*

*

Ads

Sabtu, 23 Maret 2019

Ang I Niocu Jilid 054

Dengan menggunakan kepandaian yang tinggi, beberapa pekan kemudian Bu Pun Su telah tiba di pesisir Pulau Pek-letho. Alangkah kagetnya ketika ia mendaratkan perahu, ia melihat jenazah tiga orang menggeletak di pinggir laut. Dan lebih-lebih terkejut hatinya ketika ia mengenal jenazah-jenazah itu, yakni Bok Beng Hosiang dan Kok Beng Hosiang tokoh-tokoh Siauw-lim-pai dan ketiga Cin Giok Sianjin tokoh Kun-lun-pai! Agaknya belum lama mereka ini tewas, paling lama dua hari.

“Omitohud…!” Bu Pun Su berseru kaget dan cepat ia memeriksa.

“Celaka…!” serunya sambil melompat mundur ketika ia mendapat kenyataan bahwa ketiga orang ini semua mempunyai bekas pukulan ilmu Pek-in Hoat-sut!

Ia tahu bahwa di dunia ini yang memiliki ilmu pukulan Pek-in Hoat-sut hanya dia sendiri, sedangkan Han Le juga dapat, akan tetapi hanya beberapa bagian setelah mempelajari gambar-gambar di dalam guha. Ia terkejut sekali karena tahu bahwa tiga orang ini telah bertempur dan terluka oleh Han Le. Terang bahwa mereka ini dirobohkan oleh Han Le, sungguhpun mereka tewas bukan karena pukulan itu, melainkan karena tikaman pedang yang tepat menembus ulu hati mereka.

“Tokoh-tokoh Kun-lun dan Siauw-lim dimusuhi oleh Han Le? Apa artinya ini?”

Bu Pun Su menjadi cemas memikirkan sutenya, maka cepat ia berlari ke tengah pulau mencari Han Le.

Han Le tidak berada di dalam gua. Bu Pun Su mencari terus dan akhirnya ia melihat pemandangan yang membuat wajahnya menjadi pucat, hampir saja ia tidak percaya akan penglihatannya sendiri sehingga Bu Pun Su berdiri terpaku, memandang ke arah dua orang yang duduk di bawah pohon. Apa yang dilihatnya?

Han Le sedang rebah telentang di atas rumput, kepalanya terletak di atas pangkuan seorang wanita yang cantik jelita yang dikenalnya sebagai Bi Sian-li Pek Hoa Pouwsat! Sambil menundukkan muka dan membisikkan kata-kata rayuan, Pek Hoa membelai-belai rambut kepala Han Le yang setengah tertidur.

Melihat ini, timbul amarah di dalam hati Bu Pun Su. Juga berbareng terbayanglah di depan matanya peristiwa dahulu ketika ia terjerumus ke dalam perangkap Wi Wi Toanio. Juga dia pernah tergila-gila dan roboh oleh kecantikan wanita, pernah menurutkan nafsu hati dan lupa diri, melakukan hal yang amat rendah memalukan.

Akan tetapi, dengan Wi Wi Toanio ia hanya melakukan kebodohan, bukan kejahatan. Ia tidak membunuh siapa-siapa, sedangkan Han Le, tak salah lagi, tentu Pek Hoa siluman wanita yang cantik itu telah membujuk Han Le untuk merobohkan tokoh-tokoh Siauw-lim-pai dan Kun-lun!

“Han-sute…!”

Bentakan yang menggeledek ini mengejutkan Han Le dan Pek Hoa. Mereka cepat melompat berdiri dan memandang kepada Bu Pun Su dengan mata terbelalak. Pek Hoa agak pucat akan tetapi bibirnya yang manis tersenyum, sedangkan Han Le merah sekali mukanya, merah sampai ke telinganya.

“Sute, kesesatan apa yang kau lakukan ini?”

Han Le mengangkat muka, tak kuat menatap pandang mata Bu Pun Su dan menundukkan kepalanya lagi. Tiba-tiba terdengar suara ketawa perlahan, suara ketawa yang merdu dan sedap didengar, kemudian Pek Hoa yang tertawa itu melangkah maju menghadapi Bu Pun Su.

“Bu Pun Su, kebetulan sekali kau datang. Mengapa kau tidak mau membawa Wi Wi Toanio kesini agar kita dua pasang manusia berbahagia mencari kesenangan hidup di pulau ini?”

“Apa katamu?” Bu Pun Su membentak dan mukanya berubah pucat.

Pek Hoa Pouwsat tersenyum, manis sekali sehingga Bu Pun Su diam-diam merasa heran sekali. Kalau diingat, perempuan ini usianya sudah tidak muda lagi, sedikitnya lima puluh tahun. Akan tetapi mengapa cantik jelita seperti gadis berusia dua puluh lebih?

“Bu Pun Su, kau seorang laki-laki, demikian pula Han-ko seorang jantan. Kau bisa jatuh cinta, mengapa Han-ko tidak boleh? Kau pernah tergila-gila kepada Wi Wi Toanio isteri orang lain, mengapa Han-ko tidak boleh jatuh hati kepada aku, seorang yang masih bebas belum bersuami? Kau benar-benar aneh dan di manakah keadilanmu, Bu Pun Su?”






Pendekar sakti itu merasa seakan-akan kepalanya disambar petir. Tak disangkanya bahwa siluman wanita ini sudah mengetahui rahasianya, dan tahulah ia bahwa tentu Wi Wi Toanio yang membuka rahasia ini di depan Pek Hoa. Teguran wanita ini memang tepat dan ia tidak dapat menjawab! Akhirnya Bu Pun Su berpaling kepada Han Le dan berkata dengan suara dingin,

“Han Le, mengapa kau membunuh tokoh-tokoh Siauw-lim-pai dan Kun-lunPai?”

Suara Bu Pun Su mengandung ancaman dan amarah besar, membuat Han Le menjadi pucat dan nampak ia takut sekali,

“Suheng, siauwte… siauwte tidak membunuh mereka…”

“Jangan memutar lidah sesukamu. Han Le. Setidaknya kau yang telah merobohkan mereka!” Bu Pun Su mendesak dan Han Le tak dapat menjawab.

Melihat kekasihnya didesak, Pek Hoa menjawab,
“Memang benar, Han-ko yang merobohkan mereka. Akan tetapi akulah yang membunuh mereka. Mereka adalah musuh-musuh besarku dan mereka datang untuk membunuhku, maka Han-ko melindungi dan mengalahkan mereka. Apa salahnya dalam hal ini? Tidak tepatkah orang melindungi kekasihnya yang terancam oleh orang lain? Bu Pun Su, kau mau apakah? Han-ko dan aku hidup bahagia disini, sebagai suami isteri yang saling mencinta. Apakah kau merasa iri hati? Apakah kau merasa iri melihat Han-ko hidup bahagia sedangkan kau tidak? Kalau kau merasa iri, carilah sendiri seorang kekasih dan bawa kesini, bukankah itu baik sekali daripada kau datang dan marah-marah seperti ini?”

“Siluman keparat, tutup mulutmu!”

Bu Pun Su membentak dan amarahnya meluap. Belum pernah Bu Pun Su semarah itu. Selama ini ia telah dapat menguasai seluruh dirinya lahir batin, akan tetapi sekarang menghadapi kebodohan Han Le yang dipermainkan oleh siluman wanita ini, ia benar-benar lupa diri.

Bu Pun Su maklum siapa adanya Pek Hoa Pouwsat dan orang macam apa wanita ini. Jauh lebih cabul dan lebih jahat daripada Wi Wi Toanio, jauh lebih berbahaya. Dan ia tahu pula bahwa Han Le adalah seorang laki-laki teguh iman, seorang laki-laki yang hampir “jadi” karena semenjak muda tidak mau mendekati wanita. Celakanya, sekarang Han Le tergoda dan tergelincir, tidak kuat menghadapi bujuk dan cumbu rayu dari Pek Hoa, siluman wanita yang cantik sekali dan genit. Dan ia tahu pula bahwa hal ini harus dicegah, kalau tidak akan mendatangkan bahaya besar. Han Le berkepandaian tinggi, kalau sudah tercengkeram oleh orang perempuan seperti Pek Hoa, kelak dapat dibujuk untuk membunuh siapa saja yang dibenci oleh Pek Hoa!

“Bu Pun Su, kau mau apakah?” Pek Hoa menantang sambil membusungkan dadanya yang montok.

“Kau harus pergi tinggalkan pulauku ini, lekas!”

“Kau mengusir kami?” tanya Pek Hoa sambil menggandeng tangan Han Le dan menyandarkan kepalanya ke pundak laki-laki itu.

“Aku mengusir kau, perempuan jahat! Lekas pergi dari sini kalau kau tidak ingin melihat aku melemparkanmu ke dalam laut! Han Le tidak boleh ikut!”

Pek Hoa menyandarkan kepala makin dekat dan berbisik di dekat telinga Han Le,
“Kau dengar itu kekasihku? Sudah sejak dulu aku bilang bahwa suhengmu ini jahat sekali, akan tetapi kau tidak percaya. Aku bilang bahwa sebetulnya dia tergila-gila dan suka padaku dan ia menjadi benci padaku karena cintanya kutolak, dan kau tidak percaya lagi. Sekarang kau melihat sendiri, bukan? Dia iri hati padamu, iri hati dan cemburu, kau tahu? Dia ingin melihat aku mati daripada jatuh ke dalam tangan orang lain, ingin melihat aku mati dan kau menderita. Kekasihku, ayah anakku, apakah kau akan tinggal diam saja melihat isterimu yang mencintamu dengan seluruh tubuh dan nyawa?” Suaranya makin merayu dan dua titik air mata meloncat keluar dari mata Han Le.

“Pek Hoa, dia… dia suhengku… tak dapat aku melawan Suheng…” bisiknya.

Pek Hoa menarik dirinya dengan sentakan, sepasang matanya bersinar-sinar, nampaknya marah.

“Aha, jadi kau lebih berat kehilangan suheng daripada kehilangan isteri?”

“Bukan begitu, Pek Hoa… aku… aku tidak berani…”

“Hm, jadi kau takut? Baiklah, Han-ko. Kalau kau takut membantuku, biar aku sendiri mengadu nyawa dengan Bu Pun Su!” Kemudian Pek Hoa melompat maju dan sudah mencabut siang-kiamnya (sepasang pedangnya). “Bu Pun Su, kau benar-benar menghinaku. Kau hendak melemparkan aku ke dalam laut? Boleh kau coba, laki-laki gagah perkasa tukang menghina wanita!”

Menghadapi Pek Hoa yang berdiri dengan sepasang pedang di tangan dan sikapnya gagah sekali itu, yang menantangnya dengan kulit muka kemerahan menambah kecantikannya, Bu Pun Su menjadi serba salah. Ia tahu sedalam-dalamnya betapa jahatnya perempuan ini, betapa palsu hatinya dan betapa berbahayanya.

Kalau dibandingkan dengan mendiang Thian-te Sam-kauwcu guru dari Pek Hoa, kiranya perempuan ini lebih berbahaya. Akan tetapi melemparkan dia begitu saja ke laut? Kiranya takkan mampu ia lakukan.

“Pek Hoa, kuharap kau suka pergi dari sini dengan baik-baik dan tidak melawan. Aku sungguh malu harus melawan wanita.”

Pek Hoa sudah mendengar dari Han Le bahwa Bu Pun Su tak pernah menyerang orang sebelum diserang oleh karena inilah maka tadi ia menahan sabar dan menanti supaya Bu Pun Su menyerang dulu. Sekarang ia sengaja hendak memanaskan hati Bu Pun Su.

“Pengecut! Laki-laki pengecut, kau sebetulnya suka kepadaku, bukan? Maka tidak mau menyerangku. Kau hanya iri hati dan cemburu. Eh, Bu Pun Su, kalau sekarang aku menyatakan bahwa aku suka ikut padamu, dan meninggalkan Han-ko, tentu kau tidak marah lagi, bukan? Akan tetapi aku tidak sudi! Dengar, aku tidak sudi, aku tidak suka padamu, aku benci padamu. Muak perutku melihat mukamu, tahu kau?”

Bu Pun Su tersenyum. Ia tidak mendapat julukan Pendekar Sakti kalau ia tidak tahu akan siasat ini. Dan ia bukan seorang yang gemblengan kalau ia tidak tahan menghadapi serangan batin ini.

Tadi untuk sebentar ia menurutkan nafsu amarah karena kecewa melihat kegagalan Han Le menghadapi rayuan wanita. Sekarang ia sudah dapat menguasai diri lagi dan menghadapi siasat lain dari Pek Hoa, ia tenang-tenang dan tersenyum saja.

“Pek Hoa, bagaimana kau bisa bilang aku tergila-gila kepadamu? Hanya laki-laki yang berhati lemah saja yang dapat jatuh cinta kepada seorang perempuan cabul seperti engkau. Kau menggoda aku tidak berhasil, menggoda Kiang Liat dapat kugagalkan, menggoda tokoh-tokoh besar dunia kang-ouw kau sudah tidak laku karena mereka semua sudah tahu bahwa kau ini seorang siluman yang lebih jahat daripada Tat Ki (siluman wanita dalam dongeng Hong Sin Pong). Maka sekarang kau sengaja menggoda Han-sute. Akan tetapi ini pun hanya untuk sementara, karena tak lama lagi Sute tentu akan insyaf dan tahu bahwa wanita yang dipuja-pujanya itu bukan lain adalah seekor siluman betina…”

“Jahanam lihat pedang!”

Dua sinar kemilau dari pedang Pek Hoa menyambar dalam serangan yang dahsyat. Ternyata, ia kalah dalam adu urat-syaraf, karena Bu Pun Su tadi membuatnya marah sekali. Bu Pun Su tersenyum, akan tetapi dia tidak berlaku lambat atau sembrono karena ia tahu betul akan kelihaian ilmu pedang wanita ini. Cepat ia mengelak dan di lain saat keduanya sudah bertempur hebat.

Mula-mula Pek Hoa mengeluarkan ilmu pedangnya berdasarkan kecepatan dan serangan-serangannya semua ditujukan untuk menewaskan lawan. Akan tetapi menghadapi Bu Pun Su, ia ketemu gurunya. Dengan tenang saja Bu Pun Su menghindarkan diri dari setiap serangan lawan dengan totokan-totokan ke arah jalan darah yang kalau mengenai sasaran tentu akan mengakhiri pertempuran itu.

Sebentar saja Pek Hoa terdesak hebat oleh kakek sakti itu dan tiba-tiba ia tertawa merdu dan ilmu silatnya berubah.

“Ayaaa…!”

Bu Pun Su berseru kaget sekali ketika ia menyaksikan ilmu pedang ini. Pek Hoa telah mainkan ilmu pedangnya yang hebat, ilmu pedang Bi-jin-khay-i. Ilmu silat yang mengandung daya sihir ini dapat melumpuhkan setiap orang lawan laki-laki, membuat lawan itu seperti terkena hikmat.

Gerakan ilmu silat ini mengandung sifat cabul dan genit, menarik hati laki-laki dan meruntuhkan semangat perlawanannya. Tak heran apabila Bu Pun Su menjadi kaget sekali karena pendekar ini pun merasa dan terpengaruh oleh hawa mujijat yang terkandung dalam gerakan ilmu silat yang dimainkan oleh Pek Hoa.






Tidak ada komentar :