*

*

Ads

Rabu, 10 April 2019

Ang I Niocu Jilid 094

Demikianlah, para hwesio Kim-san-pai bersorak-sorak girang dan para tosu yang tinggal lima orang itu lalu memondong tubuh susiok mereka dan berlari turun gunung. Adapun para hwesio Bu-tong-pai lalu mengantar Sun Hauw naik ke puncak di mana ia disambut oleh Lo Beng Hosiang yang mengerutkan keningnya ketika mendengar apa yang telah terjadi. Hwesio tua ini menggeleng-geleng kepalanya dan berkata penuh sesal,

“Ah, mengapa terjadi hal seperti itu di lereng sini dan tak seorang pun memberi laporan kepada pinceng? Kalau pinceng tahu sejak tadi, tentu pinceng akan mencegah terjadinya pertempuran.”

“Mereka terlalu menghina, Suhu,” kata seorang hwesio. “Dua orang Suheng telah roboh terluka dan kiranya teecu semua takkan ada yang dapat melawan dan terpaksa menelan hinaan orang-orang Kim-san-pai kalau saja Liem-enghiong ini tidak keburu datang menolong dan membersihkan nama kita.”

Lo Beng Hosiang memandang kepada pemuda tampan yang hadir di situ dan tadi memberi hormat kepadanya.

“Sicu dari manakah?” tanyanya singkat.

“Teecu bernama Liem Sun Hauw, anak murid Go-bi-pai. Teecu diutus oleh Susiok Twi Mo Siansu untuk menghadap Locianpwe dan untuk berusaha mendamaikan pertikaian yang terjadi antara Bu-tong-pai dan Kim-san-pai. Susiok berpesan bahwa semua ini adalah atas usul desakan Sin-taihiap Bu Pun Su yang menghendaki agar pada waktu sekarang ini kita melupakan segala kesalah-pahaman dengan golongan sendiri, menghimpun persatuan guna membela negara dan melindungi rakyat dari ancaman perang.”

“Karena hal itu, Susiok lalu menunjuk teecu untuk datang ke sini. Dan kebetulan sekali tadi teecu melihat pertempuran antara serombongan tosu Kim-san-pai dengan para hwesio di sini. Teecu sudah berusaha memisah, memohon kepada tosu-tosu Kim-san-pai untuk pulang, akan tetapi siapa kira, mereka itu berkeras memperlihatkan kepandaian, sehingga terpaksa teecu menghadapi mereka. Selanjutnya mohon petunjuk Locianpwe, bagaimanakah pendapat Locianpwe dan usaha apa yang kiranya dapat dilakukan untuk mendamaikan pertikaian ini.”

Lo Beng Hosiang menghela napas lagi.
“Kau datang hendak mendamaikan urusan, akan tetapi kau bahkan melukai dua orang tosu Kim-san-pai. Bagaimana ini?”

“Teecu bertanggung jawab sepenuhnya akan hal ini” jawab Sun Hauw gagah. “Teecu akan datang ke Kim-san-pai dan akan teecu jelaskan kepada Ketua Kim-san-pai disertai permintaan maaf.”

“Bagus, seorang laki-laki harus berani memikul akibat dari perbuatannya sendiri. Sayang kedua orang muridku Kang Bok Sian dan Kang Ek Sian sudah turun gunung, kalau mereka masih ada di sini, biarpun mereka itu bukan orang-orang yang menggunduli kepala mereka kiranya takkan terjadi keributan-keributan ini.”

Lo Beng Hosiang menulis sepucuk surat kepada Thian Beng Cu, memanggil murid kepalanya, yakni hwesio gemuk pendek Ki Keng Hosiang dan menyuruh muridnya ini membawa surat dan membawa semua hwesio yang pernah melakukan pertempuran dengan pihak Kim-san-pai, bersama Liem Sun Hauw menuju ke Kim-san!

“Serahkan surat pinceng ini kepada Thian Beng Cu, sampaikan salamku dan serahkan pula semua anak murid Bu-tong-pai yang pernah bertempur. Katakan kepada Thian Beng Cu bahwa dia boleh menghukum anak-anak murid Bu-tong-pai ini sebagai seorang paman guru!”

Liem Sun Hauw memuji kebijaksanaan Guru Besar Bu-tong-pai ini yang hendak melenyapkan permusuhan sekaligus dengan jalan menyuruh semua anak muridnya datang ke Kim-san-pai menerima hukuman.

Demikianlah Liem Sun Hauw lalu pergi ke Kim-san-pai bersama anak murid Bu-tong-pai itu dan seperti telah dituturkan di bagian depan, rombongan ini ketika sampai di lereng Bukit Kim-san, disambut oleh Ang I Niocu!

Liem Sun Hauw ketika melihat Ang I Niocu berdiri di situ dengan pedang di tangan, menjadi terkejut, heran dan girang sehingga ia menyapanya. Seperti telah diceritakan di bagian depan, Ang I Niocu sebaliknya menyindirnya, mengatakan pemuda ini menjadi “jago” pihak Bu-tong-pai dan bermaksud untuk menghina Kim-san-pai.






Liem Sun Hauw menolak semua tuduhan itu dan menyatakan bahwa ia pun bertugas sama, yaitu mendamaikan antara Kim-san-pai dan Bu-tong-pai, tetapi Ang I Niocu marah bukan main.

Marah karena sekarang ia tahu bahwa pemuda tampan ini adalah pemuda yang diusulkan oleh almarhum ayahnya untuk menjadi calon suaminya! Pemuda yang dicap menjadi penyebab kematian kekasihnya, Gan Tiauw Ki beserta kematian ayahnya. Ang I Niocu menahan-nahan nafsu marahnya dan hanya memaki Sun Hauw dengan kata-kata pedas,

“Kau bilang hendak mendamaikan, tetapi mengapa kau justru melukai dua orang tosu Kim-san-pai? Dan mengapa kau menghadang rombongan utusan Kim-san-pai ke Bu-tong-san? Mengapa pula sekarang kau datang ke sini? Hendak menyerbu Kim-san-pai? Hemm, kau mengandalkan apakah demikian sombong?”

Sun Hauw seperti orang tuli. Ia tidak memperhatikan semua kata-kata itu dan sepasang matanya seperti kena hikmat, menatap bibir indah yang berkata-kata tanpa berkedip. Kecantikan Ang I Niocu yang luar biasa itu benar-benar membikin Sun Hauw seperti gila. Apalagi kalau ia ingat betapa ayah dari gadis jelita ini telah memilihnya menjadi calon mantu!

“Jawab pertanyaanku!”

Ang I Niocu membentak marah, mukanya agak merah karena ia maklum apa artinya pemuda itu menjadi termenung seperti patung.

Adapun tujuh orang hwesio Bu-tong-pai yang terpilih sebagai orang-orang bertanggung jawab dalam pertikaian terhadap Kim-san-pang adalah hwesio-hwesio yang tingkatnya sudah tinggi, yakni anak murid Lo Beng Hosiang sendiri. Mendengar desakan Ang I Niocu kepada Liem Sun Hauw, seorang diantara mereka membela Sun Hauw yang kelihatannya “mati kutunya” menghadapi nona baju merah itu.

“Ang I Niocu, harap jangan salah sangka terhadap Liem-sicu. Dia ini betul-betul penolong kami dan bermaksud baik….”

“Siapa menyangkal bahwa dia itu penolong Bu-tong-pai? Akan tetapi sekali-kali aku tak percaya dia ini menjadi pendamai! Menolong sepihak memusuhi pihak lain sama sekali bukan sifat seorang pendamai, karena dia berat sebelah dan menghina orang mengandalkan kepandaiannya yang ia kira tidak ada keduanya di kolong langit! Aku datang sebagai pendamai antara Kim-san-pai dan Bu-tong-pai, sudah pasti sekali aku tidak mau menghina Bu-tong-pai juga tidak mau memusuhi Kim-san-pai.”

Liem Sun Hauw menjadi serba salah dan memang kepandaian kata-katanya sudah lenyap entah ke mana setelah ia berhadapan dengan Ang I Niocu. Dalam pandangannya, segala gerak-gerik Ang I Niocu menarik hati dan menambah kemanisan dan kecantikannya. Kini dimarahi oleh Ang I Niocu, ia hanya tundukkan mukanya yang sebentar merah sebentar pucat, seperti seorang anak nakal dimarahi oleh ibunya.

“Li-hiap, untuk meredakan permusuhan, pinceng sekalian datang ke sini, hendak menghadap Locianpwe Thian Beng Cu, dan Liem-sicu yang bertugas sebagai pendamai dari Go-bi-pai, ikut sebagai perantara,” kembali hwesio itu membela Sun Hauw.

“Losuhu bertujuh kalau hendak menghadap Ketua Kim-san-pai untuk menjernihkan suasana, hal itu amat baik dan patut dipuji, dan memang demikianlah seharusnya kalau orang hendak memperbaiki hubungan satu sama lain. Aku pun sedang hendak berangkat menemui Lo Beng Hosiang untuk mendamaikan urusan. Akan tetapi orang she Liem ini biar di sini jangan ikut masuk, dia tidak akan mendamaikan urusan bahkan mungkin akan mengacau lagi!”

“Niocu harap kau suka maafkan aku…” akhirnya Sun Hauw dapat bicara kembali setelah menenteramkan hatinya yang berguncang.

“Memang aku sudah berlaku terburu nafsu dan melukai dua orang tosu Kim-san-pai dalam pibu yang terjadi di Bu-tong-san. Oleh karena itu maka kedatanganku ini pun hendak memohon ampun kepada Locianpwe Thian Beng Cu dan bersama para Suhu ini hendak menyerahkan diri menerima hukuman. Sekarang baru Niocu saja sudah tidak dapat memaafkan, apalagi para tosu Kim-san-pai. Biarlah kalau begitu kau bunuh saja aku untuk menebus dosaku terhadap Locianpwe Sin-tai-hiap Bu-Pun Su…”

Sambil berkata demikian, Sun Hauw melolos pedangnya dan menyerahkan pedang itu kepada Ang I Niocu.

Gadis itu tidak mau menerima pedang, agak heran dan terkejut mendengar pemuda itu menyebut-nyebut nama Bu Pun Su.

“Mengapa pula kau menyebut-nyebut nama Susiok-couw Bu Pun Su?” tanyanya wajar.

“Sesungguhnya, tugasku ini adalah kehendak Sin-tai-hiap Bu Pun Su yang menyampaikan pesannya kepada Susiok Twi Mo Siansu melalui utusannya, yakni Lo-enghiong Kiang Liat yang akhirnya menjadi sahabat baikku. Aku dipilih oleh Susiok untuk mengerjakan tugas ini, tidak tahunya karena kebodohanku aku bahkan memburukkan keadaan. Kalau Sin-taihiap Bu Pun Su mendengar akan hal ini, apakah aku dapat diampuni, lagi? Kalau Kiang Lo-enghiong yang baik hati dan mulia itu mendengar, bukankah aku bisa mati saking maluku?”

Tentu saja Sun Hauw sengaja menyebut-nyebut nama Bu Pun Su dan Kiang Liat untuk mengambil hati gadis yang kecantikannya telah merobohkan hatinya itu. Ia sama sekali tidak tahu bahwa semua kata-katanya itu bahkan merupakan garam yang diulaskan pada luka di dalam hati Ang I Niocu, mendatangkan rasa perih dan sakit karena mengingatkan ia akan semua peristiwa duka yang dialaminya. Hal ini bahkan menambah kebenciannya terhadap Sun Hauw sehingga kalau mungkin di saat itu juga ia memenggal leher pemuda itu.

Akan tetapi pada saat itu, dari puncak bukit datang Thian Beng Cu ketua Kim-san-pai, diiringi oleh tosu-tosu muridnya, merupakan rombongan yang keren dan agung. Para tosu Kim-san-pai yang berada di situ cepat memberi hormat kepada ketua mereka.

Dengan air muka tenang dan ramah, Thian Beng Cu memandang kepada para hwesio Bu-tong-pai yang tujuh orang itu, melempar pandang tak acuh kepada Sun Hauw, lalu berkata kepada para hwesio itu,

“Cu-wi Suhu dari Bu-tong-pai, harap tidak kecil hati kalau pinto terlambat menyambut. Pesan apakah yang Cu-wi bawa dari sahabat Lo Beng Hosiang?”

Melihat sikap dan mendengar kata-kata Ketua Kim-san-pai ini, para hwesio Bu-tong-pai menjadi merah mukanya, malu kepada diri sendiri dan heran mengapa Ketua Kim-san-pai yang selama ini disangka sombong, ternyata seorang kakek yang baik hati dan ramah tamah.

Serta merta mereka berlutut memberi hormat. Kakek Kim-san-pai itu sudah begitu merendahkan diri, maka kini tanpa ragu-ragu lagi para hwesio Bu-tong-pai maklum bahwa mereka berhadapan dengan seorang tua yang berhati mulia dan tunduklah mereka.

Ki Keng Hosiang, pendeta gemuk pendek yang memimpin rombongan Butong-pai itu, lalu berkata,

“Teecu bertujuh menerima titah Suhu untuk menghadap kepada Susiok, selain untuk menyerahkan surat dan menyampaikan salam dari Suhu, juga teecu yang telah melakukan banyak dosa menghina saudara-saudara dari Kim-san-pai, sengaja datang menyerahkan diri untuk menerima hukuman.”

Thian Beng Cu menarik napas panjang, mengelus-elus jenggotnya dan wajahnya nampak gembira sekali dan kalau diperhatikan orang akan melihat sepasang matanya menjadi basah.

“Gurumu Lo Beng Hosiang seorang bijaksana, kalian tidak salah apa-apa, bahkan saudara-saudara mudamu dari Kim-san-pai yang keliru. Kesinikan surat dari suhumu agar pinto dapat segera mengetahui petunjuk apa yang diberikan kepada pinto yang bodoh.”

Pada saat itu, Liem Sun Hauw yang merasa terharu menyaksikan pertemuan tokoh-tokoh dari kedua pihak yang saling mengalah, merasa malu terhadap Thian Beng Cu yang ternyata seorang kakek yang begitu halus dan baik hati. Ia pun lalu berlutut dan berkata,

“Locianpwe, teecu Liem Sun Hauw utusan dari Go-bi-pai, karena cupat pengetahuan dan lancang, telah salah tangan melukai dua orang tosu Kim-san-pai. Sekarang teecu sudah insyaf akan kesalahan sendiri dan menghadap untuk menerima hukuman.”

Thian Beng Cu menunda niatnya membaca surat dari Lo Beng Hosiang, memandang kepada Liem Sun Hauw dan mengangguk-angguk.

“Anak murid Go-bi-pai memang amat mengagumkan, begini muda sudah memiliki kepandaian tinggi, dan berani pula bertanggung jawab atas perbuatannya. Liem-sicu, kalau kau tidak datang mengakui kesalahanmu, memang nama baik Go-bi-pai akan tercemar, akan tetapi dengan pengakuanmu ini, segala apa sudah beres. Di dalam pibu, kalah menang sudah lumrah, terluka atau tewas bukan hal aneh. Antara kau atau Go-bi-pai dengan kami tidak ada urusan apa-apa, habis sampai di sini saja.”






Tidak ada komentar :