*

*

Ads

Jumat, 07 Desember 2018

Pendekar Sakti Jilid 014

“Lopek, marilah kita keluar dari halaman orang kaya ini,” kata Kwan Cu sambil menolong pengemis tua yang terluka oleh gigitan-gigitan anjing tadi.

Pengemis itu dengan susah payah berdiri dan merangkulkan lengan kirinya pada leher Kwan Cu dan terseok-seok mereka keluar dari tempat itu.

Akan tetapi, setelah kini anak gundul itu tidak berada di dekatnya lagi, Lu Thong timbul keberaniannya, dia berseru keras dan tiga ekor anjing itu kembali menyalak-nyalak dan menyerbu Kwan Cu dan pengemis tua yang sedang jalan terpincang-pincang hendak keluar!

Kwan Cu tidak berdaya karena dia sedang menggandeng kakek itu keluar. Pengemis itu demikian lemah sehingga kalau dia di lepaskan pegangannya, tentu orang tua itu akan roboh! Sebaliknya pengemis tua itu tidak mempedulikan sama sekali tiga ekor anjing yang menggonggong-gonggong dan mengurung. Wajah pengemis tua ini menjadi terang berseri dan dia bahkan bernyanyi dengan suara yang tinggi!

“Alam hidup bukan untuk diri pribadi, karenanya dapat kekal abadi! Tidak seperti lu manusia hina (siauw jin), lupa akan asal usulnya, setelah hidup mewah dan kaya, si miskin ia hina! Mana dia akan dapat tahan lama?”

Nyanyian ini diulang-ulangi dan diam-diam Kwan Cu merasa kagum. Susunan kata-katanya amat indah dan dia puji kakek ini yang dapat menghubungkan ujar-ujar Lo Cu dengan kata-kata lain yang isinya menyinggung-nyinggung orang she Lu yang dia tidak tahu entah siapa! Ia masih ingat bahwa bait pertama yaitu,

”Alam hidup bukan untuk diri pribadi, karenanya dapat kekal abadi” adalah ujar-ujar dari nabi Lo Cu tentang pelajaran To.

Tiga ekor anjing itu mengejar terus dan pada saat mereka hendak menubruk dan menyerang dua orang yang keluar itu, tiba-tiba dari atas menyambar turun tubuh dengan kepalanya yang gundul kelimis. Kak Thong Taisu telah berada di situ, tertawa bergelak sambil berkata,

“Nyanyian orang edan!” akan tetapi biarpun dia tujukan ucapannya ini kepada kakek pengemis tadi, sebetulnya dia sama sekali tidak memperhatikan kakek pengemis dan Kwan Cu. “Cocok betul dia dengan bocah tolol.”

Kemudian, ketika Kak Thong Taisu melihat tiga anjing yang mengejar-ngejar pengemis itu dan Kwan Cu, matanya berseri-seri.

“Ah, anjing bagus, daging gemuk!”

Sambil berkata demikian, hwesio ini melangkah dua kali sambil menggerakkan kedua tangannya dan tahu-tahu dia telah dapat menangkap tiga ekor anjing itu pada ekornya! Benar-benar hebat tenaga Si Tangan Seribu Kati ini, karena dia memegang tiga ekor anjing pada ekor mereka itu hanya dengan tangan kiri dan sekali lagi mengayun, terdengar suara “prak!” dan pecahlah kepala tiga ekor anjing itu menghantam lantai!

Lu Thong memandang kejadian ini dengan mata terbuka lebar. Ia tidak marah melihat tiga ekor anjingnya dibunuh orang, bahkan dia lalu menghampiri hwesio itu dan berkata,

“Losuhu, kau lebih hebat dari pada Ang-bin Sin-kai agaknya!”

Kak Thong Taisu membalikkan tubuhnya, melempar mayat tiga ekor anjing tadi, dan memandang kepada anak itu. Ia menatap wajah Lu Thong dari kepala sampai ke kakinya, penuh perhatian dan diam-diam dia mengakui bahwa anak ini pun memiliki tulang dan bakat yang baik sekali, sungguhpun tidak sebaik Kwan Cu.

“Kau tahu apa tentang Ang-bin Sin-kai?” tanyanya.

“Dia adalah kakak dari kong-kongku, mengapa aku tidak tahu? Dia lihai sekali, akan tetapi melihat kepandaian losuhu, kau berani bertaruh bahwa Losuhu tentu lebih lihai!”

“Hm, jadi kau cucu dari Lu Pin?”






Lu Thong mendongkol sekali. Sudah dua kali dalam satu hari ini orang menyebut nama kakeknya begitu saja. Kakeknya Lu Pin adalah seorang menteri, bagaimana seorang pengemis tua dan seorang hwesio menyebut namanya begitu saja. Akan tetapi kali ini Lu Thong tidak mau memperlihatkan muka marah. Ia cerdik sekali dan dia ingin belajar ilmu silat, maka dia lalu menjura dan berkata,

“Betul sekali, Losuhu. Teecu yang rendah dan bodoh adalah cucu dari orang tua itu. Sayang sekali teecu bernasib buruk .”

Hwesio ini mengangkat alisnya dan memandang penuh perhatian,
”Apa katamu? Bernasib buruk setelah kau mengenakan pakaian demikian indahnya, tinggal di gedung demikian mewahnya?”

Mendengar ini, tiba-tiba Lu Thong menangis, menjatuhkan diri berlutut di depan hwesio itu dan merenggutkan hiasan rambut serta pakaiannya sehingga sobek-sobek.

“Buat apa semua kemewahan ini, Losuhu? Teecu ingin sekali belajar ilmu silat yang tinggi.”

“Kau masih cucu Ang-bin Sin-kai, apa susahnya untuk memenuhi keinginan itu ?”

“Inilah, Losuhu, yang membuat hati teecu selalu tak senang. Ang-bin Sin-kai tidak mau mengajar silat kepada teecu!”

Diam-diam Kak Thong Taisu berpikir, anak ini cukup cerdik dan berbakat baik, ia telah dikecewakan oleh Kwan Cu yang tidak mau menjadi muridnya, sekarang ada anak ini yang di tolak oleh Ang-bin Sin-kai! Mengapa dia tidak mau mengambil sebagai murid? Hendak dia lihat bagaimana Ang-bin Sin-kai kelak kalau melihat keturunannya belajar ilmu silat dari padanya!

“Eh, anak, siap namamu?”

“Teecu bernama Lu Thong.”

Girang hati Kak Thong Taisu, karena nama anak ini ada persamaan dengan namanya .
“Kalau aku mengajar silat kepadamu bagaimana?”

Bukan main girangnya hati Lu Thong dan serta merta dia lalu menjatuhkan diri dan berlutut di depan hwesio itu,

“Suhu, teecu akan belajar dengan giat!”

“Akan tetapi kau harus ikut aku merantau, menjadi pelayanku, mengemis makanan untukku dan hanya boleh makan sisa makananku. Sangggupkah?”

Tentu syarat-syarat ini amat berat, bahkan terdengar mengerikan dalam telinga Lu Thong, akan tetapi oleh karena dia memang cerdik, dia tidak mau menurutkan perasaannya.

”Teecu hanya akan tunduk kepada semua perintah Suhu. Akan tetapi teecu tadi mendengar suhu memuji anjing-anjing itu sebagai daging-daging gemuk, apakah Suhu suka kalau teecu menyuruh orang memasaknya?”

Berseri wajah Kak Thong Taisu.
“Tentu saja, aku sampai lupa! Sayang kalau daging-daging gemuk itu dibuang begitu saja.”

Pada saat itu, beberapa orang muncul dari dalam dan mereka ini kaget sekali ketika melihat Lu Thong berlutut di depan seorang hwesio gemuk. Mereka adalah Lu Seng Hok dan istrinya, yang diikuti oleh beberapa pelayan. Tadi Lu Thong memang telah membohong kepada pengemis tua itu ketika dia mengatakan bahwa ayahnya tidak berada di rumah.

“Thong-ji, kau sedang apa di situ? Siapa hwesio ini?” tanya Lu Seng Hok kepada anaknya dengan kening di kerutkan.

“Ayah, dia ini adalah suhuku, bernama….”

Lu Thong menengok kepada Kak Thong Taisu karena dia memang belum mengetahui nama suhunya.

“Kak Thong Taisu, berjuluk Jeng-kin-jiu!” kata hwesio itu sambil tertawa dan matanya memandang kepada Seng Hok dengan sikap menggoda.

Hwesio ini memang adatnya aneh sekali. Kalau orang biasa, melihat sikap kurang senang dari tuan rumah, tentu akan segera pergi akan tetapi dia sebaliknya malah sengaja mempermainkan tuan rumah dan pada saat itu pun dia mengambil keputusan untuk tinggal di gedung ini!

Adapun Lu Seng Hok yang mendengar nama yang amat terkenal ini, diam-diam merasa makin tak senang. Nama Jeng-kin-jiu sudah amat terkenal sebagai seorang yang berwatak aneh dan ditakuti orang.

“Bukankah kau ingin berguru kepada Ang-bin Sin-kai?” tanya Seng Hok karena dia tak berani melarang begitu saja atau mengusir hwesio ini.

“Ayah, Suhu jauh lebih lihai dari pada Ang-bin Sin-kai. Lihat saja tiga ekor anjing itu. Sekali tangkap dan sekali banting, tiga ekor anjing itu telah mampus! Suhu ingin makan daging anjing, harap ayah menyuruh tukang masak segera memasaknya!”

Kak Thong Taisu tertawa bergelak.
“Tak kusangka pinceng akan berada di antara keluar Lu Pin. Aha, kalau saja Ang-bin Sin-kai melihat ini. Ha-ha-ha!” kemudian dengan langkah lebar dia mengikuti muridnya dan tuan rumah memasuki gedung yang indah itu.

Demikianlah mulai hari itu Jeng-kin-jiu Kak Thong Taisu tinggal di rumah Lu Seng Hok, hidup senang, setiap hari minta disediakan makanan yang paling enak. Ia juga mengajar ilmu silat kepada Lu Thong dan makin gembira melihat betapa anak ini benar-benar berbakat baik.

Akan tetapi orang seperti hwesio ini, mana betah tinggal terus-terusan di dalam rumah? Sering kali dia pergi tanpa bilang terlebih dulu dan datang pula tanpa memberi tahu. Kadang-kadang mengajak muridnya, kadang-kadang sendiri dan semua orang, termasuk Lu Thong yang sudah mengetahui watak luar biasa dari Kak Thong Taisu, tidak berani menegur.

Pendeknya, Kak Thong Taisu ini boleh berbuat apa saja yang ia suka di dalam rumah itu dan semenjak di situ ada Kak Thong Taisu menteri Lu Pin tidak mau datang ke rumah puteranya. Hal ini untuk mencegah kejadian yang tidak enak karena sikap hwesio ini memang sangat kasar dan tidak mau menghormat sama sekali.

**** 014 ****





Tidak ada komentar :