*

*

Ads

Kamis, 02 Mei 2019

Pendekar Bodoh Jilid 043

Co Cho yang dimaksud oleh Cin Hai itu adalah seorang tokoh cerita Sam Kok yang terkenal curang dan licin hingga banyak orang membenci dan menghinanya, walaupun Co Cho adalah seorang yang terlalu cerdik.

Un Kong Sian menunda niatnya hendak menyerang Kwee An. Memang ia merasa benci dan mendongkol kepada Cin Hai karena gangguan tadi, maka ia lalu memandang dengan dipelototkan.

“Pemuda tolol! Gangguan apa lagi yang hendak engkau lakukan terhadapku?” bentaknya. “Lekas engkau menyingkir sebelum kepalamu kuhancurkan!”

“Memang kau licin, lebih licin daripada Co Cho!”

Cin Hai menyindir lagi, sedangkan Kwee An memandang kepada Cin Hai dengan tidak mengerti dan heran.

“Bangsat tolol, mengapa kau menyebut aku licin dan curang?” bentak Un Kong Sian.

“Engkau sudah melihat sampai di mana tingkat kepandaian Kwee An akan tetapi kami semua belum melihat tingkat kepandaianmu. Ini berarti sebuah kemenangan bagimu, karena kau dapat mengukur sampai di mana kepandaian lawanmu. Kalau kau memang gagah dan adil kau harus memperlihatkan dulu kegagahan dan tenagamu. Kalau kau bisa meniru perbuatanku barulah kau ada harga untuk melayani Kwee An yang gagah perkasa. Kalau tidak bisa, kau boleh pulang saja jangan mencoba mencari penyakit!”

Semua orang yang hadir kali ini dibikin tercengang dan heran karena sungguh-sungguh mereka tidak mengerti maksud Cin Hai.

“Anak bodoh! Kau mempunyai kebisaan apakah? Coba perlihatkan, tentu aku sanggup meniru dengan baik lagi!”

Cin Hai lalu meniup sulingnya sebentar, lalu berkata,
“Nah, kau bisa tidak meniru kepandaianku tadi?”

Semua orang tertawa geli melihat kebodohan yang tolol ini, sedangkan Un Kong Sian marah sekali sampai membanting-banting kaki.

“Tolol! Kepandaian meniup suling saja apakah artinya? Aku tidak sudi menirunya. Kalau kau memperlihatkan demonstrasi atau ilmu silat, baru aku mau menirunya.”

“Ha, ha, agaknya kau bertenaga seperti kerbau jantan! Baik, baik, coba keluarkan senjatamu!”

Biarpun merasa heran, akan tetapi Un Kon Sian lalu pergi mengambil senjatanya, yaitu sebuah toya yang beratnya lebih dari seratus kati. Inilah senjata perwira she Un yang benar-benar hebat itu.

“Nah, ini senjataku, kau mau apa?” bentaknya.

“Aku akan mainkan senjata ini dan kau boleh mencoba untuk menirunya,” kata Cin Hai dengan gagah, lalu dengan sikap dibikin-bikin ia menerima toya besar dan hebat itu, mengangkat dengan kedua tangan dan mempergunakan sikap seakan-akan ia hampir tidak kuat mengangkat toya itu.

Semua orang tertawa geli dan Kwee An memandang dengan wajah pucat. Tak ia sangka bahwa Cin Hai setolol ini.

“Celaka, budak tolol itu kali ini benar-benar membikin malu kita!” kata Kwee Tiong dengan mendongkol sekali.

Tetapi Cin Hai lalu memutar toya itu beberapa kali dan aneh! Ketika ia memutar toya itu, terdengarlah suara mengaung yang hebat. Setelah Cin Hai menghentikan putaran toya dan mengembalikannya kepada Un Kong Sian dengan napas terengah-engah, maka berhentilah suara mengaung itu.

“Nah, coba kau tiru perbuatanku tadi. Hendak kulihat apakah tenagamu sebesar tenagaku!”

Kembali semua orang tertawa, akan tetapi mereka masih merasa heran mengapa Cin Hai dapat memutar toya sampai mengeluarkan suara mengaung, padahal baru mengangkat saja sudah hampir tidak kuat.






Sebenarnya, dengan diam-diam Cin Hai menyembunyikan sulingnya di belakang toya dan ketika ia memutar toyanya, dengan khikang yang tinggi ia meniup ke arah lubang suling itu hingga menerbitkan suara mengaung.

Un Kong Sian menerima toyanya dan memutarnya begitu cepat hingga mendatangkan angin keras, akan tetapi mana bisa toya itu mengaung seperti suling ditiup! Paling hebat toya itu hanya mengeluarkan suara mengiuk saja.

“Aha, engkau kurang kuat, sobat! Engkau tidak bisa memutar toyamu sampai mengeluarkan angin mengaung!”

“Bangsat tolol!”

Un Kong Sian marah sekali, lalu ia gunakan tenaganya menancapkan toyanya yang berat itu ke lantai, dan toya itu menancap sampai setengahnya di lantai yang keras itu!

“Lihatlah tenagaku dan siapa yang dapat mencabut toya ini, barulah berharga melayani aku!”

Kwee An terkejut sekali melihat kehebatan tenaga gwakang ini dan inilah yang dimaksudkan oleh Cin Hai.

“Aha, benar-benar engkau hebat, Un-ciangkun. Engkau seperti Thio Hwie!”

Thio Whie adalah seorang tokoh yang gagah dan kuat sekali dalam cerita Sam Kok.
“Di dalam ruangan ini hanya satu orang saja yang dapat menandingi engkau dan orang itu bukanlah Kwee An yang masih muda belia ini!”

“Cin Hai, engkau mundurlah. Biarpun Un-ciangkun kuat dan gagah, aku yang bodoh masih akan mencoba minta pelajarannya,” kata Kwee An dengan berani karena anak muda ini tentu saja tidak sudi memperlihatkan rasa jerih terhadap lawannya.

“Nah, mundurlah pemuda tolol! Kwee-kongcu ini jauh lebih berani dan gagah daripada engkau yang hanya pandai bicara dan mengacau!” kata Un Kong Sian.

“Eh, eh mana bisa! Engkau sudah berkata bahwa yang bisa mencabut toya inilah yang hendak engkau layani.”

“Akan kucoba untuk mencabutnya!” Kata Kwee An sambil melangkah maju.

Cin Hai menjadi bingung dan sibuk. Celaka, tak disangkanya bahwa Kwee An sekeras itu hatinya dan ia percaya Kwee An pasti akan dapat mencabut toya itu. Maklum akan peringatan Biauw Suthai dan tahu pula betapa bahayanya bagi Kwee An menghadapi orang she Un ini, karena orang she Un ini mempunyai muka yang membayangkan kekejaman, tanda bahwa hatinya telengas sekali, maka jika mereka bertempur, banyak bahayanya Kwee An akan terluka atau terbunuh! Ia lalu melangkah maju dan berkata,

“Nanti dulu! Aku tadi telah berkali-kali dihinanya, biarkan aku mencoba dulu untuk mencabut toya ini! Apa sih susahnya mencabut kayu gapuk ini?”

Dengan lagak dibuat-buat Cin Hai menghampiri toya itu, sedangkan Un Kong Sian lalu melangkah mundur dan memandang dengan mata menghina dan kedua lengan tangan bersilang.

Cin Hai pura-pura mengerahkan tenaga mencabut. Akan tetapi, jangan kata tercabut, tergoyang pun tidak toya itu. Semua orang yang menonton tertawa geli dan kini mereka mentertawakan Cin Hai yang mukanya menjadi pucat.

Sebenarnya, Cin Hai betul-betul telah mengerahkan tenaga, akan tetapi tenaga lweekang yang disalurkan di kedua tangannya, hingga diam-diam tanpa diketahui siapa pun ia telah dapat mematahkan ujung toya yang terpendam di lantai.

Ia lalu bangun dan menjura kepada Un Kong Sian.
“Tenagamu betul-betul hebat. Aku tidak kuat mencabut!” katanya sambil terengah-engah.

Kwee An merasa malu sekali melihat sikap Cin Hai. Dengan penasaran ia hendak mencuci malu di pihaknya yang ditimbulkan oleh Cin Hai. Ia melangkah maju dan membetot toya itu. Alangkah hebatnya ketika ia dapat membetot keluar toya itu tanpa banyak mengeluarkan tenaga.

Tepuk sorak riuh menyambut kejadian ini dan semua orang memuji tenaga Kwee An yang dianggap luar biasa dan besar sekali, sedangkan Un Kong Sian juga memandang pucat.

Tak mungkin pemuda itu memiliki tenaga sedemikian hebatnya. Juga Cin Hai bertepuk-tepuk gembira sambil tertawa dan sama sekali tidak menghiraukan pandangan mata Kwee An yang menyelidik dan ditujukan kepadanya dengan penuh kecurigaan.

Tiba-tiba Un Kong Sian mengangkat kedua tangannya ke atas dan merampas toyanya lalu mengangkat tinggi-tinggi.

“Cuwi sekalian lihatlah! Kwee-kongcu ini tidak mencabut keluar toyaku, akan tetapi ia telah mematahkannya! Tentu saja hal ini tidak aneh.”

Kwee An tercengang lagi. Ia sama sekali tidak mematahkan toya itu, tetapi benar saja, ketika ia memandang, ternyata bahwa ujung toya itu telah patah. Kini ia dapat menduga bahwa sengaja Cin Hai mencegahnya bertempur melayani orang she Un ini. Akan tetapi, benarkah Cin Hai demikian lihai, dan apa maksudnya bertempur melawan Un Kong Sian?

“Betul, betul!” kata Cin Hai dengan suara keras. “Ujung toya itu telah patah. Terang bahwa Kwee An tidak dapat mencabut toya itu, maka tidak pantas melayanimu. Ada orang lain yang lebih tepat menghajarmu.”

Bukan main marahnya Un Kong Sian karena toyanya telah patah.
“Siapa dia? Suruh maju lekas!” bentaknya.

“Sabarlah orang she Un. Kalau kau mencari lawan, pinni bersedia melayanimu!”

Dan tahu-tahu Biauw Suthai telah berada di situ. Cin Hai cepat membetot tangan Kwee An dan dibawa pergi dari situ.

“Aku hanya melakukan perintah Biauw Suthai.” bisik Cin Hai menjawab pandangan mata Kwee An yang penasaran dan curiga kepadanya.

Sementara itu, ketika melihat seorang tokouw yang berwajah buruk dan mengerikan berdiri di depannya, Un Kong Sian lalu merangkapkan kedua tangan dan bertanya,

“Siapakah Toa-suthai yang hendak memberi pelajaran kepadaku?”

“Orang-orang memanggilku Biauw Suthai.”

Diam-diam hati Un Kong Sian berdebar karena ia telah mendengar nama besar Biauw Suthai, akan tetapi ia sama sekali tidak merasa jerih.

“Kebetulan sekali. Telah lama aku mendengar nama Biauw Suthai yang tersohor dan ingin sekali merasai kelihaiannya. Tidak tahu Suthai hendak bertempur dengan tangan kosong atau dengan senjata?”

“Toyamu telah patah, maka tidak adil kalau pinni mengajak kau bermain senjata.”

“Bagus, kalau begitu marilah kita menguji kepandaian tangan!”

Tanpa banyak cakap lagi Un Kong Sian lalu maju menyerang dan kedua tokoh persilatan yang memiliki kepandaian tinggi itu segera bertempur dengan seru.

Dalam hal ilmu silat, Biauw Suthai memiliki kepandaian yang tinggi sekali dan pengalaman pertempuran yang luas, akan tetapi terhadap Un Kong Sian yang memiliki tenaga hebat itu, ia telah bertemu dengan tandingannya.

Gerakan pukulan kedua orang ini mendatangkan angin dan membuat para penonton menahan napas. Juga Cin Hai tidak berani berjenaka lagi karena ia maklum betapa kepandaian kedua orang itu benar-benar hebat dan masing-masing menghadapi lawan yang berat sekali.

Setelah bertempur puluhan jurus, Biauw Suthai yang lihai itu telah dapat memukul dua kali kepada pundak dan dada lawannya, akan tetapi kekuatan tubuh Un Kong Sian demikian hebat hingga perwira itu hanya terhuyung saja dan terus nekad menyerang lagi.

Cin Hai merasa terkejut karena ia maklum bahwa biarpun di luar tidak kelihatan terluka parah dikarenakan kekebalan orang itu, akan tetapi pukulan Biauw Suthai yang disertai tenaga lweekang ini tentu telah mendatangkan luka di sebelah dalam.

Juga Biauw Suthai merasa sangat penasaran. Ia gemas sekali melihat kenekatan orang yang sudah terang mendapat luka, maka ia lalu menyerang makin hebat. Pada suatu saat, ketika Biauw Suthai mendapat kesempatan baik, tokouw itu lalu menggunakan jari tangannya menotok ke arah iga kiri Un Kong Sian, akan tetapi alangkah terkejutnya ketika lawannya itu sama sekali tidak menangkis atau berkelit, bahkan berbareng pada saat itu juga membalas menyerang dengan pukulan Ular Putih Menyambar Burung!






Tidak ada komentar :