*

*

Ads

Kamis, 02 Mei 2019

Pendekar Bodoh Jilid 045

Bahkan Kwee In Liang, Pek I Toanio, Biauw Suthai dan yang lain-lain lalu berdiri dari tempat duduk mereka agar dapat menonton lebih jelas! Sebaliknya, Kwee Tiong dan adik-adiknya lalu berdiri melongo penuh keheranan. Kwee An mengangguk-anggukkan kepala sambil berkata,

“Ah, kepandaian Cin Hai sepuluh kali lebih tinggi daripada kebisaanku.”

Ma Ing merasa pusing sekali karena ia tak berhasil mendesak kepada Cin Hai. Jangankan mendesak, menyerang pun sukar baginya, karena pemuda itu dengan aneh sekali telah mengetahui semua rahasia penyerangannya sebelum serangan itu sempat dilakukan.

Tiap kali apabila pedangnya berkelebat hendak menyerang, selalu Cin Hai mendahuluinya dengan sulingnya ke arah pundak atau sambungan sikunya hingga serangan-serangannya itu gagal sebelum dilancarkan. Sungguh aneh. Dan yang lebih gila, tiap serangan dibalas oleh Cin Hai dengan serangan yang sama pula.

Ma Ing merasa penasaran sekali. Ia menganggap bahwa pemuda ini tentulah ahli dalam ilmu Pedang Pek-coa-kiam-hoat, maka tiba-tiba ia merubah gerakan pedangnya dan memainkan limu Pedang Pat-sian-kiam-hoat.

Akan tetapi, lagi-lagi ia kecele, karena pemuda itu pun telah kenal baik ilmu pedang ini dan dapat melakukan ilmu pedang ini dengan sama sempurna! Ia mengubah-ubah terus ilmu silatnya, dari ilmu silat yang terendah sampai yang tertinggi karena Ma Ing memang memiliki banyak sekali ilmu silat yang lihai, akan tetapi kini ia benar-benar tidak mengerti, karena baru saja ia mengganti gerakannya, tiba-tiba pemuda itu pun mengganti ilmu silatnya yang sama dan sedikit pun tidak berbeda.

Masih seperti tadi, tiap-tiap serangannya tentu dibalas dengan serangan semacam pula. Ma Ing merasa seakan-akan ia sedang bertempur melawan bayangannya sendiri di dalam cermin. Dan yang lebih celaka lagi, Cin Hai agaknya mempermainkannya, karena telah beberapa kali suling itu berhasil memukulnya dengan perlahan di kepala, punggung, pundak, dan lain-lain bagian tubuh lagi. Biarpun pukulan ini perlahan sekali, akan tetapi cukup terasa pedas dan yang lebih terasa perih adalah perasaan di dalam hatinya.

“Orang she Ma, sudah beberapa kali engkau kukemplang dengan suling, masih belum mau kalahkah engkau?”

Cin Hai bertanya dengan ejekannya, sedangkan sorak-sorai penonton makin riuh karena sungguh-sungguh mereka sama sekali tak pernah menyangka bahwa pemuda tolol itu benar-benar berkepandaian sedemikian tingginya hingga berhasil mempermainkan Ma Ing!

Juga Biauw Suthai kini benar-benar kagum sekali dan menyatakan kekagumannya itu dengan kata-kata hingga terdengar oleh Ang I Niocu dan gadis itu berkata kepadanya.

“Tidak heran bahwa ia demikian lihai, karena ia adalah murid tunggal dari Bu Pun Su Susiok-couw!” Mendengar ini, terkejutlah Biauw Suthai dan tokouw ini mengangguk-angguk maklum.

Mendengar ejekan Cin Hai, Ma Ing makin marah dan menyerang dengan nekad. Tiba-tiba Cin Hai lalu berkata,

“Ah, aku sudah bosan, Ma-ciangkun! Biarlah engkau lelah sendiri, aku hendak mengaso!”

Setelah berkata demikian Cin Hai lalu duduk bersila di tengah kalangan itu sambil meramkan mata seperti orang bersamadhi! Semua orang merasa heran sekali hingga memandang dengan mata terbelalak tak pernah berkejap karena mereka tidak percaya bahwa Cin Hai hendak menghadapi lawannya dengan duduk bersila sambil meramkan mata!

Juga Ma Ing merasa ragu-ragu, akan tetapi karena ia telah merasa lelah sekali dan hatinya terasa sakit dan mendongkol karena telah dipermainkan, ia menjadi mata gelap. Dengan menggertak gigi, ia lalu membacok ke arah kepala Cin Hai yang sedang duduk bersila sambil meramkan mata itu.

Kwee An bergerak hendak melompat dan menolong Cin Hai, akan tetapi ia ditahan oleh Biauw Suthai, dan Ang I Niocu yang telah mengetahui kelihaian Cin Hai. Juga Lin Lin telah siap dengan pedangnya, akan tetapi tiba-tiba suling di tangan Cin Hai digerakkan dan suling itu tidak menangkis pedang yang menyambar kepalanya, bahkan mendahului gerakan Ma Ing!

Terpaksa Ma Ing menahan gerakannya dan membacok dengan hebat ke arah pundak Cin Hai. Akan tetapi, dengan mata masih meram, sekali gerakkan pundak saja pemuda itu telah berhasil mengelit bacokan itu sambil berkata perlahan,

“Ah, Ma-ciangkun, engkau telah mendapat luka dalam, masih belum insafkah engkau?”






Ma Ing kaget sekali dan menahan pedangnya. Ia memang merasa betapa di dalam dadanya terasa panas dan yang membuatnya tak enak sekali, seperti orang yang mual dan hendak muntah.

“Rabalah iga kirimu dan engkau akan tahu!” kata Cin Hai lagi.

Ma Ing seperti dalam mimpi lalu menggunakan tangan kiri meraba iganya dan terkejutlah ia karena iganya terasa sakit sekali dan ketika ia merobek bajunya, ternyata di iga itu terdapat sebintik tanda merah sebesar jempol kaki! Ia maklum bahwa ia telah kena dilukai oleh Cin Hai, maka ia cepat menjura sambil berkata,

“Sungguh mataku seperti buta dan tidak melihat besarnya Gunung Thai-san yang menjulang di depan mata. Sicu lihai sekali jadi aku merasa takluk. Tidak tahu siapakah sebenarnya Sicu ini, dan murid siapakah?”

Cin Hai lalu menggunakan kepandaiannya hingga dalam keadaan bersila, tahu-tahu tubuhnya dapat mumbul ke atas. Inilah demonstrasi tenaga khikang yang jarang dipunyai oleh sembarang tokoh persilatan.

Setelah berada di udara Cin Hai melepaskan kaki dan berdiri. Ia membalas pemberian hormat Ma Ing dan berkata sambil tersenyum,

“Ma-ciangkun, siauwte bukanlah orang yang ternama besar. Siauwte bernama Cin Hai, she Sie dan orang memberi julukan kepada siauwte Pendekar Bodoh!”

Orang-orang tertawa dan memuji menyatakan heran dan kagum karena biarpun telah memiliki kepandaian sehebat itu, namun ternyata Cin Hai tidak menjadi sombong bahkan merendahkan diri serta bersikap ketolol-tololan.

“Kau sungguh pandai menyembunyikan kepandaian, Sicu. Siapakah nama Suhumu yang mulia?” tanya Ma Ing lagi yang kini benar-benar telah mati kutu dan tidak berani bersikap sombong.

“Suhuku lebih bodoh lagi daripadaku, ia tak memiliki kepandaian apa-apa.”

Ma Ing menjadi pucat mendengar ini, karena guru pemuda ini tentu kakek jembel Bu Pun Su yang berarti tidak punya kepandaian! Ia lalu menjura lagi dan berkata

“Terima kasih atas pengajaranmu, biarlah lain kali kalau ada jodoh kita bertemu kembali.” Ma Ing lalu mengajak kawan-kawannya pergi dari situ.

Setelah lima orang perwira itu pergi, semua orang lalu merubung dan memuji-muji Cin Hai. Lebih-lebih Lin Lin, gadis ini tanpa malu-malu lagi lalu memegang tangan Cin Hai dan menariknya ke arah ayahnya.

“Ayah, coba lihat Engko Hai ini! Sejak pertama bertemu aku telah menduga bahwa ia memiliki kepandaian hebat!” kata gadis itu dengan wajah berseri dan mata bersinar-sinar.

Kwee In Liang hanya mengangguk-angguk dan dengan suara terharu berkata,
“Terima kasih, Hai-ji. Kau telah menyelamatkan kami sekeluarga.”

Loan Nio memeluk keponakannya dengan girang dan terharu. Akan tetapi pada saat itu, dari luar terdengar seruan-seruan kaget dan tiba-tiba terdengar suara orang tertawa. Suara ini menyeramkan sekali dan Cin Hai juga merasa kaget sekali karena ia kenal suara ini! Ia cepat melepaskan diri dari pelukan bibinya dan melompat keluar. Ternyata di situ telah berdiri Hek Moko dan Pek Moko yang tertawa bagaikan dua orang gila!

“Ha, ha! Anak muda, kebetulan sekali kita dapat bertemu di sini. Engkau ternyata telah mewarisi kepandaian Bu Pun Su Si Kakek Gila. Marilah, kita main-main sebentar!”

“Ji-wi Locianpwe,” kata Cin Hai dengan sabar dan suara sungguh-sungguh. “Kita tak pernah bermusuhan, untuk apa kita harus bermain-main yang hanya akan menimbulkan buah tertawaan orang belaka?”

Suara Cin Hai kini terdengar berpengaruh tidak seperti tadi ketika ia mempermainkan para perwira itu. Lin Lin dan Ang I Niocu tahu-tahu sudah berdiri di kanan-kirinya.

“Anak muda, tak perlu banyak cerewet!” Pek Moko membentak. “Gurumu telah berhutang kepada kami dan sekarang kaulah yang harus membayar!”

Setelah berkata demikian, mereka berdua mencabut keluar pedang mereka yang mengerikan itu dan juga mereka mengeluarkan senjata tasbeh lalu menyerang dengan hebat ke arah Cin Hai!

Terpaksa Cin Hai mencabut pedang pemberian suhunya dulu, yaitu Liong-coan-kiam, dan ia lalu menggerakkan pedangnya meniru gerakan-gerakan lawannya itu! Tiga orang ini bertempur dengan hebat dan sebentar saja mereka bertiga lenyap dari pandangan mata dan hanya nampak debu mengepul dan tiga bayangan pedang bercampur menjadi satu!

Melihat pertempuran yang luar biasa hebatnya ini, baik Lin Lin maupun Ang I Niocu tak berdaya untuk membantu karena kedua-duanya maklum bahwa jika mereka membantu, tidak hanya sangat berbahaya bagi mereka, bahkan itu takkan menolong Cin Hai, malah mungkin akan mengacaukan pertahanannya.

Ang I Niocu mengerling ke arah Lin Lin dan ia melihat betapa gadis muda ini meremas-remas kedua tangannya dan dengan wajah pucat serta kedua mata basah dengan air mata memandang ke arah bayangan-bayangan yang bergulung-gulung itu!

Ang I Niocu merasa betapa hatinya tiba-tiba menjadi perih seperti tertusuk pedang. Ia maklum bahwa gadis muda yang manis ini jatuh cinta kepada Cin Hai! Keperihan hati ini membuat ia menjadi nekad. Dengan pedang di tangan ia menyerbu dan kini gulungan sinar pedang itu bertambah dengan sinar merah.

“Niocu, kau mundur!”

Terdengar seruan Cin Hai yang berpengaruh sekali. Tiba-tiba bayangan merah itu terlempar ketika pedangnya beradu dengan tasbeh Pek Moko, hampir saja ia mendapat celaka.

Setelah bertempur agak lama lagi, tiba-tiba terdengar teriakan ngeri dan tahu-tahu gulungan sinar pedang Hek Moko dan Pek Moko telah mengendur dan tiba-tiba kedua iblis itu sambil berteriak-teriak kesakitan lari dari situ!

Cin Hai berdiri dengan wajah pucat dan pedang di tangan kanannya bergetar karena tangan yang memegang itu menggigil!

Ang I Niocu memburu, akan tetapi ia kalah dulu dengan Lin Lin. Gadis ini memeluk tubuh Cin Hai yang berdiri bagaikan patung itu sambil berseru berkali-kali,

“Engko Hai… Engko… Hai… kau kenapakah?”

Cin Hai memandang Lin Lin dengan tersenyum lalu mengerling ke arah Ang I Niocu yang juga telah mendekatinya, tapi tiba-tiba pemuda ini meringis kesakitan dan jatuh pingsan!

Untunglah Lin Lin cepat menyambarnya dan gadis ini tanpa malu-malu lagi lalu memondong tubuh Cin Hai dibawa masuk ke dalam rumah.

Para tamu dan tuan rumah menjadi panik dan bingung. Cin Hai telah mendapat luka di dalam tubuh karena pukulan tasbeh Hek Moko, akan tetapi ujung pedang Liong-coan-kiam juga terdapat tanda darah yang menyatakan bahwa pemuda ini pun telah berhasil melukai kedua lawannya yang tangguh!

Kwee In Liang lalu minta maaf kepada semua tamunya dan para tamu lalu bubaran dan tiada habis-habisnya mereka membicarakan tentang Pendekar Bodoh yang luar biasa dan lihai itu! Dalam perjamuan itu, mereka benar-benar telah disuguhi pertunjukan silat yang luar biasa hebatnya!

Cin Hai dibaringkan dalam sebuah kamar Lin Lin, dan Loan Nio duduk menangis di dekatnya, sedangkan Ang I Niocu juga berdiri di situ dengan wajah pucat. Biauw Suthai yang pandai akan ilmu pengobatan melakukan pemeriksaan pada tubuh Cin Hai dan ternyata bahwa Cin Hai telah kena pukul tasbeh di pundak kanannya hingga menderita luka dalam yang hebat juga.

“Tak perlu kuatir,” kata Biauw Suthai, “Kalau orang lain yang terkena luka ini, tentu akan melayang jiwanya. Akan tetapi anak muda ini benar-benar telah mendapat latihan khikang yang tinggi hingga luka ini takkan membahayakan jiwanya.” Ia lalu mengeluarkan tiga belas butir pel putih dan memberikan pel itu kepada Lin Lin. “Berikan pil ini sehari tiga butir dan jika semua pil telah ditelan habis tentu ia akan sembuh kembali!”






Tidak ada komentar :