*

*

Ads

Sabtu, 23 Maret 2019

Ang I Niocu Jilid 052

Kini baru tahulah Kim Lian mengapa Im Giok dan Kiang Liat takut terhadap Bu Pun Su. Tidak tahunya pendekar ini mempunyai hati yang keras dan suka sekali menghukum anak muridnya. Ketika ia mengangkat muka, hatinya berdebar ketakutan melihat sinar mata Bu Pun Su yang demikian tajamnya menembus dada memeriksa isi hati. Benar-benar manusia aneh. Kim Lian bergidik. Belum pernah ia melihat sinar mata yang begitu berpengaruh!

Im Giok berkata kepada Bu Pun Su dengan suara memohon,
“Susiok-couw, Suci memang bersalah. Mohon Susiok-couw sudi memberi ampun. Susiok-couw, seorang gadis yang diandalkan hanyalah kebersihan muka dan hati, biarpun hati bersih kalau muka kotor dan bopeng, bukankah itu berarti hancurnya hidup seorang gadis? Oleh karena itu, mohon Susiok-couw menaruh belas kasihan dan sudi mengobatinya.”

“Lebih baik muka bopeng asal hati bersih, daripada muka cantik hatinya kotor!” kata pula Bu Pun Su, suaranya kini menggeledek, membuat Kim Lian gemetar sambil mendekam di atas tanah.

Im Giok tak berani banyak cakap lagi, hanya melirik ke arah sucinya dengan hati kasihan.

Bu Pun Su melihat semua ini, akan tetapi belum sempat ia berkata, pemuda sastrawan yang semenjak tadi sudah sadar dari totokan ringan dan kini menjatuhkan diri berlutut pula, berkata,

“Boanseng Gan Tiauw Ki mohon kepada Lo-enghiong, sudilah menaruh kasihan dan mengobati Li-hiap yang terkena racun. Li-hiap telah melakukan perbuatan gagah berani, kasihanilah kalau sampai menderita hidupnya. Kalau bisa, biarlah boanseng mengoper racun itu dan biar boanseng menjadi cacat untuk membalas budinya.”

Mendengar permintaan pemuda sastrawan yang bersedia menggantikan hukuman yang menimpa diri Song Kim Lian, Bu Pun Su mengerutkan alisnya dan memandang tajam kepada pemuda itu. Akan tetapi, Gan Tiauw Ki menentang pandang mata ini dengan tabah dan tidak takut-takut, karena memang pemuda ini rela untuk membalas budi Kim Lian.

“Hm, kau tidak mengecewakan menjadi seorang terpelajar,” kata Bu Pun Su, pandang matanya melunak. “Baikiah, setelah dua orang memintakan ampun, biar aku sembuhkan dia. Kau maju ke sini!” katanya kepada Kim Lian yang maju dengan sikap takut-takut.

Bu Pun Su menggerakkan kedua tangan ke arah pundak dan lengan Kim Lian yang tadi terkena pukulan Cheng-jiu Tok-ong. Terlihat uap putih mengepul dan bergerak menyambar ke arah dua bagian tubuhnya, terutama sekali di bagian yang terluka oleh racun, rasa panas hampir tak dapat ditahannya sampai mukanya menjadi merah sekali dan berpeluh.

Bu Pun Su menarik kembali kedua tangannya.
“Sudah sembuh, sudah sembuh…” katanya perlahan.

Kim Lian berlutut menghaturkan terima kasih. Akan tetapi Bu Pun Su mengeluarkan kata-kata ancaman,

“Sebagai murid Kiang Liat, kau telah mewarisi kepandaian yang dasarnya datang dari aku. Oleh karena itu, hati-hatilah kau menjaga gerak-gerik dan perbuatanmu. Aku sendiri yang akan menghukum anak murid yang menyeleweng!” Kemudian Bu Pun Su menoleh kepada Gan Tiauw Ki dan bertanya secara tiba-tiba. “Bukankah surat kaisar untuk Suma-huciang berada di tanganmu?”

Tiauw Ki sebetulnya kaget bukan main, akan tetapi pemuda ini tidak kelihatan berubah air mukanya, bahkan dengan tabah ia menatap wajah Bu Pun Su.

“Kepada Lo-enghiong yang menjadi susiok-couw dari kedua orang Li-hiap ini, boanseng tentu saja tidak berani membohong. Akan tetapi, mengenai pertanyaan tadi, harap maafkan, boanseng tidak dapat menjawab.”

Kim Lian mengangkat muka, memandang dengan kening berkerut. Alangkah kurang ajarnya pemuda itu, pikirnya marah. Kalau saja ia tidak takut kepada Bu Pun Su, tentu ia telah memberi hajaran kepada pemuda itu. Juga Im Giok mengerling ke arah Tiauw Ki dengan pandang mata heran.

Akan tetapi, anehnya, Bu Pun Su sendiri tidak menjadi marah, bahkan sebaliknya pendekar sakti ini mengangguk-angguk dengan muka puas.

“Bagus, bagus! Tidak percuma kau menjadi orang kepercayaan Kaisar, Gan-sicu! Tak usah kau takut-takut dan curiga, kau boleh ketahui bahwa mendiang Menteri Lu Pin adalah kakekku.”






Mendengar ini, Gan Tiauw Ki lalu menjatuhkan diri berlutut di depan Bu Pun Su.
“Mohon Lo-enghiong sudi memaafkan boanseng yang kurang ajar. Memang sesungguhnya boanseng yang menerima tugas itu dan boanseng benar-benar kagum sekali melihat Lo-enghiong yang demikian waspada. Selanjutnya boanseng yang bodoh hanya mengharapkan petunjuk dari Lo-enghiong.”

“Sebetulnya, mana aku tahu tentang urusan ini? Hanya secara kebetulan saja aku mendengar bahwa Kaisar telah mengirim utusan untuk menghubungi Sumahuciang di Tiang-hai. Di antara mereka yang terbunuh oleh tentara Gubernur Lie Kong, hanya kau yang kelihatan paling cerdik dan mempunyai pribadi. Kebetulan pula kau seorang yang selamat, maka aku menduga tentu kau yang menjadi utusan itu.”

“Jadi mereka yang menyerang tadi adalah pasukan dari Gubernur Lie Kong?” tanya pemuda itu dengan muka kaget.

“Apa kau kira Lie Kong demikian bodoh sehingga tidak tahu akan gerak-gerik Kaisar?” Bu Pun Su tertawa, “Bocah she Gan, hanya satu yang belum kau punyai, yakni pengalaman. Kau tentu tidak pernah menyangka bahwa di antara orang-orang yang kelihatan setia kepada Kaisar, yang setiap hari dekat dengan Kaisar di istana, terdapat kaki tangan pemberontak!”

Kini Gan Tiauw Ki benar-benar terkejut dan mukanya berubah.
“Kalau begitu, tugas boanseng masih belum terlepas dari bahaya. Boanseng sendiri tidak takut akan bahaya yang dapat menimpa diri boanseng, akan tetapi surat… boanseng mohon petunjuk dari Lo-enghiong…”

“Kau harus dikawal sampai Tianghai. Im Giok, sekarang tiba saatnya kau mempergunakan kepandaian yang selama ini kau pelajari guna kebaikan. Tugas yang dipegang oleh Gan-siucai bukan kecil dan kaulah yang kutugaskan mengawalnya sampai ke Tiang-hai. Aku sendiri yang akan memberitahukan hal ini kepada ayahmu. Nah, berangkatlah kalian berdua!”

Kiang Im Giok memang takut dan tunduk kepada susiok-couw ini dan pula… tak dapat disangkal lagi bahwa, hatinya berdebar girang tercampur jengah menerima tugas ini. Ia sejak tadi sudah amat tertarik kepada pemuda yang tampan ini, dan sekarang, ia ditugaskan untuk mengawalnya ke Tiang-hai, berarti ia akan melakukan perjalanan sedikitnya tiga hari bersama pemuda itu!

“Teecu mentaati perintah Susiok-couw,” katanya sambil menundukkan mukanya.

“Berangkatlah dan ingat, kalau sampai pemuda ini terbunuh orang, itu masih belum hebat, akan tetapi jagalah baik-baik agar surat yang berada di saku baju dalamnya jangan sampai dicuri orang!”

Im Giok menyatakan baik, lalu menghampiri kudanya.
“Suci, biar kudamu dipakai oleh Gan-siucai.”

Kim Lian tersenyum akan tetapi tidak berani mengeluarkan kata-kata sembrono dihadapan Bu Pun Su, maka ia hanya berkata,

“Baiklah, Sumoi, memang Gan-siucai habis terluka dan lemah, harus melanjutkan perjalanan naik kuda.”

Gan Tiauw Ki buru-buru berkata,
“Tidak usah, Li-hiap. Mana berani aku mengganggu dan memakai kuda Li-hiap? Habis Li-hiap sendiri mau naik apa? Tak usahlah, biar aku berjalan kaki saja…”

Tentu saja Tiauw Ki merasa sungkan untuk memakai kuda Kim Lian, karena biarpun gadis itu seorang pendekar gagah, namun tetap saja Kim Lian adalah seorang wanita. Mana patut seorang laki-laki mengambil kuda seorang gadis dan membiarkan gadis itu berjalan kaki?

Bu Pun Su yang melihat semua ini berkata,
“Gan-siucai, tak usah sungkan-sungkan dalam saat seperti ini. Kau pakailah kuda itu dan cepat berangkat!”

Mendengar ini, Gan Tiauw Ki tak berani membantah lagi. Ia menjura kepada Bu Pun Su, lalu kepada Kim Lan. Setelah itu ia lalu menunggangi kuda Kim Lan. Biarpun gerakannya lemah, namun dapat dilihat bahwa dia sudah biasa menunggang kuda.

Hal ini melegakan hati Im Giok. Karena kalau pemuda itu tidak biasa menunggang kuda, bisa repot juga di jalan! Setelah Im Giok memberi hormat kepada Bu Pun Su dan berpamit kepada Kim Lian, ia lalu berangkat bersama Tiauw Ki.

Di dalam perjalanan ini, Tiauw Ki secara terus terang menuturkan segala sesuatu yang berhubungan dengan tugasnya kepada pengawalnya yang cantik jelita itu. Penuturan Tiauw Ki singkatnya sebagai berikut.

Semenjak pemberontakan dan perusuh An Lu Shan, She Su Beng dan yang lain-lain dihancurkan dan ibu kota Tiang-an jatuh kembali kepada Kerajaan Tang, keadaan di seluruh negeri sudah tidak seperti biasa lagi. Kembalinya pasukan-pasukan Tang merebut kota raja bukanlah atas kekuatan sendiri, melainkan mendapat bantuan dari suku bangsa-suku bangsa dari utara dan barat, terutama sekali mendapat bantuan dari suku bangsa Uigur yang terkenal kuat dan gagah berani.

Setelah pasukan pemberontak dihancurkan, para pembantu ini merasa keenakan tinggal di Tiongkok dan tidak mau keluar lagi, bahkan mereka ini memperebutkan harta benda dan kekuasaan.

Negara menjadi kacau balau, keamanan tidak terjamin lagi dan di sana-sini para pembesar hidup seperti raja kecil. Banyak gubernur dari propinsi-propinsi yang berjauhan dari kota raja, mulai tidak taat lagi kepada Kaisar. Bahkan lambat-laun Kaisar hampir hilang pengaruhnya dan seringkali harus menurut apa yang diusulkan oleh para gubernur, yang sesungguhnya bukan merupakan usul lagi akan tetapi lebih mendekati perintah! Kaisar seakan-akan menjadi boneka belaka dan yang berkuasa adalah para pembesar tinggi yang memiliki pasukan-pasukan kuat.

Betapapun juga, sampai sebegitu jauh belum ada pembesar yang berani secara terang-terangan menentang Kaisar, karena masih banyak juga pembesar-pembesar yang setia kepada Kaisar. Sebetulnya kesetiaan ini bukan karena memandang kepada Kaisar, melainkan kepada Kerajaan Tang sendiri.

Para pembesar dan juga rakyat memang setia kepada pemerintah Tang dan apapun juga yang menjadi alasan, mereka ini tidak akan membiarkan orang memberontak terhadap pemerintah Tang. Oleh karena itu, Kaisar juga tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dan Kaisar menghubungi pembesar-pembesar yang setia untuk dapat berjaga-jaga terhadap pemberontak yang mungkin timbul.

Gan Tiauw Ki adalah seorang siucai yang baru saja lulus dalam ujian di kota raja. Dia adalah putera seorang janda petani di dusun Lee-siang-chung di Propinsi Hok-kian. Semenjak kecilnya ia memang amat rajin belajar. Waktunya sejak kecil sampai dewasa dihabiskan untuk mempelajari semua buku-buku kuno dan akhirnya dengan mendapat dukungan ibunya yang bangga melihat puteranya, Gan Tiauw Ki berangkat ke kota raja untuk mengikuti ujian yang diadakan setiap tahun.

Selain pandai ilmu kesusastraan, di dalam dada pemuda ini menyala api cinta bangsa dan cinta negara yang besar. Oleh karena itu, dalam menempuh ujian, ia mendapat angka tertinggi sehingga pembesar tua yang menjadi ko-khoa (kepala examinator) kagum sekali.

Kemudian setelah pemuda ini ditanya asal-usulnya, jawaban-jawabannya bersemangat sehingga pembesar itu membawanya ke depan Kaisar. Memang Kaisar telah memesan kepada ko-khoa ini supaya mencarikan seorang kepercayaan yang setia, bersemangat, dan pandai.

Demikianiah, setelah diuji dengan pertanyaan-pertanyaan oleh Kaisar yang ingin mengetahui isi hatinya, Gan Tiauw Ki lalu diangkat menjadi utusan Kaisar untuk menghubungi pembesar-pembesar dan gubernur-gubernur di daerah lain yang masih setia kepada Kaisar. Bahkan pemuda ini kadang-kadang mendapat tugas untuk menghubungi gubernur-gubernur yang tidak tunduk kepada Kaisar untuk mencoba membujuknya.

Kali ini, Gan Tiauw Ki mendapat tugas dari Kaisar untuk menyampaikan surat kepada Suma Huciang, seorang berpangkat huciang di kota Tiang-hai. Dalam perjalanan ini, sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, Gan Tiauw Ki yang menyamar sebagai pengungsi dan melakukan perjalanan bersama, para pengungsi lain, telah dicegat dan hampir saja menjadi korban keganasan tentara pemberontak yakni tentara di bawah perintah gubernur Liok yang tidak tunduk kepada Kaisar, dan pasukan ini dipimpin oleh Giam-ong-to Kam Kin yang dibantu oleh suhunya, yakni Cheng-jiu Tok-ong.

Demikianlah penuturan Gan Tiauw Ki kepada Im Giok dalam perjalanan mereka ke Tiang-hai. Makin lama mereka bercakap-cakap, makin tertariklah Im Giok kepada pemuda ini.

Di lain pihak, Tiauw Ki juga kagum dan tertarik sekali kepada Ang I Niocu sehingga biarpun bibir mereka tak mengeluarkan sepatah kata pun mengenai perasaan hati mereka dan bahkan sinar mata mereka selalu hendak menyembunyikan pancaran rasa hati karena keduanya adalah orang-orang muda yang sopan, namun mereka sama-sama tahu apa yang terkandung dalam hati masing-masing!

**** 052 ****





Tidak ada komentar :