangkah terkejutnya Tan Bu ketika melihat perubahan ini karena gerakan yang tadinya halus dan lemah gemulai dan hanya mengandalkan kelincahan tubuh dan kelemahan gerakan untuk menghindari serangannya, kini berubah menjadi ganas dan cepat laksana kilat menyambar!

Kini Dara Baju Merah itu dengan sinar pedangnya melakukan serangan yang hebat, dan ia merasa betapa sinar pedang lawan ini mengurungnya dari segala jurusan hingga matanya menjadi kabur. Akan tetapi Tan Bu bukanlah orang lemah, dan ia memutar toyanya sedemikian rupa hingga toya ini merupakan benteng baja yang kuat dan yang melindungi seluruh tubuhnya!

Suara suling yang ditiup Cin Hai makin meninggi dan nyaring, maka makin cepat pulalah gerakan pedang Ang I Niocu hingga pada suatu saat terdengar suara kain terobek dan tiba-tiba Tan Bu melompat tinggi dan jauh. Bajunya telah terobek ujung pedang dari dada sampai ke lengan, akan tetapi hanya mendapat luka kulit saja di bagian lengannya yang mengeluarkan darah dan terasa perih.

“Ang I Niocu, sungguh kau benar-benar gagah dan nama besarmu bukan omong kosong belaka!”

Tan Bu memuji dan mengundurkan diri ke tempat kawan-kawannya dimana ia membalut lukanya setelah memberi obat.

Ang I Niocu setelah menyimpan kembali pedangnya, lalu dengan senyum lebar kembali ke tempat duduknya, dimana ia disambut oleh keluarga Kwee dengan pujian dan ucapan terima kasih.

“Niocu tarianmu hebat sekali!” kata Cin Hai tertawa-tawa.

“Hai-ji, terima kasih atas doronganmu dengan suling tadi,” jawab Ang I Niocu sambil memandang wajah Cin Hai dengan senyum mesra.

Diam-diam Lin Lin memperhatikan mereka berdua ia heran sekali mengapa dada kirinya merasa tidak enak melihat betapa mesra pandangan mata Ang I Niocu kepada Cin Hai dan betapa akrab hubungan mereka berdua.

Akan tetapi ia heran sekali mendengar sebutan-sebutan mereka. Ang I Niocu menyebut Cin Hai dengan sebutan Hai-ji atau anak Hai! Sebetulnya, sampai di manakah hubungan kedua orang ini? Ia belum mendapat kesempatan untuk bicara banyak dengan Cin Hai.

Pada saat itu dari pihak perwira Sayap Garuda, perwira ke empat maju sambil mengangkat dada dan berkata,

“Kami harus mengakui bahwa saudara kami Tan Bu telah dikalahkan oleh kepandaian Ang I Niocu yang benar-benar lihai. Sekarang aku yang bodoh hendak minta pengajaran dari keluarga Kwee yang gagah perkasa, dan kalau diantara keluarga Kwee tidak ada yang berani maju, barulah aku terpaksa melayani orang-orang luar yang membela Kwee-enghiong!”

Perwira ke empat ini bernama Un Kong Sian dan kepandaiannya sangat tinggi karena sebenarnya ia adalah saudara termuda dari Santung Ngo-hiap atau Lima Jago Dari Santung yang kesemuanya kini menjadi perwira-perwira kelas tertinggi di kota raja!

Un Kong Sian ini bertubuh tinggi besar dan selain memiliki tenaga ginkang dan lweekang yang mengagumkan, ia juga memiliki tenaga gwakang yang mengagumkan. Di kota raja Un Kong Sian dan kakak-kakak seperguruan mendapat tugas melatih para perwira lain, hingga boleh dibilang bahwa ia menjadi seorang diantara guru-guru para perwira di kota raja. Oleh karena ini, maka dapat dibayangkan bahwa kepandaiannya tentu jauh lebih tinggi daripada yang lain-lain.

Adapun Ma Ing, perwira ke lima yang menjadi suhengnya, adalah orang ke empat dari Santung Ngo-hiap, dan tentu saja kepandaian Ma Ing ini lebih tinggi daripada kepandaian Un Kong Sian. Hanya ada sedikit perbedaan di antara kedua perwira tinggi ini.

Un Kong Sian lebih memiliki kehebatan tenaga dan kekebalan, sebaliknya Ma Ing terkenal memiliki ilmu silat tinggi, permainan sepasang pedang yang hebat, dan kepandaian mempergunakan senjata rahasia mahir sekali.

Mendengar betapa Un Kong Sian menantang keluarga Kwee, Kwee An tak dapat menahan sabarnya dan ia lalu melompat maju sebelum dapat didahului orang lain,

“Biarlah aku yang muda dan tak tahu diri melayanimu,” kata Kwee An dengan tenang.

Un Kong Sian telah melihat kepandaian Kwee An dan ia merasa sayang kepada pemuda yang sopan santun dan halus budi bahasanya ini maka ia berkata sambil tertawa,

“Anak muda, biarpun harus diakui bahwa engkau adalah murid seorang pandai, akan tetapi kepandaianmu belum matang dan jangan engkau sia-siakan jiwamu menghadapi aku.”

Un Kong Sian adalah orang yang mempunyai kebiasaan bicara terus terang dan kasar maka kata-katanya seringkali menyakiti hati orang. Kali ini ucapannya tentu saja membuat Kwee An menjadi merah telinganya. Ia dipandang ringan sekali, maka sambil tersenyum ia pun menjawab,

“Terima kasih atas rasa sayangmu kepadaku, akan tetapi jiwaku yang tak berharga ini memang telah kusediakan untuk membela nama Ayahku. Sudahlah, kalau engkau memang memiliki kepandaian tinggi, keluarkan kepandaianmu itu hendak kulihat bagaimana hebatnya!”

“Ha, ha! Engkau pemberani, juga, anak muda. Akan tetapi kalau nanti engkau terluka, jangan salahkan aku!”

Sehabis berkata demikian, Un Kong Sian lalu melempar jubah luarnya dan tampaklah kedua lengan tangan yang besar berurat dan yang berkekuatan luar biasa besarnya.

“Nah, majulah, anak muda!” kata Un Kong Sian. “Biarlah engkau berkenalan dengan kepandaian Un Kong Sian!”

Mendengar nama ini, diam-diam Biauw Suthai terkejut dan memperhatikan karena ia kenal nama ini sebagai saudara termuda dari Santung Ngo-hiap, maka tentu saja kepandaian orang ini sangat tinggi. Diam-diam ia menguatirkan keadaan Kwee An dan tak terasa lagi ia berkata kepada Cin Hai yang duduknya tidak jauh dari tempatnya,

“Un Kong Sian itu adalah ahli gwakang yang tinggi ilmu silatnya! Engkau carilah akal supaya Kwee-kongcu suka mengundurkan diri sebelum mendapat celaka!”

Ternyata bahwa kalau lain-lain orang yang memiliki sepasang mata dapat ditipu oleh Cin Hai dan menganggap bahwa pemuda itu betul-betul tolol, adalah Biauw Suthai yang hanya memiliki sebuah mata saja segera dapat mengetahui bahwa Cin Hai adalah seorang pemuda yang banyak akalnya, maka sekarang ia minta kepada pemuda itu untuk mencegah Kwee An menghadapi Un Kong Sian!

Tiba-tiba setelah mendengar ucapan Biauw Suthai, Cin Hai berlari-lari sambil memegang sulingnya ke arah arena pertempuran dan pada saat itu Un Kong Sian dan Kwee An telah saling berhadapan dan hampir bergebrak.

“Mengetahui kepandaian lawan lebih dahulu baru melayani bertempur bukanlah tindakan gagah berani, tetapi hanya kelakuan seorang yang licin dan curang!” kata Cin Hai sambil menuding Un Kong Sian dengan sulingnya. “Hanya Co Cho saja yang mempunyai kelicinan dan kecurangan seperti itu!!”






Tidak ada komentar :