*

*

Ads

Jumat, 31 Mei 2019

Pendekar Bodoh Jilid 112

Kwee An terkejut. Tanpa disengaja ia telah melukai perasaan pemuda tanggung itu, maka ia lalu berkata,

“Baiklah, aku akan membalas dengan serangan cambuk. Aku akan merampas cambuk dari tangannya!”

Ketika kakek itu memberitahukan hal ini kepada pemuda itu, ia lalu tersenyum senang dan mulai menyerang lagi. Kini Kwee An tidak mau mempergunakan ginkangnya lagi, dan ketika cambuk lawan menyambar, ia pun lalu menggerakkan cambuk di tangannya dan menggerakkan tenaga lweekangnya hingga cambuknya lalu membelit cambuk lawan. Ketika ia berseru keras dan membetot, tak tertahan lagi pemuda tanggung itu berteriak kaget dan terlepaslah cambuk itu dari tangannya.

“Nah, aku menang, karena cambuknya telah dapat kurampas!” kata Kwee An kepada kakek itu yang duduk memandang cara tadi dengan mata terbelalak heran.

Juga semua orang, termasuk pemuda tanggung itu, merasa heran sekali. Bagaimana cambuk dapat dipakai untuk merampas senjata demikian mudahnya? Akan tetapi, pemuda itu melangkah maju dan kembali mengeluarkan kata-kata keras dengan muka penasaran. Setelah ia habis berkata-kata, terdengar semua orang yang duduk mengelilingi mereka itu tertawa bergelak.

“Ada apa lagi?” tanya Kwee An kepada kakek yang menjadi juru bahasa itu.

Kakek itu pun tersenyum geli mendengar kata-kata anak muda tadi.
“Ia bilang bahwa laki-laki tanpa kumis memang seperti seorang perempuan yang berhati lemah. Ia menganggap kau tidak tahan melihat darah seperti seorang perempuan, dan karena kau tidak berkumis, maka tentu saja kau berhati curang dan mempergunakan ilmu sihir yang jahat untuk mengalahkannya. Ia tidak merasa kalah karena selain cambuknya tidak putus oleh golokmu, ia pun tidak mendapat luka satu pun dari cambukmu, ia menantangmu bertanding secara laki-laki, jangan seperti seorang perempuan!”

Merahlah muka Kwee An mendengar ini. Ia lalu melempar cambuk yang dirampasnya itu kepada pemuda tadi, dan setelah berseru keras, ia mulai menyerang dengan cambuknya yang disabetkan ke arah pinggang pemuda itu!

Pemuda itu berseru gembira dan mengangkat golok, dengan membabat keras dan cepat sekali dengan maksud memutuskan cambuk Kwee An yang berarti bahwa ia akan memperoleh kemenangan!

Kwee An terkejut juga melihat gerakan golok itu oleh karena ternyata ketika menangkis pemuda tanggung itu mempergunakan gerakan silat golok Bidadari Memalang Pintu! Ia maklum bahwa sabetan golok itu berbahaya sekali bagi keselamatan cambuknya, maka ia menggerakkan tangannya dan cambuk memutar kembali lalu menyerampang kedua kaki pemuda itu dengan gerakan cepat oleh karena ia mengira bahwa pemuda itu tentu tidak memiliki ilmu ginkang hingga lemah pada pergerakan kaki dan kegesitannya.

Akan tetapi ia kecele karena dengan cepat, pemuda itu melompat ke atas dan dari atas cambuknya menyambar ke arah kepala Kwee An! Kembali Kwee An terkejut. Gerakan melompat tadi adalah gerakan ilmu silat bernama Ikan Melompati Ombak!

Maka ia tidak berlaku sungkan-sungkan lagi dan menerjang dengan cambuknya yang diputar cepat sekali mengurung tubuh itu! Pemuda tanggung itu makin gembira nampaknya dan melawan dengan hebat dan ternyata bagi Kwee An bahwa ilmu kepandaian bermain cambuk dari pemuda ini benar-benar lihai!

Kini para penonton bersorak dengan gembira sekali, karena mereka kini menyaksikan pertandingan main cambuk yang benar-benar hebat dan ramai! Bahkan kakek tadi mengeluarkan sebuah huncwe (pipa tembakau) yang pendek, lalu mengepulkan asap dari huncwenya dan ia duduk menonton dengan asyiknya seakan-akan yang sedang berlangsung di depannya adalah pertunjukan yang amat indah menarik!

Betapapun pandai permainan cambuk anak muda itu, namun ia bukanlah lawan Kwee An yang memiliki ilmu kepandaian silat tinggi. Untuk menangkis tiap sabetan lawan, Kwee An tidak perlu menggunakan goloknya, karena cambuknya cukup digunakan untuk menangkis, sedangkan tiap kali pemuda itu menyabet cambuknya, dengan mengerahkan lweekangnya, Kwee An dapat membuat cambuknya menjadi lemas, licin kuat hingga ketika beradu dengan mata golok, cambuknya hanya terpental saja dan tak dapat diputuskan!

Ia mulai mengirim cambukan dan mula-mula ia hanya mencambuk punggung pemuda itu saja. Bukan main herannya semua penonton ketika melihat betapa tiap kali Kwee An mengayun cambuk, selalu ujung cambuknya mengenai punggung lawannya!

Juga pemuda tanggung itu merasa heran dan penasaran karena tidak ia sangka sama sekali bahwa pemuda asing tanpa kumis ini ternyata seorang jago cambuk yang luar biasa! Ia adalah seorang jago yang nomor satu di antara para pemuda dan telah lama dikagumi, tak nyana bahwa sekarang ia menjadi korban cambuk seorang pemuda tanpa kumis dan sama sekali tak dapat membalas!






Maka ia menjadi marah dan penasaran sekali, lalu menyerang terus dengan nekad walaupun bajunya di bagian punggung telah robek semua oleh ujung cambuk Kwee An! Memang Kwee An tidak bermaksud melukai pemuda itu hingga tiap kali cambuknya mengenai sasaran, ia selalu menyimpan tenaga dan tidak membuat kulit lawan menjadi terluka, hanya merobek-robek bajunya saja.

Tadinya Kwee An bermaksud agar supaya pemuda itu menginsafi kelemahannya dan suka mengaku kalah, akan tetapi setelah melihat betapa pemuda itu bahkan mendesak makin nekad, ia menjadi penasaran juga. Ia mulai menambah tenaga pada ujung cambuknya dan pecahlah kulit punggung pemuda itu terkena ujung cambuk. Darah mengalir membasahi bajunya yang sudah sobek.

Alangkah heran hati Kwee An ketika tiba-tiba semua orang bersorak melihat darah itu, seakan-akan menyaksikan peristiwa yang menggembirakan dan yang menambahkan keindahan pada pertandingan itu!

Kwee An mengirim beberapa kali cambukan yang membuat kulit punggung lawannya penuh dengan darah karena kulit itu terpukul pecah. Sungguhpun Kwee An tidak bermaksud melukainya terlalu dalam, namun seharusnya cambukan-cambukan itu cukup menyakitkan. Akan tetapi anehnya, bukan menyerah, bahkan pemuda itu menjadi makin nekad dan menyerang makin hebat!

Kwee An menjadi kewalahan juga. Melihat dari sikap pemuda ini dan sorak-sorakan para penonton yang menjadi gembira, ia maklum bahwa pemuda tanggung yang gagah ini tentu mengambil keputusan hendak melawan sampai darahnya habis atau sampai tidak kuat lagi, sedangkan para penonton makin merasa gembira saja.

Ketika ia mengerling dan memandang ke arah kakek tua tadi, ternyata bahwa kakek itu pun sedang menonton sambil mengepul-ngepulkan asap huncwenya, seakan-akan menikmati pemandangan yang menyenangkan hati!

Maka Kwee An lalu mendapat akal. Ia mulai mengeluarkan ilmu silat yang berdasarkan ilmu silat warisan Hek Mo-ko. Tubuhnya berkelebat dan melompat ke atas dan bergerak mengelilingi pemuda itu yang menjadi pening dan kabur matanya. Tiba-tiba, tanpa terlihat orang lain, Kwee An mengulurkan jari tangan dan dengan tepat sekali menotok jalan darah thian-hu-hiat hingga pemuda itu roboh dengan lemas tanpa dapat bergerak lagi!

Melihat pemuda itu roboh dengan lemas semua orang mengira bahwa pemuda itu tentu telah lelah dan terlalu banyak mengeluarkan darah, maka dianggap kalah dan semua orang lalu menolongnya!

Kwee An juga pura-pura menolongnya, akan tetapi ketika ia mengangkat pundak pemuda itu, ia menekan dengan jarinya hingga totokannya tadi dapat dilenyapkan, hingga kesehatan pemuda itu pulih kembali.

Pemuda itu hanya memandang dengan heran dan kagum, lalu tiba-tiba ia berdiri, memeluk leher Kwee An dan menciumi pipinya! Inilah tanda dari persahabatan dan kekaguman, hingga tadinya Kwee An merasa heran sekali. Akan tetapi setelah ia mendapat keterangan dari kakek itu, ia merasa lega dan senang.

Semua orang tiada habisnya memuji dan mengagumi Kwee An dan seketika itu juga Kwee An mendapat julukan Malaikat Cambuk! Betapa tidak? Pemuda tanggung itu adalah putera pemimpin mereka yang memiliki ilmu cambuk tertinggi diantara anak-anak muda disitu, sekarang Kwee An dapat mengalahkannya tanpa menderita cambukan sekali pun!

Kini semua orang bukan memaksa, akan tetapi membujuk-bujuk Kwee An untuk menemui pemimpin mereka. Melihat keramahan mereka ini, Kwee An merasa kurang enak hati untuk menolaknya, maka ia lalu ikut mereka masuk ke dalam hutan yang liar itu.

Kedatangan mereka disambut oleh banyak orang dan kembali Kwee An terheran-heran, oleh karena semua orang laki-laki di kampung itu berkumis! Kumis mereka semodel, yaitu panjang melintang dan dipilin ke atas, membuat mereka nampak gagah dan keren!

Akan tetapi yang membuatnya benar-benar tidak mengerti adalah bahwa anak-anak muda yang baru dua belas atau tiga belas tahun pun mempunyai kumis macam itu! Ketika melihat seorang anak laki-laki paling banyak berusia sebelas tahun sudah kumisan, Kwee An tidak terasa pula mengulurkan tangan untuk memeriksa apakah kumis itu tulen.

Akan tetapi ketika ia mencabutnya perlahan, anak itu berteriak kesakitan dan semua orang menjadi heran melihat kelakuan Kwee An itu! Hanya kakek juru bahasa tadi saja yang mengerti akan maksudnya, maka ia berkata,

“Semua kumis yang kami pakai adalah kumis tulen, kumis yahg tumbuh dengan sewajarnya dari kulit!”

“Tapi… tapi anak kecil itu… usianya baru sebelas tahun!” kata Kwee An dengan heran sekali.

Kakek itu tertawa.
“Mengapa tidak? Usia sebelas tahun sudah dewasa! Menurut kebiasaan kami, anak laki-laki yang telah berusia sepuluh tahun, dianggap dewasa dan padanya lalu dikenakan upacara tumbuh kumis, yaitu dengan perayaan gembira, anak itu dinyatakan dewasa dan di atas bibirnya lalu digosok dengan obat tumbuh kumis. Dalam waktu setahun saja kumisnya akan tumbuh dengan baiknya seperti yang kau lihat pada anak tadi.”

Baru mengerti Kwee An setelah mendengar penuturan ini. Pantas semua orang memelihara kumis. Yang lebih mengherankannya lagi ialah ketika orang-orang wanitanya muncul. Mereka ini rata-rata berkulit halus putih dan biarpun potongan muka hampir sama dengan orang-orang Han, namun mata mereka lebar-lebar dan bagus.

Akan tetapi ketika wanita-wanita itu tertawa, Kwee An terkejut oleh karena gigi mereka yang kecil dan berderet rapi itu berwarna hitam mengkilat! Diam-diam Kwee An mengeluh menyayangkan mengapa wanita-wanita cantik manis itu bergigi hitam!

Ia dibawa menghadap pada seorang Haimi yang bertubuh tinggi besar dan yang mempunyai kumis indah dan panjang sekali. Matanya lebar berpengaruh, usianya belum tua benar, paling banyak empat puluh tahun. Ketika melihat Kwee An, ia lalu turun dari tempat duduknya dan menyambutnya dengan ramah,

“Sahabat, kunjungan seorang Han merupakan kehormatan besar sekali bagi kami!”

Bukan main dan herannya hati Kwee An mendengar betapa pemimpin Haimi ini dapat bicara bahasa Han dengan amat baiknya! Ia lalu menjura dan berkata girang,

“Akulah yang mendapat kehormatan besar sekali dapat bertemu dengan orang-orang gagah bangsa Haimi, dan girang sekali hatiku karena ternyata bahwa selain kakek itu kau pun pandai berbahasa Han!”

Tempat dimana Kwee An disambut oleh kepala suku bangsa Haimi itu adalah sebuah pondok yang cukup besar terbuat dari pada kayu-kayu hutan. Pada saat itu, dari ruang dalam muncul seorang wanita muda dan ketika Kwee An memandang, ia menjadi kagum.

Dara ini cantik sekali, terutama sepasang matanya yang lebar dan indah. Dengan gerakan lemah lembut dan tanpa sungkan-sungkan lagi, dara muda itu mengambil tempat duduk di dekat pemimpin itu dan memandang Kwee An dengan sinar mata kagum, memandang dengan langsung tanpa malu-malu seperti biasa kelakuan gadis-gadis bangsanya sendiri! Oleh karena dipandang secara demikian itu, Kwee Anlah yang merasa malu dan sungkan!

“Ini adalah puteriku yang bernama Meilani,” kata pemimpin itu kepada Kwee An dan gadis itu tersenyum kepadanya.

Kembali datang rasa kecewa dalam hati pemuda itu ketika melihat betapa senyum manis dikacau oleh cahaya gigi yang hitam berkilau itu. Mengapa orang merusak gigi yang bagus itu?

Pemuda yang tadi dikalahkan oleh Kwee An, lalu menghampiri ayahnya dan menuturkan tentang pertandingan tadi kepada ayahnya dengan menggerak-gerakkan tangannya. Ia memandang kepada Kwee An dengan kagum dan agaknya ia memuji-muji kepandaian Kwee An karena Kwee An melihat betapa pemimpin itu memandangnya dengan mata terbelalak, sedangkan Meilani bahkan lalu berdiri dari tempat duduknya dan menghampirinya sambil memandangnya penuh perhatian dari kepala sampai ke kaki, seperti seorang memeriksa dan menaksir-naksir benda yang indah menarik!

Kwee An tidak berani bergerak ketika didekati oleh dara ini dan ketika gadis ini mendekatinya ia mencium keharuman yang ganjil, seperti bau bunga mawar!






Tidak ada komentar :