*

*

Ads

Kamis, 02 Mei 2019

Pendekar Bodoh Jilid 044

Pukulan tangan kanan Un Kong Sian dengan hebatnya mengarah leher Biauw Suthai.
Gerakan kedua orang ini cepat sekali hingga tak mungkin dihindarkan lagi. Biauw Suthai memiringkan tubuh hingga totokannya tidak mengenai tepat, juga pukulan Un Kong Sian meleset dan mengenai pundaknya.

Akan tetapi pukulan kedua orang ini cukup hebat untuk membuat keduanya terpental mundur. Biauw Suthai dapat berdiri tegak lagi dengan napas memburu dan wajah pucat, sedangkan Un Kong Sian terhuyung-huyung ke belakang sambil tertawa seram, kemudian ia roboh sambil memuntahkan darah.

Kawan-kawan Un Kong Sian segera maju dan menggotong perwira ini, sedangkan Lin Lin cepat meloncat menghampiri dan menuntun gurunya kembali ke tempat duduknya. Tokouw ini lalu mengeluarkan sebungkus obat putih dari saku bajunya dan minum obat itu dengan segelas air. Kemudian tokouw yang baik budi ini mengeluarkan tiga butir pil merah dan menyuruh Cin Hai memberikan pil itu kepada Un Kong Sian.

Akan tetapi pemberian obat itu ditolak oleh Ma Ing yang sudah menyediakan obatnya sendiri guna sutenya, kemudian Ma Ing dengan muka merah karena marah maju ke kalangan.

“Di pihak kami hanya aku seorang. Hayo kau keluarkan jago-jagomu, Kwee-enghiong, dan kita sudahi adu kepandaian ini!”

Kwee In Liang menjadi bingung sekali. Ia maklum bahwa kepandaian Ma Ing ini tinggi sekali dan setelah Biauw Suthai terluka, siapa lagi yang diharapkan bantuannya untuk menghadapi Ma Ing? Ma Ing agaknya tahu pula pihak keluarga Kwee sudah kehabisan jago maka dengan sombongnya ia berkata,

“Kalau di pihak tuan rumah tidak ada jago yang berani menghadapi aku seorang diri, boleh kamu semua maju berbareng. Boleh kalian lihat aku Ma Ing seorang diri cukup untuk melayani kamu sekeluarga!”

Biarpun kepandaian Kwee Tiong dan adik-adiknya belum tinggi, akan tetapi mendengar ucapan sombong ini, sambil berseru keras mereka meloncat maju berbareng! Kwee Tiong, Kwee Sin, Kwee Bun, Kwee Siang sambil memegang pedang maju dan serentak menyerang tanpa dapat dicegah lagi!

Ma Ing mengeluarkan suara menghina dan sekali tubuhnya bergerak, sepasang tangan dan kakinya menendang dan dalam beberapa gebrakan saja empat batang pedang di tangan Kwee Tiong dan adik-adiknya terpental ke atas lantai! Dengan kaget sekali Kwee Tiong dan adik-adiknya melompat mundur sambil memegangi tangan mereka yang kena pukulan dan tendangan!

“Ha-ha-ha-ha! Segala tikus kecil berani mengganggu kumis macan?”

Ma Ing menyindir. Sikap dan kata-katanya yang sombong ini memanaskan hati Ang I Niocu dan Kwee An. Kedua orang ini tanpa berjanji lebih dulu, tahu-tahu meloncat berbareng dan dengan pedang di tangan mereka berdua menyerang Ma Ing!

Ma Ing lalu mencabut pedangnya dan bertempurlah tiga orang ini. Menghadapi keroyokan Kwee An dan Ang I Niocu yang memiliki kiam-hoat bagus itu, Ma Ing tidak berani main-main dan melayani dengan sengit dan sebentar saja ia dapat mendesak kedua anak muda!

Kwee Tiong dan adik-adiknya kembali ke tempat semula dan Kwee Tiong merasa marah dan sebal melihat betapa Cin Hai memandangnya dengan tersenyum dan betapa pemuda itu dengan enaknya duduk memegang-megang sulingnya! Orang lain sibuk melayani musuh, akan tetapi pemuda tolol itu hanya tersenyum mentertawakannya.

“Kenapa kau tertawa?” tegurnya.

“Aku kagum melihat kelihaian orang she Ma itu yang dengan sekali bergerak saja dapat merampas pedang kalian berempat!” jawab Cin Hai.

Kwee Tiong marah sekali dan kalau ia tidak ingat bahwa di situ banyak orang, tentu ia sudah mengirim kepalannya ke arah Cin Hai.

“Kau sendiri orang tolol hanya duduk diam dan kalau bergerak hanya menimbulkan malu, coba lihat Kwee An. Ia pantas sekali bertempur bersama Nona itu melayani musuh. Tidak seperti engkau! Engkau tentulah menjadi pelayan dari Ang I Niocu, bukan?”

“Tiong-ko, jangan kau menghina orang!” Lin Lin menegur kakaknya sambil mendekati Cin Hai. “Engko Hai, Ang I Niocu dan Engko An terdesak, apa daya kita?”

Cin Hai memandang kepada Lin Lin dengan senyum manis.
“Adikku yang baik, apakah kau ingin melayani orang she Ma itu?”






Lin Lin mengerutkan alisnya yang bagus. Ia sungguh tidak segera mengerti maksud kata-kata Cin Hai ini.

“Ah, sedangkan Ang I Niocu dan Engko An yang memiliki kepandaian tinggi masih terdesak olehnya, apalagi aku! Kulihat kepandaian orang she Ma itu tidak di sebelah bawah guruku!”

Cin Hai bangun dari duduknya.
“Lin-moi, kau siapkan pedangmu dan mari kau kuantar melawan orang she Ma itu. Kalau kau tidak dapat merobohkannya jangan kau panggil aku Engko Hai lagi!” kata-katanya disertai senyum mesra kepada gadis yang masih memandangnya dengan mata terbelalak. “Lin Lin benarkah kau tidak percaya kepadaku?” tanya Cin Hai sungguh-sungguh.

“Aku percaya kepadamu, Hai-ko. Mari kita maju!”

Lin Lin dan Cin Hai lalu maju ke kalangan pertempuran.
“Niocu! Saudara Kwee! Kalian mundurlah biar aku dan Adik Lin Lin menggantikanmu!”

Mendengar kata ini, Ma Ing menunda serangannya karena heran sekali mendengar bahwa pemuda tolol itu hendak maju. Dan kesempatan ini digunakan oleh Ang I Niocu dan Kwee An untuk melompat mundur ke belakang.

“Hai-ji, ia lihai sekali, jangan kau main-main!” kata Ang I Niocu kepada Cin Hai.

“Lin Lin dia bukan lawanmu!” kata Kwee An memperingatkan Lin Lin.

Akan tetapi, baik Cin Hai maupun Lin Lin tidak mempedulikan peringatan ini. Lin Lin mencabut pedangnya dan maju bersama-sama Cin Hai yang memegang sulingnya.

“Eh orang she Ma! Apa kau berani menghadapi aku dan Kwee-siocia ini?”

“Ha, ha, ha! Orang tolol! Kau agaknya sudah bosan hidup! Ingat, kali ini aku tidak mau mengampuni kau pengacau ini. Majulah! Jangankan baru kalian berdua, biar kau tambah seratus orang lagi, aku Ma Ing takkan gentar.”

“Nah, kau bersiaplah!” kata Cin Hai dan ia menggerakkan sulingnya dengan sembarangan menusuk ke arah dada Ma Ing! Ma Ing segera melangkah mundur dan tertawa bergelak-gelak.

“Kau bersenjata suling? Ha, ha! Ah, kau benar-benar sudah gila, anak muda. Tukarkan senjatamu dengan pedang atau lain senjata tajam.”

“Tak usah, orang sombong. Aku tak akan melukaimu karena yang akan menyerangmu hanya Kwee-siocia ini, aku hanya menghalangi serbuanmu saja untuk apa menggunakan senjata tajam?”

Tidak hanya Ma Ing, akan tetapi semua orang yang berada di situ menggeleng-gelengkan kepala karena menyangka bahwa benar-benar Cin Hai sudah gila! Hanya Biauw Suthai seorang yang berkata kepada Kwee Tiong yang membanting-banting kaki melihat lagak Cin Hai,

“Kwee-kongcu, kau tenanglah karena sekarang Ma Ing benar-benar akan kehilangan muka!”

Kwee Tiong heran sekali mendengar kata-kata ini akan tetapi terhadap guru Lin Lin ini tidak berani banyak cakap.

“Cuwi sekalian, semua orang hendaknya menjadi saksi bahwa pemuda gila ini mencari matinya sendiri. Aku takkan mengganggu Kwee-siocia akan tetapi kalau hari ini aku tak dapat membunuh anak gila ini, janganlah orang memanggil namaku Ma Ing lagi!”

Setelah berkata demikian, Ma Ing lalu menyerang dengan pedangnya dan benar saja, ia menujukan serangannya yang hebat itu kepada Cin Hai dengan sebuah tusukan kilat ke arah dada pemuda itu!

Semua orang menjerit ngeri karena telah terbayang di depan mata betapa dada Cin Hai akan tertembus pedang, akan tetapi Cin Hai juga menjerit, “Aya…” sambil menggunakan gerakan Monyet Jatuh Dari Cabang, tubuhnya terhuyung ke belakang dengan gerakan canggung, akan tetapi tubuhnya terluput dari pada tusukan pedang.

Sambil terhuyung-huyung ini Cin Hai berkata,
“Wah, galak… galak…! Lin-moi, lekas kau serang dia!”

Lin Lin tak perlu diperintah lagi karena melihat desakan Ma Ing kepada Ciri Hai, ia sudah merasa khawatir sekali dan cepat mengirim serangan dengan pedangnya. Ma Ing hendak menangkis akan tetapi tiba-tiba Cin Hai meniru gerakannya tadi dan menusuk ke arah punggungnya dengan suling itu.

Terpaksa Ma Ing mengelak dari serangan Lin Lin dan cepat memutar tubuh menghadapi Cin Hai lagi dan hendak membacok suling itu dengan pedang, akan tetapi tiba-tiba suling yang ditusukkan itu dirobah lagi dan kini Cin Hai juga membacok ke arah lengan tangan Ma Ing yang memegang pedang.

Gerakan pemuda ini sama betul dengan gerakannya dan tiba-tiba tangan Ma Ing terpukul oleh suling yang dibacokkan itu. Ma Ing terkejut sekali karena biarpun suling itu hanya terbuat dari pada bambu, akan tetapi tangannya merasa sakit sekali. Ia cepat memutar pedangnya dan menyerang Cin Hai dengan serangan kilat, akan tetapi, tiba-tiba ia memandang dengan mata terbelalak, karena Cin Hai juga bersilat persis ilmu silatnya sendiri.

Orang-orang yang menonton menjadi terheran-heran dan menganggap bahwa Cin Hai hanya meniru-niru gerakan Ma Ing, akan tetapi Ma Ing sendiri hampir tak dapat mempercayai matanya karena gerakan Cin Hai malah lebih sempurna daripada gerakannya sendiri. Maka ia cepat meloncat mundur dan berseru.

“Tahan dulu! Ehh, pemuda tolol, sebenarnya kau ini murid siapakah dan darimana kau dapat mainkan Pek-coa-kiam-hoat?” Pek-coa-kiam-hoat adalah ilmu pedang yang dimainkan oleh Ma Ing tadi.

Cin Hai pura-pura memandang heran.
“Orang she Ma, mengapa kau masih bertanya lagi? Aku mempelajari ilmu pedang ini darimu sendiri!”

“Bangsat penipu! Kapan aku memberi pelajaran kepadamu?” Ma Ing berseru marah,

“Bukankah baru saja kau telah memperlihatkan ilmu pedangmu?” jawaban Cin Hai ini memang sebenarnya saja, karena ilmu silat apapun juga jika dipergunakan untuk menyerangnya, maka otomatis ia akan dapat menirunya karena ia telah kenal akan pokok-pokok dasar segala macam gerakan silat.

“Anak muda, ternyata kau hanya berpura-pura tolol saja. Kalau kau memang laki-laki, jangan maju keroyokan. Aku kuatir kalau sampai salah tangan dan melukai Kwee-siocia,” kata Ma Ing.

Cin Hai memandang kepada Lin Lin.
“Mundurlah kau, Adik Lin, monyet tua ini takut kepada pedangmu, biariah aku yang melayaninya sendiri!”

“Tapi, Hai-ko…” kata Lin Lin ragu-ragu karena ia merasa kuatir sekali.

Tiba-tiba Cin Hai mengejapkan matanya kepada gadis itu dan mulutnya tersenyum.
“Tidak percaya kau kepadaku?”

Gadis itu tak menjawab, lalu mengangsurkan pedangnya.
“Kau pakailah pedangku, Hai-ko!”

“Tak usah, Adikku, cukup dengan suling saja. Kalau perlu, aku sendiri pun sudah mempunyai sebatang pedang.”

Lin Lin mengundurkan diri tetapi berdiri di pinggir kalangan untuk menjaga kalau-kalau Cin Hai berada dalam bahaya. Ma Ing lalu mengeluarkan seruan keras dan tiba-tiba memutar pedangnya bagaikan kitiran cepatnya sehingga pedang itu berubah menjadi segulungan sinar keputih-putihan yang menyerbu ke arah Cin Hai.

“Bagus!”

Cin Hai berseru dan ia lalu mengikuti gerakan lawan itu. Tubuhnya mencelat ke sana ke mari dan suling diputar hingga ketika ada angin memasuki lubang suling itu, terdengarlah bunyi melengking yang aneh dan lucu.

Baru sekarang semua penonton maklum bahwa pemuda ketololan ini sesungguhnya lihai sekali. Mereka bersorak-sorak karena heran dan kagum dan keadaan menjadi ramai dan riuh rendah sekali.






Tidak ada komentar :