*

*

Ads

Minggu, 12 Mei 2019

Pendekar Bodoh Jilid 066

Dan kebetulan sekali, pada pagi hari ketika mereka berdua mendayung perahu ke mudik, mereka melihat sebuah perahu besar bergerak ke hilir. Mata Nelayan Cengeng yang tajam segera melihat adanya seorang yang berpakaian perwira Sayap Garuda di dalam perahu itu, dan melihat pula seorang Turki. Maka sengaja ia menabrakkan perahunya yang kecil kepada perahu depan itu hingga mengejutkan para penumpang perahu di depan itu!

Dua orang pendayung perahu Yousuf marah sekali dan mereka lalu mendamprat kepada nelayan tua itu,

“Eh, tua bangka kurang ajar! Apakah matamu telah buta?”

Nelayan Cengeng tertawa bergelak mendengar makian ini.
“Ha, ha, ha, ha! Kalau mataku buta, bagaimana aku bisa menumbuk perahumu?”

Sambil berkata demikian, ia mengangkat dayungnya dan memukul ke badan perahu di depan itu sekerasnya. Perahu itu bergoncang hebat dan bolong! Nelayan Cengeng sengaja memukul di bagian yang berada di bawah permukaan air, hingga sebentar saja air sungai mengalir masuk ke dalam perahu Yousuf!

Bukan main marah dan terkejutnya kedua orang pendayung itu. Mereka berteriak-teriak,

“Celaka! Perahu bocor! Perahu bocor! Celaka, kita bertemu dengan orang gila!”

Memang hebat pukulan dayung yang dilakukan oleh Nelayan Cengeng itu oleh karena bagian yang pecah demikian besarnya hingga sebentar saja air yang mengalir masuk sudah demikian banyaknya sukar dibendung lagi!

“Kurang ajar!” terdengar Yousuf berseru dan tubuhnya lalu meloncat, diikuti oleh Boan Sip yang merasa kuatir sekali melihat betapa perahu yang ditumpanginya mulai tenggelam dan miring!

Kedua pendayung itu pun tidak berdaya lagi dan mereka keduanya lalu menceburkan diri ke dalam air!
Terdengar Nelayan Cengeng tertawa bergelak-gelak, seakan-akan kejadian itu merupakan suatu hal yang lucu sekali, bahkan Ma Hoa dalam kesedihannya ikut tersenyum melihat perbuatan gurunya yang nakal.

“Hayo kita kejar mereka, Suhu!” serunya ketika melihat Boan Sip yang berpakaian perwira.

“Memang aku hendak mengejar mereka!” kata suhunya lalu mendayung perahu kecil ke pinggir.

Pada saat itu terdengar suara memanggil yang keluar dari perahu Yousuf yang sudah hampir tenggelam,

“Cici Hoa! Lo-cianpwe!!”

“Eh, itu Lin Lin!” kata Ma Hoa dengan girang sekali dan Lin Lin yang telah membuka pintu bilik dan melihat bahwa perahu yang ditumpanginya hampir tenggelam, segera menggenjot tubuhnya yang melayang ke perahu Ma Hoa!

“Lin Lin! Bagaimana kau bisa berada di perahu itu?” tanya Ma Hoa dengan heran.

“Cici! Tangkap penjahat besar itu! Perwira itu adalah Boan Sip, musuh besarku! Mereka tadi menawanku di dalam perahu!”

Bukan main marahnya Ma Hoa mendengar ini. Ia dan gurunya sudah sampai di pinggir dan di situ Boan Sip bersama Yousuf telah menanti dengan muka marah!

Lin Lin tak membuang waktu lagi, ia melompat dan menerjang Boan Sip yang menangkis sambil tersenyum mengejek.

“Sekarang terpaksa aku harus membunuhmu!” katanya.

Akan tetapi pada saat itu, dari samping berkelebat sinar pedang yang cepat gerakannya hingga ia menjadi terkejut sekali. Tidak tahunya, Ma Hoa yang sudah tiba di situ lalu menyerang dengan pedangnya.






Melihat datangnya serangan yang lihai ini, Boan Sip lalu melompat ke pinggir sambil mencabut goloknya dan bertempurlah mereka dengan hebat dan seru, Lin Lin yang tidak bersenjata lalu menghampiri perahu Ma Hoa dan mengambil keluar sebuah dayung. Dengan dayung ini ia lalu mengeroyok Boan Sip lagi dengan melancarkan pukulan-pukulan sengit.

Sementara itu, Nelayan Cengeng berhadapan dengan Yousuf yang masih kelihatan tenang-tenang saja. Ketika orang tua ini telah datang dekat, Yousuf berkata dalam bahasa Han yang cukup lancar,

“Nelayan tua, apakah tiba-tiba setan yang berkeliaran di sungai ini memasuki tubuhmu hingga tanpa sebab kau memukul pecah perahuku? Kalau betul demikian halnya, jangan kuatir, aku sudah biasa mengusir iblis yang memasuki tubuh manusia!”

Ucapan ini dikeluarkan oleh Yousuf setengah bersungguh-sungguh setengah mengejek oleh karena betapapun juga ia merasa mendongkol sekali melihat perahunya dirusak orang tanpa sebab.

Untuk sesaat Nelayan Cengeng tercengang mendengar ini, kemudian ia tertawa bergelak sampai mengeluarkan air mata dari kedua matanya. Yousuf tidak tahu akan keanehan orang tua ini yang selalu mengeluarkan air mata, ia menjadi curiga.

“Ah, benar-benar ada setan memasuki tubuhmu!”

Yousuf tangannya dilempangkan ke depan menuju ke arah dada dan kepala Nelayan Cengeng, kemudian ia membentak keras sambil mendorongkan kedua tangannya ke depan,

“Setan penasaran, keluarlah kamu dari tubuh orang tua ini!”

Tiba-tiba suara tertawa Nelayan Cengeng terhenti oleh karena orang tua ini menjadi kaget sekali. Dorongan orang Turki ini mengeluarkan angin yang aneh dan ia merasa seakan-akan semangatnya hendak didorong keluar dari tubuhnya.

Ia tidak tahu bahwa benar-benar Yousuf mengeluarkan aji kesaktiannya untuk mengusir roh jahat yang disangka bersembunyi di dalam tubuhnya. Cepat-cepat Nelayan Cengeng mengerahkan lweekangnya untuk memukul kembali tenaga dorongan yang dahsyat ini hingga Yousuf berseru,

“Aha, setan dari manakah berani melawan tenagaku? Apakah benar-benar kau tidak mau keluar dari tubuh orang tua ini?”

Sikap Nelayan Cengeng menjadi sungguh-sungguh, oleh karena ia mengerti bahwa orang Turki ini bukan sedang main-main dan menyangka betul-betul ia sedang kemasukan setan sungai. Maka ia segera menjura dan berkata,

“Tuan, kau sungguh lihai dan baik, bahkan kau terlampau baik terhadap kami orang-orang Han, terutama terhadap perwira itu yang bersama-sama denganmu di dalam perahu. Kebaikan itu selalu mengandung maksud tersembunyi yang kurang sempurna. Salahkah dugaan ini?”

Terkejut hati Yousuf mendengar ini, dan ia berlaku hati-hati.
“Ah, jadi aku telah salah sangka? Maaf, maaf. Perwira yang sedang bertempur itu memang kenalanku, akan tetapi apakah salahnya berkenalan di antara dua bangsa? Nelayan tua, tenagamu hebat sekali, dan apakah maksudmu merusak perahuku dan mengganggu perjalananku?”

“Kalau Tuan tidak bersama dengan perwira itu, aku orang tua tidak nanti berani berlaku kurang ajar. Akan tetapi ketahuilah, bahwa perwira itu telah melakukan kejahatan besar dan bahwa ia telah berani menawan seorang gadis yang menjadi sahabat muridku! Agaknya Tuan juga melindungi perwira itu!”

“Hem, siapa yang hendak melindungi dia?” kata Yousuf yang percaya penuh akan kegagahan Boan Sip.

Akan tetapi ketika ia menengok dan memandang ke arah pertempuran, ia menjadi terkejut sekali. Biarpun Boan Sip berkepandaian tinggi, akan tetapi oleh karena dikeroyok oleh Lin Lin dan Ma Hoa yang tidak rendah ilmu pedangnya, perwira ini menjadi terdesak hebat. Terutama dayung di tangan Lin Lin yang mengamuk hebat amat mendesaknya hingga kini Boan Sip hanya dapat menangkis sambil main mundur saja.

Yousuf merasa terkejut dan khawatir. Betapapun juga Boan Sip adalah seorang utusan pihak perwira kerajaan untuk menyaksikan dan membuktikan adanya pulau emas itu. Kalau Boan Sip sampai kalah dan tewas, bagaimanakah pekerjaan yang sedang dikerjakan ini dapat menjadi beres? Ia memang tidak suka kepada Boan Sip, akan tetapi demi tugas pekerjaannya, ia harus membantu.

Yousuf membuat gerakan dan hendak melompat membantu Boan Sip, akan tetapi tiba-tiba ia melihat bayangan berkelebat dan tahu-tahu Nelayan Cengeng telah berdiri di depannya sambil bertolak pinggang.

“Biarlah yang muda bertempur melawan yang muda pula. Kita tua sama tua boleh main-main, kalau kau kehendaki. Dengarlah, orang asing, aku sama sekali tidak hendak mengganggumu kalau saja engkau tidak turun tangan terlebih dulu. Biarkan perwira keparat itu berkelahi melawan muridku dan musuhnya, dan takkan mengganggu sedikit pun!”

Kini Yousuf maklum bahwa pertempuran tak dapat dihindarkan lagi, maka ia lalu memandang kepada nelayan tua itu dengan penuh perhatian. Ia melihat bahwa nelayan ini biarpun kelihatan seperti seorang biasa akan tetapi mempunyai sepasang mata yang bersinar-sinar aneh, maka ia dapat menduga bahwa orang ini tentulah seorang ahli lweekeng yang tinggi ilmu kepandaiannya.

“Kakek Nelayan, engkau tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa, maka engkau berani main-main. Ketahuilah aku bernama Yousuf, dan di dalam negeriku, aku disebut Malaikat Pengusir Iblis! Kau minggirlah dan percayalah bahwa aku pun tak hendak mengganggu kedua anak muda itu. Aku hanya ingin mencegah terjadinya pertumpahan darah di antara mereka dan sahabatku!”

Mendengar kata-kata ini, Nelayan Cengeng dapat mempercayai omongannya, oleh karena semenjak tadi pun ia maklum bahwa orang asing ini bukanlah orang jahat atau curang. Akan tetapi, setelah muridnya Lin Lin berhasil mendesak Boan Sip, mana ia memperbolehkan lain orang menolong perwira jahat itu?

“Tidak bisa, Saudara You Se Fei (lidahnya tidak dapat menyebut nama Yousuf). Kalau kau bergerak, aku Khong Hwat Lojin pun terpaksa bergerak juga!”

“Bagus! Marilah kita mencoba-coba kepandaian!”

Sambil berkata demikian, Yousuf menarik keluar sebatang pedang hitam yang ujungnya melengkung ke atas dan kelihatannya tajam sekali! Pedang ini memang luar biasa indah, oleh karena pada gagangnya nampak dihias emas permata yang berkilauan! Nelayan Cengeng juga bersiap sedia dengan dayung yang sejak tadi terpegang di tangannya.

“Lihat pedang!”

Yousuf berseru sambil menubruk maju. Gerakannya gesit dan cepat, sedangkan kedua kakinya berdiri di atas ujung jari kaki, tanda bahwa ia sedang mempergunakan ilmu ginkangnya yang aneh dan lihai. Cara berdiri macam ini membuat ia cepat sekali dapat bergerak dan mengubah kedudukan.

Melihat serangan ini, tahulah Khong Hwat Lojin bahwa ia berhadapan dengan orang pandai maka ia pun segera menggerakkan dayungnya dan mereka berdua lalu bertempur dengan hebat. Pedang di tangan Yousuf mengeluarkan angin dan menimbulkan bunyi bagaikan suling sedangkan dayung di tangan Nelayan Cengeng berputar seperti kitiran angin dan membuat debu mengepul ke atas!

Demikianlah, di pagi hari yang cerah sunyi di tepi sungai itu, terjadilah pertempuran yang amat hebat dan dahsyat, sehigga dua orang pendayung perahu Yousuf yang telah berenang ke tepi, kini ke duanya berjongkok dengan tubuh menggigil karena ketakutan.

Kepandaian Nelayan Cengeng untuk daerah utara sudah amat terkenal dan jarang ada jago dapat menandinginya, akan tetapi kini ia bertemu dengan seorang jago dari bangsa lain yang memiliki silat tinggi dan sama sekali asing baginya. Demikianpun Yousuf, baginya ilmu silat kakek nelayan ini hebat dan aneh hingga keduanya berlaku hati-hati sekali oleh karena tak dapat menduga lebih dulu perkembangan gerakan lawan.

Sementara itu, Boan Sip sudah lelah sekali. Keringatnya mengucur membasahi seluruh tubuhnya dan wajahnya menjadi pucat oleh karena ia harus menghadapi serangan dua singa betina yang sedang mengamuk hebat! Sambil bertempur, Lin berkata,

“Cici, kita harus buat mampus anjing ini. Dia inilah biang keladi malapetaka yang menimpa keluarga Kwee! Engko An tentu akan sangat berterima kasih kepadamu apabila engkau dapat membunuh anjing penjilat ini.”

Mendengar ucapan ini, tentu saja Ma Hoa menjadi makin bersemangat untuk segera merobohkan Boan Sip, untuk membuktikan setia dan cintanya kepada tunangannya yang selalu terbayang di depan matanya itu! Ia mengertak gigi dan mainkan pedangnya dalam serangan yang paling berbahaya, sedangkan Lin Lin juga menggunakan dayung di tangannya untuk menyerang kalang kabut hingga Boan Sip makin terdesak saja.






Tidak ada komentar :