*

*

Ads

Senin, 25 Maret 2019

Ang I Niocu Jilid 060

“Saudara Coa Keng, betul-betulkah kau mengundang aku naik ke panggung untuk melayanimu bermain silat?” tanya Chi Liok, suaranya masih tenang.

Coa Keng tersenyum mengejek.
“Mengapa tidak betul? Untuk meramaikan suasana pesta dan sebagai penghormatan kepada Suma-taijin, sudah sepatutnya kita bermain-main sebentar. Asal saja kau tidak takut, karena dalam permainan silat bersama kita sama-sama maklum bahwa kemungkinan terluka besar sekali, bahwa ada kemungkina terpukul tewas.”

“Ini sebuah tantangan!” Chi Liok menegur, gemas.

“Kau takut?” Coa Keng menggerakkan alis, menghina.

“Orang sombong, kau sajakah yang mempunyai keberanian? Baik, kuterima tantanganmu. Di sini banyak sekali yang melihat betapa kurang ajarnya sikapmu, dan bahkan aku hanya membela diri, membela kepentingan nama taijin, nama daerah dan namaku sendiri. Kau mulailah!”

Coa Keng mengeluarkan suara nyaring dan tiba-tiba dengan suara licik, sambil masih tertawa terus ia mengirim pukulan kilat ke arah lambung Chi Liok!

“Bukk!” tubuh Chi Liok terpental dan hampir saja piauwsu ini roboh kalau ia tidak lekas-lekas berpoksai dan berdiri lagi.

Mukanya agak berubah, akan tetapi pukulannya tadi tidak mendatangkan luka dalam yang hebat karena ia keburu mengerahkan lwee-kang ke arah bagian yang akan terpukul.

“Kau curang!” bentaknya.

“Bukankah kau menyuruh aku mulai? Baru sekali pukul saja hampir roboh. Ha, ha, ha!”

“Rasakan ini!”

Chi Liok menyerang tiba-tiba sebelum lawannya berhenti tertawa. Pukulannya hampir saja mengenai leher di bagian yang berbahaya kalau saja Coa Keng tidak lekas-lekas miringkan tubuh sehingga yang terpukul hanya pundaknya. Namun ini cukup membuat Coa Keng terhuyung ke samping tiga tindak sambil meringis karena pundaknya terasa sakit sekali.

“Kurang ajar kau!” bentaknya dan di lain saat dua orang ini sudah saling gebuk, saling tendang dan bertanding secara kasar sekali.

Sebetulnya ilmu silat mereka juga tidak terlalu rendah akan tetapi oleh karena watak Coa Keng amat kasar, cara berkelahinya juga kasar sehingga mereka itu lebih sering memukul tanpa membahayakan lawan daripada mengirim serangan yang betul-betul membahayakan keselamatan lawan.

Pertempuran itu berjalan seru dan bagi orang-orang yang tidak tahu ilmu silat atau yang masih rendah kepandaiannya, memang pertandingan itu nampak ramai dan menegangkan sekali. Akan tetapi bagi orang-orang yang kepandaiannya tinggi, makin lama pertempuran itu nampak makin menjemukan. Akhirnya terdengar suara teriakan sakit dan tubuh Coa Keng terlempar terkena tendangan Chi Liok dan menggelundung keluar dari panggung!

Orang-orang wanita yang tadinya masih menonton dengan muka khawatir mengeluarkan jeritan dan cepat-cepat mereka berbondong pergi meninggalkan panggung untuk duduk di tempat semula, menjauhi panggung.

Hanya ada empat orang wanita termasuk Im Giok yang tidak pergi dan karena ini Im Giok dapat menduga bahwa tiga orang wanita di dekatnya itu tentulah orang-orang yang mengerti ilmu silat. Ia melirik dan melihat bahwa mereka ini adalah seorang wanita tua yang memegang tongkat dan rambutnya diikat kain putih, sedangkan yang dua orang adalah gadis-gadis yang berpakaian sederhana akan tetapi cukup manis. Sikap mereka memang bukan orang-orang sembarangan dan Im Giok ingin sekali tahu siapa gerangan mereka bertiga ini.

Sementara itu, di atas panggung terjadi hal lain yang menggemparkan. Begitu tubuh Coa Keng terguling meninggalkan tempat itu, berkelebat bayangan orang dan tahu-tahu di depan Chi-piauwsu sudah berdiri seorang kakek. Kakek ini satu kali menggerakkan tangan ke depan, Chi Liok memekik dan terlempar keluar panggung!

“Orang-orang macam ini berani menjual lagak di atas panggung, benar-benar tidak menghormat kepada Suma-taijin, harap disuruh keluar tokoh Tiang-hai yang betul-betul memiliki kepandaian untuk bermain-main dengan aku. Barangkali Taijin sudah lupa lagi, aku adalah Cheng-jiu Tok-ong dari barat dan kini mewakili Shansi.”






Im Glok terkejut bukan main. Tadi ia tidak melihat kakek ini dan tiba-tiba kakek itu naik ke panggung, tentu untuk mengacau. Teringat olehnya bahwa Giam-ong-to Kam Kin, murid kakek ini pun telah menjadi seorang komandan pasukan, tentu pasukan dari Gubernur Shansi! Kalau demikian, tentu Cheng-jiu Tok-ong menjadi kaki tangan Lie Kian Tek.

Mengingat sampai di sini, Im Giok lalu menengok ke arah Kian Tek. Akan tetapi ia tidak melihat pemuda itu dan kursinya kosong. Otomatis Im Giok teringat akan bungkusan yang disumbangkan oleh Tiauw Ki kepada Suma-huciang maka ia menengok ke arah meja tempat menaruh barang-barang sumbangan.

Di lain saat, tubuh Im Giok lenyap, yang tampak hanya bayangan merah yang cepat sekali. Gadis ini tadi melihat Lie Kian Tek berada di dekat meja dan sedang menegur seorang laki-laki yang dengan gerakan cepat sekali mengulur kedua tangan mengambil barang-barang berharga yang kecil-kecil dari atas meja!

Kedatangan Im Giok tak terlihat oleh mereka dan tahu-tahu orang laki-laki yang bertubuh kecil pendek itu berseru kaget ketika pundaknya ditotok orang. Akan tetapi ia ternyata lihai bukan main karena masih sempat ia mengelak dan biarpun totokan itu masih mengenai pundaknya, akan tetapi tidak berakibat apa-apa. Im Giok yang menotok kaget dan sama sekali tidak mengira orang itu demikian lihai, maka ia menyerang terus sambil membentak,

“Bangsat kecil, kau hendak mencuri apa?”

Dua kali lm Giok menyerang dan dua kali gagal karena Si Kate Kecil itu dengan amat lincahnya dapat mengelak dan hendak melarikan diri. Akan tetapi tiba-tiba Lie Kian Tek menendangnya sambil berseru,

“Kau hendak lari kemana?”

Kembali secara mengagumkan, sekali Si Kate itu mengelak dan mencoba untuk lari terus. Dua kali lagi Im Giok berusaha menangkapnya, dan tiga kali Lie Kian Tek sudah mencoba untuk merobohkannya dengan serangan maut, namun semua dapat dielakkan oleh Si Kate itu.

“Copet, kau bikin gara-gara saja, tidak tahu sedang kucari-cari!” tiba-tiba terdengar teguran orang.

Mendengar suara ini Si Kate lalu melesat dan tahu-tahu ia telah berada di belakang orang ini dan mencari perlindungan di belakangnya! Ketika Im Giok dan Lie Kian Tek menengok, ternyata orang yang datang ini adalah Suma-ciang!

“Lie-kongcu, apakah kesalahan dia ini maka kau serang dia?” tanya Suma-huciang kepada Lie Kian Tek.

“Aku melihat dia menggeratak di meja dan hendak mencopet barang-barang sumbangan,” kata putera gubernur itu.

Suma-huciang menengok kepada Im Giok,
“Dan kau, Nona, mengapa pula kau hendak menangkapnya?”

“Aku melihat dia mengambil barang-barang dari atas meja, Taijin,” jawab In Giok sambil mengerling ke arah Tiauw Ki yang juga menengok dan memandang ke arah mereka dari tempat duduknya di belakang panggung.

Suma-huciang tertawa.
“Harap kalian maafkan dia ini. Dia dijuluki Sin-touw-ong (Raja Copet Sakti) dan di Tiang-hai sudah terkenal. Dia nakal akan tetapi tak pernah membawa pergi barang orang lain. Copet, kau mengambil apa saja? Hayo lekas keluarkan!”

Sin-touw-ong yang kate sekali tubuhnya itu tersenyum-senyum gembira seperti seorang pelawak, kemudian ia mengeluarkan banyak sekali benda dari sakunya yang banyak pula.

Benda-benda itu dikeluarkan satu demi satu seperti tukang sulap dan Im Giok sendiri terheran-heran karena sukar dipercaya bagaimana seorang kate seperti itu dapat menyimpan benda sebanyak itu tanpa kelihatan dari luar. Juga, yang membikin ia cemas diantara benda-benda itu tidak terdapat bungkusan sumbangan Tiauw Ki yang ternyata telah lenyap dari atas meja!

“Kembalikan barang-barang itu, dan mari kau wakili Tiang-hai di atas panggung, Touw-ong,” kata Suma-huciang yang tidak mempedulikan semua itu dan tidak memperhatikan barang apa yang mungkin hilang.

Sin-touw-ong cepat mengembalikan barang-barang itu di atas meja, kemudian ia berjalan menuju ke panggung bersama Suma-huciang. Im Giok memandang kepada Lie Kian Tek dengan penuh curiga, akan tetapi mukanya menjadi merah ketika ia melihat pemuda itu tengah memandangnya sambil tersenyum penuh arti!

“Nona, kau benar-benar gagah. Kau benar-benar mengagumkan dan dibandingkan dengan engkau, semua wanita yang berada disini, juga yang berada di mana saja, tidak ada artinya! Nona, pertemuan ini benar-benar dapat dinamakan jodoh. Kau dan aku berjodoh, maukah kau ikut aku keluar dari tempat ini dan kita bercakap-cakap di tempat yang lebih sunyi dan dingin? Hubungan kita perlu dipererat dan….”

“Jahanam, tutup mulutmu!”

Im Giok memaki marah dan gadis ini lalu pergi ke tempat duduknya. Mukanya terasa panas sekali dan kedua pipinya merah sekali. Ia mendongkol bukan main. Kalau tidak ingat bahwa dia berada di tempat orang lain dan kalau ia tidak ingat akan tugasnya mengawal Tiauw Ki dan melakukan perintah Susiok-couwnya, tentu ia tadi sudah memukul putera gubernur yang bermulut lancang itu.

Sementara itu, di atas panggung Cheng-jiu Tok-ong sudah berhadapan dengan Sin-touw-ong. Cheng-jiu Tok-ong tertawa bergelak dan berkata lantang,

“Ha, ha, ha, Suma-taijin bagaimanakah ini? Benar-benarkah Taijin mengajukan dia ini ke atas panggung?”

Ketika ia melihat pembesar itu mengangguk sambil tersenyum, Cheng-jiu Tok-ong menjadi marah. Ia merasa terhina sekali karena harus menghadapi seorang demikian tak berarti. Ditatapnya wajah Sin-touw-ong seperti seekor harimau menatap tikus.

“Kau ini manusia tiada guna, benar-benar kau sudah bosan hidup? Kau manusia tidak ternama, tahukah kau dengan siapa kau berhadapan?”

Raja copet yang kate itu cengar-cengir seperti seorang badut. Ia mempunyai bentuk muka yang lucu, tubuhnya pendek kecil matanya lebar dan hidungnya dapat bergerak-gerak. Apalagi berhadapan dengan Cheng-jiu Tok-ong, benar-benar seperti seorang raksasa berhadapan dengan seorang katai.

“Aku memang tidak terkenal, akan tetapi kau… kau ini siapakah?” tanyanya memicingkan mata.

“Setan pendek, dengar baik-baik. Aku adalah Cheng-jiu Tok-ong!”

Si Kate menggerakkan kedua pundaknya.
“Aku tidak ternama, kau pun tidak terkenal,” katanya acuh tak acuh.

“Bangsat, aku adalah tokoh besar dari barat. Di dalam dunia kang-ouw, siapakah yang tidak mengenal namaku?” Cheng-jiu Tok-ong membentak.

“Setan besar, kau tidak mengenal namaku, aku pun tidak mengenal namamu, siapa di antara kita yang paling tidak terkenal? Kau bernama Cheng-jiu Tok-ong (Raja Racun Bertangan Seribu), aku berjuluk Sin-touw-ong (Raja Copet Sakti), sungguh kalau dibilang kita ini tidak terkenal, akan tetapi sebetulnya kau dan aku adalah raja-raja besar!”

Meledak suara ketawa para hadirin di situ mendengar kata-kata ini.

“Lo-enghiong, mengapa tidak lekas-lekas ratakan setan pendek itu dengan tanah? Injak saja kepalanya, habis perkara!” seorang kawan dari Lie Kian Tek berseru tak sabar lagi melihat jagonya dipermainkan oleh raja copet itu.

“Ya, ya, injaklah! Injaklah!”

Sin-touw-ong mengejek dan memasang kuda-kuda rendah sekali di depan Cheng-jiu Tok-ong, seakan-akan mempersiapkan diri untuk diinjak. Kembali terdengar suara orang tertawa riuh, sungguhpun mereka yang sudah mengenal kelihaian Cheng-jiu Tok-ong, merasa khawatir akan keselamatan Si Kate itu.

“Bangsat tukang copet, bersiaplah untuk mampus!”

Cheng-jiu Tok-ong yang tidak dapat menahan sabarnya lagi sudah maju menyerang. Serangannya keras dan cepat sekali sehingga Sin-touw-ong terkejut bukan main. Raja copet ini bukan orang biasa. Dia adalah seorang kang-ouw yang sudah berpengalaman dan sebagai seorang maling dan copet, ia memiliki kepandaian istimewa, yakni kepandaian menjaga diri. Ia licin bagaikan belut dan gerakannya lincah, ditambah pula dengan bentuk tubuhnya yang pendek kecil, sukarlah bagi lawan untuk menyerangnya. Tentu saja ia pernah mendengar nama besar Cheng-jiu Tok-ong, akan tetapi ia tidak mengira bahwa serangan lawannya akan sehebat itu.






Tidak ada komentar :